Gyan Abhiseva Wiguna tengah hidup di fase tenang pasca break up dengan seorang wanita. Hidup yang berwarna berubah monokrom dan monoton.
Tak ada angin dan hujan, tiba-tiba dia dititipi seorang gadis cantik yang tak lain adalah partner bertengkarnya semasa kecil hingga remaja, Rachella Bumintara Ranendra. Gadis tantrum si ratu drama. Dia tak bisa menolak karena perintah dari singa pusat.
Akankah kehidupan tenangnya akan terganggu? Ataukah kehadiran Achel mampu merubah hidup yang monokrom kembali menjadi lebih berwarna? Atau masih tetap sama karena sang mantanlah pemilik warna hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Fakir Senyum
Achel sudah keluar dari kamar sesuai jadwal yang Gyan buat. Dia memberanikan diri mengetuk pintu kamar Gyan. Cukup lama menunggu akhirnya sang pemilik kamar membuka pintu.
"Achel mau berangkat kuliah." Tangannya sudah menengadah.
"Berangkat bareng gua."
Hah?
"Bikin roti bakar dulu sana buat kita sarapan. Gua mau pake baju dulu." Achel hanya mengangguk.
Di dalam mobil hanya keheningan yang tercipta. Sesekali Achel melirik ke arah Gyan yang fokus pada jalanan.
"Kak Gy--"
"Hm."
"Kenapa Kak Gy masih mau merangkul Achel?" Sebuah pertanyaan membuat Gyan menatap Achel sekilas. Lalu, kembali fokus pada jalanan.
"Wawa, Amang, Opa dan Papi saja menjauhi Achel." Lirih dengan mata yang nanar.
Gyan belum menjawab pertanyaan Achel. Membiarkan gadis itu dengan segala pemikirannya.
"Kenapa gak dijawab?" Kembali Achel menatap Gyan.
"Mau gua jawab jujur?" Achel mengangguk dengan cepat.
"TERPAKSA!!"
Achel pun merengutkan wajahnya sambil memukul lengan Gyan hingga lelaki itu mengaduh. Lengkungan senyum tipis terukir di wajah Gyan ketika melihat mimik wajah Achel yang terus cemberut sambil memanyunkan bibir.
Mobil sudah berhenti tepat di depan kampus Achel. Gadis itu masih memasang mimik yang sama. Seatbelt sudah dibuka dan tangannya hendak membuka pintu, sebuah kalimat menghentikan geraknya.
"Gua lebih suka Achel tantrum daripada Achel bandel."
Perlahan Achel menoleh ke arah Gyan yang ternyata sudah menatapnya. Tubuhnya seketika menegang ketika Gyan mengusap lembut puncak kepala Achel. Bibir mungil itupun mulai melengkungkan senyum.
"Boleh Achel meminta sesuatu sebelum Achel masuk ke kampus?" Gyan mengangguk.
"Smile."
Sebuah permintaan dibarengi senyuman yang begitu lebar darinya. Namun, apa yang Gyan berikan.
"MAHAL!!"
Achel segera turun dan membanting pintu mobil dengan sangat keras hingga Gyan tertawa kecil.
Kembali mengikuti jadwal yang sudah Gyan buat. Dan akan meminta ijin jikalau ada pelajaran temabahan ataupun kerja kelompok di luar.
Hari ini ada salah satu teman Achel yang berulang tahun. Dia diajak untuk bergabung ke pesta makan-makan yang diadakan tak jauh dari kampus. Tumben-tumbenan Gyan mengijinkan. Ya, memang acaranya diaskaan selepas semua jam mata kuliah berakhir.
Tawa serta canda terdengar daei Achel dan ketiga teman kampusnya. Achel yang pandai bergaul juga cantik membuatnya dengan mudah memiliki teman. Namun, tawa Achel harus terhenti ketika masuk ke dalam tempat yang sudah mereka reservasi. Tempat private yang sudah dipenuhi banyak makanan juga minuman. De Javu mulai Achel rasakan. Bayang kejadian hampir sebulan yang lalu berputar di kepala.
Rasa takut mulai menjalar. Dia ingin pergi dari sana. Ditambah kedatangan segerombolan lelaki yang ternyata teman sekelasnya membuat Achel semakin takut. Achel sudah berniat untuk pergi dari sana, tapi pesta lebih dulu dimulai.
Achel memilih tetap di sana karena tidak sopan jika dia pergi sebelum tiup lilin sebentar. Tapi, tangannya sudah meraih ponsel dan mengetikkan sesuatu.
"Kak Gy. Jemput Achel sekarang."
Achel mengirimkan lokasi terkini dirinya berada. Namun, pesan itu cukup lama dibalasnya. Acara tiup lilin sudah selesai dan mereka bersulang minuman yang sudah ada di atas meja. Gelas yang Achel pegang berita alkohol. Achel memilih tak meminumnya.
"Kenapa enggak diminum?"Achel menggeleng.
Bukannya menghargai keputusan Achel, temannya itu malah membujuk Achel untuk minum.
"Enggak. Aku enggak mau."
"Sedikit mah enggak akan mabuk, Chel."
Di tengah paksaan dan gelas sudah teman Achel arahkan ke bibir, suara seseorang terdengar.
"Hentikan!"
Mata Achel mulai berair ketika seorang lelaki yang memakai kemeja hitam berjalan ke arahnya dengan langkah lebar. Menatap wajah Achel sesaat. Lalu, menarik lengannya menjauh dari ruangan tersebut. Tak ada kata hanya wajah yang terlihat tidak suka.
"Kak Gy, Achel enggak tahu kalau di restoran itu--"
"Ijin dari gua jangan lu telan mentah-mentah, Chel," tekannya.
"Harusnya lu cari tahu tempatnya. Hape lu udah pinter, tapi otak lu masih aja bloon." Achel terdiam. Tak menjawab ataupun menyanggah perkataan pedas dari Gyan.
"Maaf."
Gyan hanya diam saja. Tak ada jawaban apapun dari lelaki yang sudah terlihat marah itu. Mobil sudah berhenti di depan apartment. Gyan menyuruh Achel untuk masuk.
Achel yang merasa bersalah mulai menunggu Gyan pulang. Sengaja belajar di ruangan depan. Sampai jam sepuluh malam Gyan tak kunjung pulang. Sedangkan matanya sudah tak sanggup untuk begadang.
Kedua alis Gyan menukik tajam ketika melihat Achel tertidur dengan posisi duduk dan kepala berada di atas meja. Hembusan napas kasar keluar dari bibir Gyan. Ditatapnya Achel yang tengah tertidur secara seksama.
"Lu terlalu polos, Chel."
Dengan sangat hati-hati, Gyan mengangkat tubuh Achel ala bridal. Tanpa Gyan duga mata Achel mulai terbuka. Manik mata mereka pun bertemu.
"Maafin Achel." Suara yang begitu pelan dan lirih.
Gyan mengangguk pelan dan seulas senyum terukir di wajah cantik Achel. Perlahan, tangannya mulai melingkar di leher Gyan dan membuat lelaki itu membeku.
.
Gyan menatap langit kamar dengan pikiran jauh melayang. Ucapan William terngiang di kepala.
"Saya senang deh, Pak. Walaupun katanya kepala Bapak mau pecah ngadepin perusahaan dan anak nakal, Bapak mulai bisa tersenyum walaupun begitu samar."
William yang tahu segala tentang Gyan. Termasuk, kisah percintaannya. Setahun pasca putus, Gyan menjelma menjadi manusia fakir senyum. Setiap hari dirinya selalu melihat wajah tanpa ekspresi dari sang atasan seperti.orang depresi. Terus bekerja walaupun dia sudah kaya.
Gyan meraih ponsel. Membuka pesan yang sudah masuk ke aplikasi pesan atas nama bocah tantrum. Sticker wajah Achel yang seperti ikan buntal akan selalu Achel krimkan jika tengah kesal kepadanya.
"Ternyata waktu banyak merubah diri lu."
.
Seperti biasa ketukan pintu di pagi hari terdengar. Achel meminta uang saku. Senyum gadis itu seperti vitamin di pagi hari. Ketika Achel sudah pergi, seulas senyum hadir di wajahnya.
Dahi Gyan mengkerut ketika sudah ada roti bakar di atas meja makan dengan catatan kecil di bawah piringnya.
"Maafin Achel yang bloon ini."
Gyan pun tertawa. Semua benda tak bergerak di rumah Gyan pasti begitu terkejut mendengar suara tawa yang sudah lama tak ada. Hunian itu sudah kehilangan kebahagiaannya.
Menyantap roti bakar buatan Achel dengan sekaleng kopi favoritnya. Dentingan ponsel terdengar dan Gyan segera meraihnya.
"Jangan lupa sarapan."
Senyum kembali terukir. Tangannya mulai menari di atas layar ponsel. Dan si pengirim pesan sudah menunggu balasan.
"Hm."
Dua huruf yang membuat Achel berdesis bagai ular. Dan memasukkan ponselnya ke dalam saku dengan wajah yang sudah ditekuk begitu jelek.
Achel menyandarkan tubuhnya di kursi bus. Teringat akan wajah tampan Gyan semalam yang menggendong tubuhnya.
"Kadang baik, kadang judes, kadang galak. Tapi, dia selalu tampan."
...*** BERSAMBUNG ***...
Coba atuh tinggalin komennya .. Sedih banget asli komennya enggak adaan.
masih bertanya" dalam hati
adegan agak dewasa
hehehee
lanjut trus Thor
semangat
semangat kak doble up nx💪