Pemuda itu mengacungkan pistolnya persis di dada sebelah kiri Arana. "Jika aku tidak bisa memilikimu, maka orang lain juga tidak bisa.
Dor!!
••••
Menjadi tunangan antagonis yang berakhir tragis, adalah mimpi buruk yang harus Nara telan.
Jatuh dari rooftop sekolahnya, membuat Nara tak sadarkan diri dengan darah yang menggenang di tempat dirinya terjatuh.
Nara pikir dia akan mati, namun saat gadis itu terbangun, ia begitu terkejut ketika mendapati jiwanya sudah berbeda raga.
Berpindah di raga tokoh novel yang merupakan tunangan dari antagonis cerita.
Ia bernama Arana Wilson.
Saat mencapai klimaks, tokoh ini akan mati tertembak.
Sialnya, karena terjatuh, Nara tidak tau siapa malaikat maut raga yang kini ia tempati.
Bagaimana kisah Nara di novel itu sebagai Arana. Akankah dia tetap mati tertembak atau justru ia mampu mengubah takdirnya.
🍒🍒🍒
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raintara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab sepuluh
...🍒🍒🍒...
"Sial banget hidup gue." monolog Arana. Gadis itu berjalan dengan lesu di sepanjang jalan yang ramai lalu lalang kendaraan melintang.
Bayangkan saja. Ponselnya mati kehabisan baterai. Uangnya habis dipalak bendahara kelas. Dan---si Hades bajingan Giovandrick. Pemuda itu meninggalkannya begitu saja di parkiran.
Berakhirlah dirinya di sini. Berjalan bak gelandangan di pinggir jalanan.
Arana menendang batu kerikil dengan perasaan dongkolnya. "Setidaknya kalau nggak mau antar gue pulang, telponin supir kek. Nggak bertanggung jawab banget."
Masih Arana ingat dengan jelas bagaimana tunangannya itu menyuruhnya keluar dari mobil. Bentakannya, wajah datarnya, mata tajamnya. Auranya yang seakan ingin membunuh Arana saat itu juga.
"Dia marah. Tapi karena apa?" gumam Arana di sela-sela langkahnya. "Dan kenapa dilampiasin ke gue?" sambungnya kesal.
"Capek..." lesu gadis itu. Rasanya Arana ingin menangis saja. Kakinya pegal karena berjalan tiga kilo meter. Sedangkan rumahnya masih dua kilo meter lagi.
"Andai saja ada orang baik mau nebengin gue."
Baru saja berkata seperti itu, tiba-tiba saja sebuah mobil taxi berhenti di depannya. Sontak Arana menghentikan langkahnya. Ia tatap mobil berwarna biru itu dengan raut bingung.
Pintu di samping kemudi terbuka. Menampilkan seorang laki-laki bertopi dan masker hitam yang terpasang di wajahnya turun dari kendaraan roda empat itu.
Berjalan mendekat ke arah Arana berdiri.
Perasaan Arana tiba-tiba tidak enak.
"Dia bukan orang jahat kan?!" batin Arana menggenggam tali ranselnya erat.
Mulanya gadis itu ingin lari, namun urung saat pria itu mengajaknya berbicara.
"Taxi?"
Arana menghembuskan nafas lega. Mungkin pikirannya saja yang terlalu negatif.
"Eum maaf, tidak. Saya jalan kaki." tolak Arana. Mengingat dirinya tidak membawa uang barang seratus perak.
"Kenapa?"
"Uang saya habis." jawab Arana apa adanya.
Pria yang wajahnya tertutup masker itu tersenyum. Arana menyimpulkan dari matanya yang menyipit samar. Namun entah mengapa, Arana merasa tidak asing dengan mata kucing milik supir taxi itu.
Senyumnya kaya Jeno! simpul Arana. Teringat akan seorang publik figur di dunianya yang dulu.
"Saat ini saya ulang tahun. Untuk merayakannya, saya gratiskan customer untuk hari ini." alibinya yang membuat mata Arana berbinar-binar mendengarnya.
"Beneran?!" seru gadis itu percaya saja.
Sang supir mengangguk lugas. "Dan sepertinya semesta tahu, siapa yang membutuhkan driver gratis ini."
"Berarti kalau saya naik, saya nggak perlu bayar?" Arana kembali memastikan.
"Iya, silahkan masuk." ujar pria itu. Ia dekati mobilnya dan membuka pintu belakang mobil.
"Terimakasih! Semoga semua keinginanmu segera tercapai!"
Arana menaiki mobil dengan gembira. Akhirnya dia tidak perlu jalan lagi. Kakinya sudah ingin patah rasanya.
Sedangkan supir itu, ia kembali mengingat doa yang Arana panjatkan.
"Semoga semua keinginanmu segera tercapai." Mengingatnya membuat bibir sang supir diam-diam menyeringai di balik maskernya.
"Yahh, semoga..." gumanya lalu ikut masuk ke dalam mobil.
Sudah lima menit Arana duduk anteng di dalam kendaraan roda empat itu. Semula semuanya baik-baik saja. Tidak setelah gadis itu menyadari jika sang supir tidak membawanya ke arah jalan pulang.
"Ehh, kita kok belok?! Harusnya lurus!" seru Arana panik.
Supir itu tidak menjawab. Ia tetap fokus mengemudikan mobilnya dengan santai.
"Heii, kita salah jalan!"
"Diam!"
Bentakan itu sudah cukup membuat Arana mengambil kesimpulan.
Dirinya tengah di culik.
...🍒🍒🍒...
"Hades sudah!"
Pemuda yang kini tubuhnya sudah dibanjiri keringat tidak mendengarkan perintah dari temannya. Ia tetap memukul-mukul bantal tinju bertubi-tubi.
Telapak tangannya yang tidak terlapisi oleh sarung tinju membuat ruas-ruas jarinya memerah dan lecet. Seakan tidak mempedulikan rasa sakit itu, Hades tetap keukeuh memukul bantal dan melampiaskan semua emosinya.
"Hades berhenti! Tangan lo luka!"
Muak. Hades tendang bantal tinju itu dan menatap lawan bicaranya tajam.
"Diam atau lo yang gue jadiin samsak."
Laki-laki bernama Axel itu mendengus mendengar ancaman dari muridnya sendiri. Bersedekap dada, ia menatap malas Hades yang keadaannya cukup kacau.
"Ada masalah apa?"
Hades tak menjawab. Ia ambil botol air lalu menengguk isinya sampai habis. Berharap dapat melepas dahaga, pemuda itu malah mengingat sesuatu yang membuat dadanya terasa panas.
"Ck, sial!" umpatnya. Melempar botol air itu ke sembarang arah.
Axel menghela nafas jengah, Hades memang paling sulit jika harus mengontrol emosi. "Masalah nggak akan selesai kalau lo nggak bisa nahan emosi kaya gini."
Mendengar nasihat laki-laki yang menjadi guru MMA-nya Hades tersenyum sinis.
"Bacot lo!"
Hades ambil ponselnya yang tergeletak di meja bar. Mencari nomor seseorang sebelum akhirnya mendialnya. Tak butuh waktu lama, panggilannya langsung terangkat.
"Dia sudah pulang?"
Hening. Tidak ada jawaban yang membuatnya menggeram kesal.
"Budek lo?"
"Ma-maaf. Nona Arana belum pulang."
Jawaban ragu-ragu itu cukup membuat Hades bertambah kesal. Ia matikan panggilannya secara sepihak sebelum akhirnya menyambar hoodie-nya kasar.
"Mau kemana lo!?"
Hades melenggang pergi tanpa menjawab pertanyaan dari sang guru.
Di tempatnya Axel berdecak tak suka. "Dasar remaja labil!"
...🍒🍒🍒...