Shinkai. Sosok lelaki berusia 25 tahun. Ia tinggal di sebuah rumah sewa yang terletak tepat di sebelah toko bunga tempat ia berada saat ini. Toko bunga itu sendiri merupakan milik dari seorang wanita single parent yang biasa dipanggil bu Dyn dan memiliki seorang anak laki-laki berusia 12 tahun. Adapun keponakannya, tinggal bersamanya yang seringkali diganggu oleh Shinkai itu bernama Aimee. Ia setahun lebih tua dibanding Shinkai. Karena bertetangga dan sering membantu bu Dyn. Shinkai sangat dekat dengan keluarga itu. Bahkan sudah seperti keluarga sendiri.
Novel ini memiliki genre action komedi yang memadukan adegan lucu yang bikin tertawa lepas, serta adegan seru yang menegangkan dari aksi para tokoh. Adapun part tertentu yang membuat air mata mengalir deras. Novel ini akan mengaduk perasaan pembaca karena ceritanya yang menarik.
Yuk, baca kisah lengkap Shinkai dengan aksi kerennya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10
“Apa yang kau lakukan dasar lelaki busuk!”
Pagi-pagi sekali. Aimee langsung mendobrak pintu rumah Shinkai dan mendapati seorang gadis tertidur lelap di sofa. Berawal dari dini hari tadi. Aimee terbangun dan sulit untuk tidur lagi. Akhirnya ia melukis vas kaca sambil menunggu rasa kantuknya kembali. Rumah bu Dyn dan rumah Shinkai dipisahkan oleh toko bunga di tengah-tengahnya. Namun, karena toko bunga lebih banyak dinding kaca, jadi rumah Shinkai bisa terlihat dari rumah bu Dyn. Terutama kamar Aimee yang jendelanya menghadap rumah itu.
Pada saat itulah itu melihat Shinkai yang berdiri sambil menutup hidung. Lalu ada seorang gadis yang datang mendekat. Sangat jelas bahwa itu adalah gadis kecil yang jauh lebih muda dibanding Shinkai. Namun karena tidak mungkin ia menciptakan keributan di jam segitu, maka ia memilih untuk tidur dan menunggu esok pagi. Sekalipun sebenarnya ia sama sekali tidak tidur sampai matahari terbit.
“Ada apa? Kau bangun pagi lagi. Ya, kau selalu bangun pagi setiap ada sesuatu yang tidak beres,” ucap Shinkai. Ia sedang membuka seluruh jendela rumah untuk menghalau bekas aroma jeruk yang membandel.
“Otakmu yang tidak beres. Apa-apaan itu?” seru Aimee sambil menunjuk May yang tengah terlelap di sofa.
“Itu gadis kecil. Kenapa?”
“kenapa dia tidur di sini?”
“Bukankah perempuan memang kurang bagus kedinginan di luar?”
“Bukan itu masalahnya!”
“Ah, iya. Aku dapat upah berlian merah muda. Ini untukmu saja.”
Bukannya senang, Aimee justru semakin murka dengan berlian itu, “Dasar laki-laki busuk! Kamu mencoba membungkam mulutku dengan benda ini?”
Shinkai mengernyitkan dahi, kebingungan.
“Apakah memakai berlian di mulut sedang tren di kalangan perempuan?”
Aime berteriak dan mengamuk hingga bu Dyn muncul. Sedangkan Aimee masih tertidur pulas tanpa mengetahui ada badai besar yang terjadi.
“Ada apa pagi-pagi sudah ribut begini?” tanya bu Dyn.
Aimee sudah kehabisan kata-kata. Ia membiarkan Shinkai saja yang menjawab.
“Entahlah. Mungkin Aimee butuh tidur. Lihat saja kantong matanya yang hitam itu,” jawab Shinkai.
Tatapan tajam terus diarahkan Aimee pada Shinkai.
“Apa yang tejadi, Shin? Siapa gadis itu?”
Shinkai menceritakan tentang dirinya setelah menambang berlian. Namun saat hujan turun, ia melihat gadis kecil yang pingsan di tengah jalan. Karena hari huja dan jalanan sepi, maka Shinkai membawanya pulang. Awalnya, ia akan menitipkannya di rumah bu Dyn. Akan tetapi tidak ada satupun yang bangun dan membuka pintu. Sedikit diubah untuk menjaga rahasia pertarungan dengan Hoshi. Ditambah jika Shinkai memberi tahu bahwa ia menemukan May di tengah hutan sendirian. Gadis kecil mana yang akan nekat bermain sendirian di tempat berbahaya itu.
“Jadi seperti itu. Aimee hanya salah paham. Kamu hanya menyelamatkan gadis kecil itu,” ujar bu Dyn.
“Itulah, belum bertanya tapi sudah meledak. Bahkan gunung berapi pun takluk sama kamu,” ujar Shinkai pada Aimee.
“Tetap saja, sangat tidak layak membawa anak perempuan di rumah yang isinya hanya om-om aneh sepertimu.” Aimee membela diri.
“Kau lebih tua dariku, tante.” Shinkai membalas.
“Hanya itu caramu melawanku, hah? Kita hanya berbeda setahun. Ingat, satu tahun!” seru Aimee semakin panas.
“Kau lebih tua dariku, ingat? Kau lebih tua!” lanjut Shinkai tidak mau kalah.
“Siapa yang mau sarapan dengan udang besar?” Bu Dyn menawarkan, sekaligus membenam keributan.
“Aku!”
Belum sempat Shinkai dan Aimee menjawab, ternyata sudah dilangkahi oleh May. Lihatlah, gadis kecil itu malah sudah duduk manis di sofa entah sejak kapan. Semua orang menoleh. Kemudian suara perut May memecah sunyi. Dia kelaparan.
___ ___ ___
May menyebut dirinya sebagai gelandangan sebatang kara. Sehari-hari, ia hanya berjalan tak tentu arah sambil membantu apapun yang diperintahkan orang lain. Shinkai tidak yakin dengan cerita May. Namun ia yakin bahwa gadis kecil itu bukanlah sebuah ancaman.
Sejak hari itu, May akan tinggal di sebuah ruangan kosong di belakang toko bunga. Itu adalah ruangan yang biasanya digunakan oleh mendiang suami bu Dyn untuk bekerja, berkumpul dengan teman atau sekadar merebahkan penat. Seharusnya ia bisa tinggal di rumah bu Dyn karena masiih ada ruang kosong. Namun ia menolak dan lebih memilih ruangan kosong itu.
“May beneran jago meracik parfum, ya. sekarang toko ini benar-benar wangi dan menenangkan. Aku baru tahu berbagai jenis bunga ini bisa digunakan untuk membuat parfum dengan alami,” ujar bu Dyn memuji.
Di sisi lain, Shinkai tengah bersidekap sambil melirik May dari pojok. Bagaimana tidak. parfum yang digunakan di toko itu memang beraroma yang memanjakan hidung. Ia merasa ditipu setelah mencium aroma jeruk mematikan itu.
“Ah, biasa saja. Aku bisa membuat lebih banyak lagi agar bisa menjadi barang jual tambahan,” ucap May, bersemu merah.
Di sisi lain, Shinkai terus merasakan jengkel. Neptune menatap heran padanya.
“Dia malah tersipu begitu. Mentang-mentang bu Dyn sudah memberikannya makanan enak,” gumam Shinkai.
“Makanan enak apa itu, Kak Shin?” tanya Neptune. Lauk udang itu sudah habis saat ia masih tertidur. Bu Dyn meminta mereka untuk tutup mulut dan menghilangkan jejak bekas udang itu. sebab jatah udang Neptune telah diberikan kepada May.
“Udang besar panggang. Rasanya seperti surga dunia,” ujar Shinkai tanpa pikir panjang, fokusnya sedang berada pada rasa jengkel terhadap May.
“Kak Shin makan di tempat kerja?” tanya Neptune
.
“Bukan. Di rumahmu. Lauk lezat buatan ibu, bocah!”
“Lalu, kenapa aku hanya makan dengan lauk telur setengah matang?”
“Itu karena_” sesaat, Shinkai menyadari ucapan yang seharusnya ia rahasiakan. Namun Neptune sudah telanjur berkaca-kaca.
Shinkai menepuk dahi. Kali ini ia menepuk yang tidak terluka.
Anak itu berlari ke arah ibunya dan melontarkan beberapa kata yang dilanjutkan dengan menujuk Shinkai. Ia berpura-pura tidak melihat. Namun ke arah manapun ia menghadap, tatapan tajam Aimee selalu menghantuinya. Tanpa menghadap sana pun, ia tahu bagaimana ekspresi Aimee saat ini padanya.
“Shin,” panggil bu Dyn.
Sebuah keberuntungan karena yang memanggilnya bukan suara nenek sihir Aimee. Suara bu Dyn masih lembut dan akan selalu seperti itu. ia sama sekali tidak pernah melihat bu Dyn marah. Hal itu pula yang menjadi penyebab Neptune menjadi anak manja. Ia kerap kali diejek teman-temannya dengan sebutan Si Anak Manja Ratu Bunga. Bukan berarti tanpa ketegasan. Tutur bu Dyn memang lembut. Namun ketika Neptune berbuat salah dan harus dihukum, maka bu Dyn akan melakukannya dengan tindakan. Sekalipun wajahnya tersenyum. Beberapa kali mereka mendapati Neptune sedang dipukul oleh ibunya. Terkadang sampai menyisakan bekas lebam. Seharusnya, Neptune bukan sepenuhnya anak manja.
“Iya?”
“Ke sini sebentar.”
Shinkai berjalan cepat ke arah orang-orang itu berkumpul. Terbersit pukulan bu Dyn ketika menghukum Neptune. Apakah ia akan dipukul juga?