Ketidaksengajaan serta pengorbanan dalam sebuah kecelakaan membuat Alena langsung meninggal dan malah mengantarkan nyawa gadis itu dengan bertransmigrasi ke dalam salah satu novel favoritnya. Alena hanya menjadi adik dari salah satu teman protagonis pria—figuran. Dia hanya seorang siswi sekolah biasa, tanpa keterlibatan novel, dan tanpa peran.
Tapi, plotnya hancur karena suatu alasan, hidupnya tidak semulus yang dia bayangkan. Dia membantu masalah semua tokoh, namun di tengah itu, hidupnya tidak aman, ada orang yang selalu ingin mencelakainya.
____
"Aku memang bukan siapa-siapa di sini, tapi bukan berarti aku akan membiarkan mereka menderita seperti alurnya."—Alena.
~•~
note:
- author 'I Am A Nobody' di wp dan di sini sama
- Tokoh utama cerita ini menye-menye, lebay, dan letoy. Jadi, ga disarankan dibaca oleh org yg suka karakter kuat dan ga disarankan untuk org dewasa 20+ membacanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febbfbrynt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Antagonis Wanita
Audrey Caresa Addison, putri pertama keluarga Addison. Keluarga yang termasuk kedua besar terkaya. Namun, dia adalah sosok yang dingin kepada keluarganya serta kepada siapapun.
Audrey mempunyai masa lalu yang kelam karena kehilangan seseorang yang sangat dia sayangi. Yaitu, adik perempuannya. Saat adiknya masih ada, Audrey adalah sosok yang ceria, hangat, dan ramah.
Adiknya yang bernama Claudia keana Addison. Sosok secantik kakaknya, yang berbeda dua tahun dengan Audrey. Namun, karena suatu kejadian, di mana Claudia sakit dan baru diketahui keluarganya ketika kanker paru-paru mencapai stadium 3.
Keluarganya terlalu sibuk bekerja, sehingga penyakit Claudia tidak diketahui dari awal. Ketika Claudia di bawa kerumah sakit, hanya dua minggu di rawat, kankernya ternyata sudah memasuki stadium akhir. Lalu, seminggu kemudian, Claudia sudah tidak bisa tertolong. Dia meninggal di usia 10 tahun.
Itulah mengapa Audrey sangat dingin kepada keluarganya. Mereka tidak bisa menjaga adiknya. Audrey berpikir, andai dari awal penyakit Claudia di ketahui, adiknya pasti selamat.
Setelah kematian putri bungsunya, orang tua Audrey tidak lagi terlalu sibuk bekerja, sehingga mereka mempunyai waktu luang untuk putri mereka yang masih ada. Namun, sayangnya terlambat. Di tambah saat itu teman masa kecil Audrey yang sangat dia cintai sudah tidak hangat lagi.
Audrey sangat depresi, dan saat itulah sikapnya berubah 180°. Yang awalnya ramah dan baik, menjadi dingin dan tak tersentuh. Kecuali, kepada seorang Andreas Jonathan Ramata. Dia akan selalu tersenyum kepada protagonis pria itu, walaupun di balas tatapan dingin.
Tapi, Audrey tidak menyerah. Dia akan selalu mengejarnya.
***
Saat ini Alena sedang berada di perpustakaan. Ia sedang mengingat tentang kehidupan Audrey. Walaupun dia memang dingin, tapi Alena tidak akan menjauhinya.
Sebenarnya, dia adalah sosok yang baik dan kesepian di balik wajahnya yang tidak peduli apapun. Dan ternyata Alena baru mengingat bahwa Dhita dan Risha adalah teman Audrey sejak SMP.
Walaupun memang awalnya sedikit takut dengan tatapan Audrey, tapi mereka tidak menyerah. Sampai di mana, sikap Audrey berubah dan sedikit merespon ketika diajak berbicara.
Alena jadi teringat ketika Dhita memperkenalan Audrey.
Flashback on
Alena membeku di tempat ketika mendengar nama orang di depannya. Dhita dan Risha terlihat heran dengan dia.
"Len, kenapa?" tanya Dhita membuat gadis yang sedari menatap lurus ke depan, langsung menoleh ke arah Alena dan mengamatinya membuat Alena tegang.
"H-ai ... a-aku Alena Valencia Alvarendra."
Alena langsung mengulurkan tangan ke arahnya. Dia hanya melihat tangan Alena dan mengangkat alis. Lalu, menerimanya sedetik tanpa mengucapkan apapun. Tatapannya kembali ke depan. Dengan kaku, Alena duduk di sebelahnya.
"Eh, Len. Lo tau gak? Kemaren, pas lo gak ada di kelas, lo sama cewek kemarin yang numpahin bakso ke baju lo, sempet jadi gosip, lho. Apalagi, tu cewek numpahin es ke bajunya Andreas." Dengan muka gosipnya, Dhita memberitahu Alena yang diangguki Risha.
Alena hanya diam mendengarkan. Pantas saja, ketika ia masuk kelas, mereka langsung menatapnya.
Audrey yang sedari tadi diam langsung menoleh ke arah ketiganya. Alena menduga atensinya tertarik setelah mendengar nama Andreas.
"Siapa?" tanyanya dengan nada dingin, tapi itu membuat mereka bingung. Siapa apanya?
Audrey yang melihat keterdiaman mereka, menghela nafas kesal. "Siapa yang numpahin es ke baju Andreas?" tanyanya lagi dengan nada datar. Alena, Dhita dan Risha yang mengerti langsung ber oh' ria.
"Eum ... itu ... siapa ya? gue lupa." Dhita terlihat berfikir dengan telunjuk di dagu.
"Kalo gak salah, gue denger namanya Latasha," jawab Risha santai.
Alena lihat, setelah Audrey mendengar jawaban Risha, ekspresinya semakin dingin. Lalu, dia menatap ke depan lagi membuat Ditha dan Risha bingung dengan responnya, kecuali Alena tentunya.
Flashback off
Latasha Alqueena Kenzie, adalah nama tokoh utamanya, jadi tidak heran Audrey menjadi lebih dingin ketika mendengar nama gadis itu. Menurut Audrey, Latasha adalah 'orang yang harus disingkirkan.' Begitulah, apa yang dikatakan Audrey di novel. Tidak beda jauh dengan semua antagonis di semua novel yang ingin menyingkirkan tokoh utama wanita hanya untuk mendapatkan protagonis pria.
Tapi, caranya berbeda dari antagonis lain, yang lebih ke 'Bullying'. Audrey mempunyai caranya sendiri.
Sekarang, mereka bertiga pergi ke kantin. Alena sengaja tidak ikut, dan langsung pergi ke sini. Alena ingin membaca sesuatu untuk menenangkan diri.
Awalnya, Alena tidak tahu letak perpustakaan ini. Tapi, ia bertanya kepada seorang kakak kelas ketika menuju ke tempat itu. Ia juga sempat berkeliling.
Perpustakaan ini benar-benar luas. Belasan rak-rak buku dengan ukuran tinggi yang sama, berjajar memadati ruangan. Meja dan kursi untuk membaca buku, tertata hampir di setiap himpitan rak.
Banyak jenis buku pelajaran dari yang tebal sampai tipis yang memenuhi urutan rak. Di sini juga terdapat novel yang sebagian besar tentang ilmu pengetahuan hanya beberapa saja novel fiksi remaja ataupun fantasi.
Sepertinya, Alena akan rajin berkunjung di sini. Suasananya sangat sunyi, walaupun tidak sedikit siswa-siswi yang berada disini. Ada seorang lelaki paruh baya berjaga di depan perpus.
Sudah 15 menit ia di sini, dan sudah dua buku pelajaran pula ia membaca tanpa menyelesaikannya. Hanya yang terpenting saja.
"Lo sendirian?"
Dalam kesunyian, pertanyaan seseorang dari samping membuat Alena berjengit kaget. Saat menoleh, ia mendapati Deva yang sudah duduk di sampingnya.
"E-h, iya," jawanya sedikit canggung. Alena tidak menyangka dia ada di sini.
Deva mengangguk dan mengambil sebuah buku di rak belakang punggungnya. Melihat-lihat isi buku tanpa dibaca, Alena hanya memperhatikannya dengan bingung.
Deva menoleh karena merasakan tatapan Alena. Dengan alis terangkat, dia bertanya. "Kenapa?"
Alena mengalihkan pandangan ke buku di tangannya. Ia menggeleng. "N-ggak pa-pa,"
Alena mencoba untuk tidak melihat ke arah Deva lagi, dan ia mencoba untuk tidak peduli.
"Lo gak ke kantin?"
Alena kembali menoleh dan menatap wajahnya yang datar. "Enggak. Aku lagi pengen baca buku."
Merasa canggung dengan suasana, Alena balik bertanya. "E-um ... terus, kakak gak ke kantin?"
Deva terdiam menatap gadis di depannya sembari tersenyum tipis. Alena mengerjap terkejut melihat lengkungan itu. Eh, aku salah lihat kan?
"Nggak, gue juga lagi pengen ke tempat ini. Gue—"
Bruk! Suara buku jatuh memotong ucapan Deva. Keduanya menoleh bersamaan ke arah suara.
Alena melihat seorang gadis berjongkok mengambil buku yang jatuh berserakan. Saat dia mendongak ke arahnya dan Deva, rautnya terlihat kaget, begitu pun Alena sendiri yang sama-sama kaget setelah tahu siapa itu.
Dia Latasha.
"E-h, maaf. A-ku ganggu ya?" Latasha tersenyum canggung melihat ke arah keduanya.
Alena menoleh ke Deva yang tidak bereaksi apapun. Saat dia balik menatap, Alena langsung membuang pandangan.
Lalu, Alena beranjak menghampiri Latasha. "Gak pa-pa, kok. Aku bantu ya?"
Tanpa menunggu jawabannya, Alena mengambil dan merapikan buku dan memberikannya kepada Latasha.
Latasha tersenyum tidak enak. Melirik Deva sekilas, ia berkata. "Maaf, ya, ngerepotin. Aku juga sempat ngeganggu kamu sama dia."
Alena mengerutkan kening mendengar ucapannya. Tapi, ia langsung menggeleng pelan dan tersenyum. "Gak pa-pa, kok. Kamu kenapa bawa buku sebanyak ini?"
"Oh, ini ... aku mau bawa buku-buku ini ke kelas buat pelajaran setelah istirahat."
Alena menatap tumpukan buku di tangannya dengan ragu. "Buku sebanyak Ini?"
Latasha mengangguk.
Emang gak ada cowok di kelasnya? Alena membatin heran.
"Mau aku bantu bawa ke kelas? Ini banyak lho," tawar Alena sambil menunjuk tumpukan buku yang hampir mencapai dagu Latasha.
"Beneran?" Dia bertanya dengan senyum merekah.
Alena mengangguk dan mengambil setengah buku di tangannya. Lalu, ia menoleh ke arah Deva yang tengah menatap Latasha dengan ... dingin? Alena mengangkat bahu tidak peduli.
"Kak Deva, aku mau nganterin dia dulu, ya. Kasihan kalo dia bawa buku banyak gini sendirian." Alena merapikan buku di tangannya dan menatap Deva sembari tersenyum. "Aku pamit, ya."
Deva terlihat terdiam sebentar menatap Alena. Lalu mengangguk singkat.
Alena menoleh ke arah Latasha. "Ayo."
Latasha mengangguk.
Keduanya keluar dari perpustakaan. Sebelumnya, Alena sempat berpamitan kepada penjaga perpus.
"Kamu yang kemarin ke tumpah bakso aku, ya? Maaf ... aku gak sengaja," ujar Latasha tiba-tiba dengan nada sedih saat keduanya tangah berjalan menuju kelas.
Alena menoleh cepat ke arahnya dan menggeleng. "Eh, gak pa-pa, kok! Gak usah minta maaf. Aku juga tahu kamu gak sengaja."
"Makasih." Wajah sedihnya langsung mencerah. "Aku belum tahu nama kamu. Kenalin, nama aku Latasha Alqueena Kenzie." Latasha menyodorkan tangan. Sedangkan, tangan lainnya menampung buku.
Alena tersenyum dan melakukan hal sama untuk menerima tangannya. "Aku Alena Valencia Alvarendra."
Dia mengangguk seraya tersenyum. Alena tidak tahu, apakah itu ilusi atau bukan, Latasha terlihat tersenyum sedikit ... aneh? Kami melepaskan tangan yang berkaitan. Lalu, melanjutkan berjalan yang sempat berhenti.
"Oh, iya. Kelasnya di mana?" tanya Alena penasaran.
"Kelas X IPA I. Tuh, kelasnya udah keliatan," jawabnya sembari menunjuk ke depan kelasnya, yang tidak jauh dari kelas Alena.
Alena mengangguk. Ia melihat arloji, lima menit lagi istirahat akan selesai. Setelah sampai di depan kelasnya, ia memberikan dan menyimpan buku di atas buku yang Latasha bawa.
"Makasih, ya, Alena." Wajahnya penuh syukur.
Alena mengangguk sembari tersenyum. "Sama-Sa—"
"Alena? Lo ngapain sama dia?"
Pertanyaan datar di belakang membuat keduanya menoleh. Alena mendapati kedua temannya dan ...
... Audrey yang menatap dengan dingin.