Xaviera marcella, Remaja usia 17 tahun harus menerima nasib yang buruk. di mana dia tinggal di panti asuhan, selalu dibully dan dijauhi. ia tumbuh menjadi gadis yang pendiam. suatu hari, ia bermimpi bertemu dengan gadis cantik yang meminta pertolongan padanya. itu berlangsung sampai beberapa hari. di saat ia sedang mencari tahu, tiba-tiba kalung permata biru peninggalan ibunya menyala dan membawanya masuk ke sebuah dimensi dan ia pun terhempas di jaman peradaban. hari demi hari ia lalui, hingga ia bertemu dengan gadis yang ada di mimpinya. ternyata gadis tersebut merupakan seorang putri dari negeri duyung. ia pun dijadikan pengawal utama untuk melindungi putri duyung itu.
gimana kisah selanjutnya? akankah Xaviera mampu menjaga putri duyung itu? ikuti kisah selanjutnya hanya di sini🥰
NO PLAGIAT!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Fantasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keanehan kalung permata
Xaviera mengagumi kekuatan penyembuhan dari Debbara, namun saat ia memperhatikannya Debbara hanya melihatnya dengan sekilas lalu melangkah pergi. di saat kedianya terdiam, langkah Debbara terhenti dan kepalanya sedikit memutar untuk melihat Xaviera yang sedang terduduk di belakangnya.
"Terima kasih karena sudah menyelamatkanku, aku sudah menyembuhkanmu.. dan ya Anvi, dia boleh tinggal di sini. siapkan kamar untuknya."
Perkataan Debbara tersebut membuat Anvi tersenyum lebar, "Terima kasih tuan putri." Debbara tidak menjawab lagi lalu pergi meninggalkan mereka. terlihat Xaviera masih terdiam sembari terus menatap kepergian Debbara. Anvi segera membantunya berdiri, Xaviera pun tersadar dan menerima uluran tangan darinya.
"Kamu hebat sekali Xaviera, beruntung kamu menolong kami.. kalau tidak entah apa yang terjadi."
Xaviera pun terdiam ketika mendengar kalimat terima kasih dari Debbara dan juga Anvi, ada sedikit rasa kebahagiaan yang ia rasakan ketika menolong orang dan orang yang ditolongnya berterima kasih padanya. ia pun tersenyum haru ketika menatap Anvi, pertama kalinya ia mendengar kalimat itu dengan tulus. biasanya tidak ada yang mengatakan hal seperti itu ketika di dunianya. ia pun menerima uluran Anvi dan berdiri perlahan. ia merasakan tubuhnya kembali pulih semula tidak ada rasa sakit sama sekali.
"Kamu sudah diizinkan tuan putri untuk tinggal di sini, aku akan siapkan kamar untukmu. jika kamu lelah bisa istirahat sementara di kamarku ya." ujar Anvi dengan ramah.
"Baik nona Anvi, terima kasih."
Anvi pun pergi untuk menyiapkan kamar untuknya, sementara Xaviera sedang memikirkan sesuatu sembari memperhatikan istana yang besar dihadapannya itu yang ia ketahui hanya ditempati oleh Debbara seorang. ada sebuah dorongan jika ia harus masuk ke istana tersebut. ia melihat tidak ada seorang pun di sana, jadi ia memutuskan untuk mengikuti kata hatinya. perlahan, ia mulai masuk ke area istana yang di mana ada celah pintu masuk yang terbuka sehingga ia bisa dengan mudah masuk ke sana.
Ia syok ketika sudah memasuki istana tersebut benar-benar luar biasa seperti ada alam di dalam rumah. ada sungai buatan yang mengalir, ada tangga yang meliuk menjulang tinggi serta yang lainnya. lama ia memandangi dengan penuh takjub, lalu ia merasakan kalungnya bersinar tapi ia tidak dalam keadaan terdesak atau terluka. kalungnya tiba-tib terasa berat dan seakan ingin menarik tubuhnya.
"Aduh, kenapa kalungnya tiba-tiba jadi seperti ini? kenapa tubuhku seperti dikendalikan,, eh.. eh.."
Tubuh Xaviera mulai bergerak sesuai dengan arahan dari kalung tersebut. awalnya ia ingin menghentikan tubuhnya sendiri namun tidak bisa. kakinya terus melangkah maju menaiki tangga meliuk, ternyata tangga itu sangat membingungkan bagi pengguna kaki sampai ia sendiri kebingungan mengambil langkah. tapi tak lama ia pun berhasil melewatinya.
Xaviera terus berusaha menghentikan tubuhnya seakan saling tarik--menarik dengan seseorang, "Hentikan, aduh.. hentikan.." lirihnya untuk menghentikan pergerakan tubuhnya sendiri. namun tarika ditubuhnya seakan kuat jadi ia sendiri pun ikut terseret. namun seketika tarikan pada tubuhnya menghilang, ia pun berhenti di sebuah pintu yang entah itu ruangan apa.
"Pintu apa ini? kenapa kalung ini berhenti di sini?" kalungnya terutama permata biru semakin menyala ketika ia dekatkan pada pintu tersebut. Xaviera pun penasaran akan isi ruangan tersebut. entah darimana ia menjadi berani masuk ruangan orang tanpa izin. dengan hati-hati ia mendekatkan tangannya menuju knop pintu.
"Sedang apa kamu di sini?!"
"Haa..." Xaviera pun seketika berbalik badan karena terkejut, di sana sudah ada Debbara yang menatap tidak suka padanya. karena sudah tertangkap basah, Xaviera hanya bisa memasang wajah sendu untuk meminta maaf padanya.
"Mm-mmaafkan aku Debbara, aku.. aku tidak sengaja masuk ke sini. tubuhku, seakan ditarik menuju pintu ini." ujarnya dengan jujur.
Namun Debbara sepertinya tidak percaya padanya, dengan gaya angkuhnya ia menatap Xaviera dengan tajam. "Kelas bawah sepertimu tidak pantas menaiki ruangan ini! dan kau memanggilku hanya nama? panggil aku Tuan putri, paham?!"
Xaviera pun segera mengangguk patuh, "Bbaik, Deb-.. ehh maksudku, Tuan putri."
"Jangan hanya karena aku mengizinkanmu tinggal di sini, bisa seenaknya keluar masuk istana ini. ini hanya untuk wilayahku, kau boleh masuk jika ada perintah dariku!" tegasnya lagi.
"Euu.. eumm.. baik tuan putri."
Debbara pun menghilang seketika membuat Xaviera menghela nafas leganya karena tidak dimarahi lebih lanjut. ia pun meninggalkan area tersebut, namun ia masih penasaran akan ruangan dibalik pintu tersebut. tapi ia tidak mau membuat pemilik isna ini marah, jadi mau tidak mau harus mengenyampingkan egonya. saat sudah di luar istana, terlihat Anvi menghampirinya.
"Xaviera.. kamarmu sudah jadi."
"Benarkah?"
"Ayo aku tunjukkan kamarmu."
Xaviera tersenyum simpul sembari mengangguk, mereka berdua pergi ke suatu tempat yang mana itu sebuah kamar untuk Xaviera tempati. dan tak lama, mereka pun berhenti di sebuah pintu kayu yang tertutup, Anvi segera memutar badan menghadap pada Xaviera. "Ini kamar untukmu, ayo masuk." Anvi membuka pintu kayu tersebut dan menampilan sebuah kamar bertema klasik yang berdindingkan batubata serta properti semuanya dari kayu. ada kasur dengan dipan kayu yang cukup untuk Xaviera tidur.
"Sekarang kamu bisa tidur di sini, kalau perlu apa-apa bisa bertanya padaku."
Xaviera pun mengamati setiap pojok kamar, lalu ia berbalik dan tersenyum pada Anvi. "Terima kasih karena sudah memberikan kamar ini untukku,"
"Oh untuk itu tuan putri yang memberi, aku hanya menjalankan perintah saja."
"Ngomong-ngomong, apa kamu hanya sendiri di sini yang menjadi pengikut putri.. sebenarnya kalian berasal dari mana? aku yakin kalian bukan berasal dari sini."
"Ada yang mengganggu pikiranmu Xaviera?"
Xaviera mendadak terdiam mendengar Anvi berbicara hal itu padanya, Anvi pun mulai menjawab pertanyaan Xaviera barusan. "Iya, kami bukan berasal dari sini.. kami berasal dari negeri yang jauh, negeri para duyung.. kami di sini lebih tepatnya tuan putri ingin mencari suasana baru namun ia tidak suka dengan banyak pengawal. dan aku menjadi pelayan paling dekat dengan tuan putri. maka dari itu, kami hanya berdua di sini."
"Ouh, seperti itu.. pantas saja tidak ada siapapun di sini selain kalian. mengenai tuan putri, kenapa dia bersikap seperti itu? seperti angkuh dan sombong."
"Tuan putri memang seperti itu, sikapnya muncul sebab ia selalu sendirian dikarenakan tidak pernah berbaur dengan siapapun. karena dia dari kalangan bangsawan, ia menganggap bahwa derajatnya lebih tinggi dan tidak pantas untuk bergaul apalagi berteman. ia hanya menerima ketika sesamanya saja. maklumi saja ya, jika ada sikap tuan putri yang mengganggumu anggap saja angin lalu." jelas Anvi.
Xaviera pun terdiam lalu mengangguk karena memahami yang Anvi bicarakan, "Ya sudah, aku pergi ya.. kamu istirahat saja." saat Anvi berbalik, dan mulai melangkah.. tiba-tiba saja ada sesuatu yang muncul di otaknya. ia pun kembali memanggil Anvi dan menghentkan langkahnya.
"Tunggu.." Xaviera melangkah maju ke depan menghadap Anvi kembali. "Maaf nona Anvi, aku sebenarnya masih belum paham dengan semua ini. mengenai permata ini, kekuatan, antara dan lainnya. apakah kau bisa mengajariku untuk menguasai kekuatan permata ini? lalu aku juga ingin belajar teknik penyembuhan seperti yang dikuasai tuan putri. kumohon nona Anvi, jadikan aku muridmu.."
Anvi pun terdiam ketika Xaviera memohon untuk diajarkan ilmu permata serta mantra. ia sedikit ragu jika dia akan menguasai kekuatan apalagi gen mereka berbeda. XAviera seorang manusia seutuhnya. namun melihat raut wajah serius serta semangatnya membuat Anvi tersenyum.
"Baiklah, aku akan mengajari soal mantra. tapi aku hanya bisa mengajarimu ketika malam hari setelah bebas tugas."
"Aku siap kapanpun nona Anvi, terima kasih karena sudah menerimaku menjadi muridmu."
Anvi pun hanya tersenyum, lalu menganggukkan kepalanya. ia pun segera pergi dari sana kalli ini tidak ada yang menghalangi. setelah kepergian Anvi, Xaviera mentup pintu kayu tersebut lalu menguncinya. pertama hal yang ia lakukan yaitu membuka lemari kayu, ternyata di sana sudah tersimpan baju-baju. namun saat ia keluarkan, itu seperti pakaian prajurit kerajaan ala-ala film Hollywood. tapi ukurannya sangat besar sekali.
Ia pun mencari sebuah benda yang akan ia gunakan untuk membenarkan pakaiannya. dan ia pun menemukan sebuah jarum, benang dan benda seperti gunting. ia pun segera membenahi pakaiannya dan mulai menjahit dari awal. setelah di jahit da diperbaiki, baju, rompi serta celananya sudah mulai muat di pakai. ia un segera berganti pakaian karena bajunya sudah kotor. ia melihat ada sebuah boot warna biru tua dan ia memakainya. ia melihat pada sebuah cermin, kini ia melihat seperti bukan dirinya, penampilannya sangat berubah. tapi ia sangat menyukai penampilannya itu. ia berasa menjadi prajurit wanita sungguhan dengan memakai ini.