"Menikahlah segera jika ingin menepis dugaan mama kamu, bang!."perkataan sang ayah memenuhi benak dan pikiran Faras. namun, bagaimana ia bisa menikah jika sampai dengan saat ini ia tidak punya kekasih, lebih tepatnya hingga usianya dua puluh enam tahun Faras sama sekali belum pernah menjalin hubungan asmara dengan wanita manapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengunjungi hunian baru.
Inara mendudukkan bobotnya di tepi tempat tidur, tubuhnya layu seketika mengingat perkataannya pada Faras di mobil tadi.
"Kenapa kau malah menyinggung masa lalu Inara... bagaimana kalau mas Faras sampai marah dan kembali bersikap cuek bahkan kurang baik padamu nantinya?." sesal Inara. gadis itu menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur kemudian meraih sebuah bantal, kemudian berteriak sekencang-kencangnya. Jika tidak menggunakan bantal membungkam mulutnya, mungkin seisi rumah bisa terbangun akibat mendengar suara teriakannya.
Inara semakin kepikiran, terlebih setelah ia menyinggung masa lalu Faras sama sekali tak berkomentar apa-apa, pria itu hanya diam saja hingga mobil yang dikendarainya tiba di kediaman orang tua Inara.
"Bodohnya kau Inara..." tak hentinya Inara menyesali perkataannya di mobil Faras tadi.
Dengan tubuh lunglai Inara bangkit dari tempat tidur, berlalu menuju kamar mandi guna membersihkan wajahnya serta mengganti dress yang dikenakannya dengan piyama. Setelahnya, gadis itu pun mulai merebahkan tubuhnya di ranjang, berharap besok ingatannya tentang kebodohannya tadi hilang begitu saja dari memorinya.
"Inara...ayo bangun, sudah setengah tujuh, sayang!." ibu menyingkap selimut yang menutupi sebagian tubuh putri sulungnya itu. "Kamu ini anak cewek apa cowok sih Nara, tidurnya kok semrawut kayak gini. bagaimana kalau nikah nanti, bisa stres nak Faras dengan cara tidur kamu ini." omel ibu.
Mendengar ibunya menyebut nama Faras, sontak saja Inara melebarkan kedua matanya.
"Ayo bangun...mandi sana! Nanti telat loh." Ibu membuka gorden jendela kamar. Jujur, selama bekerja baru kali ini Inara telat bangun pagi, mungkin karena semalam gadis itu kesulitan memejamkan mata akibat memikirkan kebodohannya.
Mengingat waktu telah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, Inara pun menggunakan waktu setengah jam untuk bersiap-siap.
"Nara berangkat, mah...pah...." setelah selesai sarapan, Inara pamit pada kedua orang tuanya, sedangkan sang adik sudah berangkat sekolah sejak beberapa saat lalu.
"Iya nak... hati-hati di jalan!." pesan sang ibu dan juga ayahnya.
Inara mengiyakan kemudian berlalu menghampiri mobilnya di halaman depan.
"Pagi, Bu Inara." salah seorang pegawai yang berpapasan di area parkiran terdengar menyapa Inara.
"Pagi, pak." balas Inara dengan senyum ramahnya. tanpa disadarinya ada dua orang pria yang baru saja tiba tengah memandang ke arahnya.
"Dilingkungan kantor bu Inara memang terkenal ramah, tuan." Tutur asisten Fazal ketika melihat tuannya sedang menatap ke arah Inara dan seorang pegawai pria tersebut.
Faras diam saja tak merespon perkataan asisten pribadinya tersebut, akan tetapi hatinya berkata lain. "Apa dia selalu tersenyum seperti itu pada semua pria?"
Faras pun turun dari mobilnya saat asisten Fazal telah membukakan pintu mobil untuknya.
"Waaaawwww...tuan Sarfaras memang sangat tampan dan menawan." hanya melihat Faras merapikan jas yang melekat pada tubuhnya setelah turun dari mobil sudah mampu menghipnotis salah satu pegawai yang kebetulan menyaksikannya.
"Beruntungnya Bu Inara bisa menjadi calon istrinya tuan Sarfaras." tambah pegawai tersebut.
"CK.... bukan beruntung, tapi si Inara nya aja yang gatal." salah seorang pegawai lainnya terdengar menimpali dengan komentar buruk. pegawai tersebut adalah Amanda, salah seorang pegawai yang tidak pernah menyukai keberadaan Inara sejak ia mulai bekerja di SJ group, bahkan saat itu Amanda pernah menyebarkan gosip jika Inara berniat menggoda atasannya, yang kala itu masih di tempati oleh papa Rasya. Namun dengan santainya Inara menjawab, tidak semua gadis memiliki tabiat buruk seperti dirimu (Amanda) dan itu membuat kebencian Amanda pada Inara semakin menjadi-jadi. "Nggak bapaknya... Nggak anaknya... semua diembat sama dia, dasar gatal." sambung Amanda dengan nada sinis kemudian berlalu begitu saja meninggalkan pegawai tadi.
"Bu Amanda.... Bu Amanda.... mulut kamu memang selalu berbisa kalau ngomong. Nggak takut dipecat apa ya kalau sampai ketahuan sama tuan Faras..." gumam pegawai itu kemudian ikut berjalan menuju pintu masuk utama gedung.
"Selamat pagi, tuan." Inara berdiri dari tempat duduknya menyadari kedatangan Faras.
"Pagi." balas Faras "Jangan lupa antarkan laporan keuangan bulan lalu ke ruangan saya!." titah Faras sambil berlalu, sementara dibelakang langkahnya, Asisten Fazal tetap setia mendampingi. Sebenarnya Faras tidak begitu membutuhkan asisten pribadi, akan tetapi ia harus menerima saran dari sang ayah demi membatunya disaat-saat mendesak.
"Ini laporan yang anda minta, tuan." Inara meletakkan laporan tersebut di atas meja kerja Faras. Ia berusaha bersikap biasa saja, seperti tak terjadi apa-apa semalam.
"Terima kasih."
"Masih ada lagi yang anda butuhkan, tuan?."
"Tidak, kembalilah ke meja kerjamu!."titah Faras.
Inara mengangguk hormat kemudian berlalu meninggalkan ruangan tuannya itu.
Setelah kembali ke meja kerjanya Inara kembali melanjutkan pekerjaannya hingga jam makan siang tiba ia pun menghentikan kegiatannya.
Tak lama kemudian, Faras bersama asisten pribadinya nampak keluar dari ruangannya. Menghampiri meja kerja Inara guna mengajak wanita itu untuk mengunjungi beberapa rumah yang akan menjadi hunian mereka setelah menikah nanti.
Untungnya selama di mobil, Faras sama sekali tidak menyinggung tentang perkataannya semalam hingga Inara bisa sedikit bernafas lega. Suasana di mobil nampak hening, baik Faras, Inara ataupun Asisten Fazal yang kini tengah mengemudi tak ada yang terdengar bersuara.
Tiga puluh menit berkendara, kini mereka pun tiba di sebuah kawasan cluster di tengah kota.
Inara menatap kagum bangunan yang terbilang cukup mewah dihadapannya itu.
"Jika kamu tidak suka dengan model serta desain ruangannya, kita bisa mengunjungi cluster di area lainnya." tanya Faras setelah mengajak Inara melihat-lihat desain rumah tersebut.
"Aku suka kok mas, suka banget malah." jujur Inara.
"Sama, aku juga suka dengan desain kamar yang cukup luas seperti ini, sepertinya akan nyaman ditempati anak-anak nantinya." balas Faras.
Dari panjangnya penjelasan Faras, kosa kata anak-anak yang paling menarik perhatian Inara. "Anak-anak?." cicit Inara, namun hanya berani diucapkan gadis itu dalam hatinya.
"Apa maksud mas Faras menyebut anak-anak?? Apa mungkin mas Faras berniat memiliki anak denganku?." Inara masih setia bergumam dalam hati sehingga ia tidak memperhatikan Faras yang kini telah berlalu ke arah dapur.
"Nona Inara...Nona Inara...." diluar jam kerja asisten Fazal memanggil Inara dengan sebutan Nona, mengingat gadis itu merupakan calon istri tuannya.
"Iy_Iya pak." sahut Inara dengan nada terbata karena baru saja tersadar dari lamunannya.
"Tuan Faras meminta anda menyusul!." asisten Fazal menuding ke arah dapur.
"Baik, pak." Inara pun menurut, menyusul Faras untuk melihat-lihat desain dapur yang dimiliki rumah tersebut.
"Kenapa, kamu kurang suka dengan set kitchen nya?." tebak Faras saat Inara masih diam saja tak berkomentar apapun.
"Bu_bukan begitu, mas. Aku hanya kepikiran sesuatu." sahut Inara tersenyum kikuk.
"Apa?."
"Aku tidak terlalu pandai memasak." semakin kikuk saja senyum Inara saat mengakui kekurangannya dihadapan Faras.
"Kan bisa belajar nanti. lagi pula kita mau membina rumah tangga bukannya rumah makan." jawaban Faras diluar ekspektasi Inara, ia pikir Faras bakal merendahkan dirinya setelah tahu kekurangannya ternyata tidak sama sekali.
dan Inara gampang ke makan omongan orang...
mana kepikiran Inara klo kamu juga mencintai nya...
Yuni jadi tersangka pil kontrasepsi...
kamu tau Amanda hanya iri padamu...
malah dengerin kata kata Amanda 🤦♀️
tp tdk untuk lain kali