Urban legend bukan sekadar dongeng tidur atau kisah iseng untuk menakuti. Bagi Klub Voli SMA Higashizaka, urban legend adalah tantangan ritual yang harus dicoba, misteri yang harus dibuktikan.
Kazoi Hikori, pemuda kelahiran Jepang yang besar di Jerman. masuk SMA keluarganya memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya, namun tak pernah menyangka bergabung dengan klub voli berarti memasuki dunia gelap tentang legenda-legenda Jepang. Mulai dari puisi terkutuk Tomino no jigoku, pemainan Hitori Kakurenbo, menanyakan masa depan di Tsuji ura, bertemu roh Gozu yang mengancam nyawa, hingga Elevator game, satu per satu ritual mereka jalani. Hingga batas nalar mulai tergerus oleh kenyataan yang mengerikan.
Namun, ketika batas antara dunia nyata dan dunia roh mulai kabur, pertanyaannya berubah:
Apakah semua ini hanya permainan? Atau memang ada harga yang harus dibayar?
maka lihat, lakukan dan tamat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SkyMoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kashima Reiko
Tiga hari sudah setelah kejadian itu Suikari absen dari sekolah.
"Aku mendengar dari ibunya kalo tiga hari yang lalu Ai-chan jatuh sakit," Miyo mulai membuka percakapan terlebih dahulu.
Seperti biasa anggota club voli sedang berkumpul mengistirahatkan tubuh mereka dipinggir lapang.
"Apa karena kejadian tempo hari?" Eri memperlihatkan wajah yang khawatir sebenarnya dia sedikit menyesal telah memaksa Suikari saat itu.
"Iya sepertinya iya," Miyo juga khawatir dengan sahabatnya dia tertunduk lesu.
"Kenapa hanya Suikari yang sakit? Bagaimana dengan mu Miyo?" Jika karena kejadian kemarin kenapa hanya Suikari saja yang sakit? Sungguh logika Haya tidak dapat menerimanya.
"Aku sendiri pun tidak tau, oh ya bagaimana jika pulang sekolah kita jenguk Ai-chan?"
"Tentu kami ikut," Saki merangkul pundak Miyo
"Tapi apa yang kalian maksud dengan kejadian tempo hari?" Yang mengetahui kejadian itu menghela nafas karena pertanyaan Saki.
"Kami memanggil Hanako-san," Suara pelan Miyo masih bisa didengar jelas oleh teman-temannya.
Semua orang terperanjat dengan perkataan Miyo termasuk Yasuhiro yang menganga tak percaya. "Kau serius?"
Miyo mengangguk pelan.
"Kalian melihatnya?" Yasuhiro kembali bertanya.
Miyo mengangguk pelan.
"Kalian memaksa Suikari untuk melakukannya?"
Lagi-lagi Miyo hanya bisa mengangguk pelan menjawab pertanyaan Yasuhiro.
"Kejadiannya sudah berlalu bagaimana dengan rencana kita menjenguk Ai-chan?" Eri mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Rumah kami satu arah Ichi apa kau akan ikut?"
"Terserah mu Hikori,"
Hikori menatap teman-temannya. "Kami ikut."
******
Miyo, Eri, Haya, Saki, Hikori, Ichi dan Yasuhiro manatap sendu Suikari yang terbaring di ranjangnya.
"Sudah tiga hari dia seperti ini beberapa kali Suikari mengigau aku takut, baa-san bingung sebenarnya apa yang dia takutkan apa kalian tau apa yang terjadi pada Suikari sebelum dia sakit?" Ibunya mengelus sayang rambut Suikari.
"Kami memanggil Hanako-san baa-san gomennasai ini semua karena ku," Ibu Suikari tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Miyo menunduk dalam siap mendengar kemarahan ibu Suikari.
"Kalian masih muda nak jangan menyia-nyiakan waktu berharga kalian dengan hal seperti itu,"
"Gomennasai, hounto ni gomennasai,"
Helaan nafas terdengar dari bibir wanita paruh baya itu. "Tetaplah disini baa-san akan menyiapkan minum," Air mata Miyo keluar tepat saat ibunya Suikari keluar kamar. Sigap Saki memeluk tubuh adik kelasnya itu.
"Ini salahku Suikari sakit karena aku," Miyo terisak merasa bersalah yang sangat dalam pada Suikari.
"Tenanglah Miyo-chan ini bukan salahmu," Saki mengelus-elus rambut Miyo berharap dia berhenti menangis.
"Tapi tetap saja semuanya salahku," Tangisan Miyo semakin menjadi-jadi.
Suikari bergerak gelisah dia merasa terganggu dengan keributan yang dibuat Miyo. Pelan-pelan Suikari membuka matanya, dia menatap heran teman-temannya.
Kenapa Miyo menangis? Mungkin hal itu yang ada di benaknya.
"Miyo-chan?" Atensinya Miyo teralihkan dia terduduk menggenggam tangan Suikari.
"Ai-chan gomen, gomennasai,"
"Da-daijoubu Miyo-chan aku baik-baik saja," Suikari merasa bersalah saat melihat Miyo menangis apalagi tangisan itu karena dirinya.
"Arigatou aku benar-benar minta maaf," Miyo menghapus air matanya dia sangat bersyukur memiliki sahabat baik seperti Suikari.
"Ai-chan bagaimana keadaan mu apa ada yang sakit?" Tanya Hikori.
Suikari yang baru menyadari ada laki-laki di kamar langsung blushing merasakan malu sampai ubun-ubun.
"Da-da-daijoubu Hiko-ku," Mulai sudah penyakit gagap Suikari.
"Yokatta aku mengkhawatirkan mu tadi," Hikori tersenyum tulus dia tidak menyadari karena senyum itu Suikari hampir saja tak sadarkan diri.
"A-aku ba-baik-baik saja a-arigatou Hiko-kun,"
"Ai-chan aku juga mengkhawatirkan mu," Tiba-tiba Yasuhiro mengucapkan hal yang tidak terduga akibatnya wajah Suikari semakin merah padam rasanya dia ingin menenggelamkan wajahnya kedalam selimut tebal yang dia kenakan.
"Singkirkan wajah bodoh mu itu Yasuhiro," Haya muak melihat wajah konyol temannya.
"Urusai baka," Secepat kilat tinju Haya nyasar di perut Yasuhiro. Korban yang tidak bisa mengelak serangan dari pelaku dia hanya bisa menahan rasa sakit akibat pukulan yang tak main-main dari Haya.
"Siapa yang kau sebut baka? Dasar baka,"
Ichi dan Hikori meringis merasakan sakit yang dirasakan Yasuhiro.
"Senpai daijobu?"
"Ha-ha'i daijobu desu,"
***
"Minna-san arigatou," Suikari membungkuk pada teman-temannya sayangnya dia hanya bisa mengantar mereka sampai pintu rumahnya.
Padahal tadi Miyo sudah menyuruh Suikari untuk beristirahat tapi karena Suikari sekeras batu malah nekat ingin mengantarkan mereka.
"Ha'i cepat sembuh Ai-chan supaya kita dapat sekolah bersama lagi," Miyo tersenyum melambaikan tangannya berpamitan.
Hikori, Yasuhiro dan Ichi berjalan kaki menuju rumah mereka ya mereka bertiga satu komplek dan komplek mereka tidak terlalu jauh dengan rumah Suikari. Sedangkan anak perempuan mereka harus menggunakan kereta sekali lagi kecuali Miyo.
"Oy Hikori," Hikori yang berjalan didepan mundur kebelakang menghampiri senpainya.
"Nani?" Mereka berjalan beriringan Yasuhiro yang memanggilnya sibuk memperhatikan rel kereta api jauh di sebrang sana.
"Kau tau Teke-teke?" Hikori menggeleng. Ichi yang berada dibelakang mereka maju menghampiri Hikori.
"Senpai kau tau legenda itu?" Tanya Ichi.
Yasuhiro mengeluarkan buku berukuran sedang dari tasnya. Dia memberikan buku itu pada Hikori. "Bacalah."
Judul itu tertulis Teke-teke.
Sambil berjalan Hikori membaca kalimat demi kalimat yang ada di buku itu, sampai tiba dia dipertengahan cerita Ichi menepuk pundaknya.
"Hikori itu rumahmu."
"Oh ha'i minna aku duluan," Hikori berjalan masuk kedalam rumahnya sedangkan Ichi dan Yasuhiro melanjutkan perjalanan mereka.
Dirumahnya Hikori lanjut membaca legenda tentang Teke-teke.
Singkat saja Kashima Reiko adalah gadis muda yang hidup di Hokkaido. Suatu malam dia diserang oleh sekelompok pria. Mereka melecehkan dan memukuli Kashima Reiko hingga sekarat. Ia berteriak sekencang-kencangnya meminta tolong, namun hari sudah larut, tak ada yang mendengarnya. Kashima Reiko yang malang, merangkak sekuat tenaga hingga ia jatuh pingsan di jalur kereta Meishin, dan di sanalah hidupnya berakhir akibat terlindas kereta yang kebetulan lewat, memotong tubuhnya di bagian pinggang menjadi dua.
Hingga saat ini hantu Kashima Reiko yang disebut Teke-teke masih dendam karena belum menerima kematiannya, dan ia akan tetap mendatangi siapapun yang mendengar kisah naas ini dalam kurun waktu tiga puluh hari, dan coba memotong tubuh menjadi dua agar sama sepertinya.
Dalam buku yang diberikan Yasuhiro juga terdapat penangkal, ciri-ciri, kisah-kisah, dan lain-lain.
Menurut rakyat Jepang Teke-teke akan mengajukan beberapa pertanyaan jika ada orang yang tidak sengaja bertemu dengannya. Untungnya dalam buku itu ada pertanyaan yang mungkin di tanyakan Kashima Reiko berserta jawabannya.
Hikori menutup buku itu lalu melemparkannya begitu saja.
"Senpai sialan! Aku ingin buang air kecil tapi karena kisah itu aku jadi takut ke kamar mandi," Hikori kesal dengan senpai dan dirinya sendiri kenapa dia mau membaca buku itu.
Dia menyesal.
Dalam buku itu dikatakan bahwa Teke-teke bisa menemuinya dimana saja bisa dikamar mandi, ruang tamu bahkan ruangan lainnya.
Kring kring
Telpon rumah Hikori berbunyi karena mendengarnya cepat-cepat Hikori mengangkat telpon itu.
"Moshi-moshi,"
"Hikori?"
"Senpai? Ada apa?" Hikori menanggapi malas Yasuhiro.
"Dou?"
"Bagaimana apanya?"
"Kau telah membaca legenda Teke-teke?"
"Ya."
"Apa kau membaca peringatan yang ada di sampul belakang?"
"Tidak."
"Bacalah," Hikori menutup telponnya kembali lagi kekamar mencari buku yang dilempar entah kemana.
"Sial kemana buku itu?" Dia mencari ke penjuru kamar.
"Ah ketemu," Hikori duduk di bawah menatap lekat sampul belakang buku itu.
Rakyat Jepang percaya jika ada orang yang mendengar kisah dari gadis bernama Kashima Reiko orang itu akan didatangi oleh Teke-teke.
Hikori membulatkan matanya.
Sedangkan seseorang yang berada jauh dari rumah Hikori menempelkan telpon genggamnya ditelinga.
"Semoga harimu menyenangkan Hiko-kun."
To be continued