Keilani Nassandra telah dijatuhi talak tiga oleh Galang Hardiyata, suaminya.
Galang masih mencintai Kei begitu juga sebaliknya, Kei pun masih mencintai Galang, teramat sangat mencintai lelaki yang sudah berkali-kali menyakiti hatinya itu.
Kei dan Galang berniat rujuk kembali, akan tetapi, Kei harus menikah terlebih dahulu dengan lelaki lain, setelah Kei dan lelaki lain itu bercerai barulah mereka bisa rujuk kembali.
Oleh sebab itu Galang meminta bantuan temannya di salah satu club eksklusif yang Galang Ikuti Hardhan Adipramana untuk bersedia menikahi Kei dan segera menceraikan Kei setelah mereka melewati malam pertama.
Bagaimana reaksi Galang begitu mengetahui Hardhan adalah Presdir dari beberapa perusahaan terbesar abad ini?
Mampukah Kei bertahan dengan sikap dingin dan arogan Hardhan?
Dan pada akhirnya ...
Ketika cinta harus memilih ...
Siapakah yang akan dipilih Kei?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nicegirl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Papa Kei
Hardhan melihat Kei sudah mulai gelisah, ia menarik kursi kecil dan duduk didepan Kei, memegang dagu Kei dan mendongakkan wajahnyanya sampai matanya melihat mata Hardhan, "Kedepannya aku melarangmu pergi ke nightclub. Demi kebaikanmu juga."
"Itu bukan pertama kalinya aku ke sana."
Hardhan menarik kesal tangannya dari dagu Kei, "Kamu cukup beruntung aku yang menemukanmu dalam kondisi penuh gairah seperti itu! Aku menggagalkan siapapun yang berniat mengambil keuntungan dari wanita bodoh sepertimu! Bisa kamu bayangkan apa jadinya kamu saat ini jika predator s*x itu berhasil dengan niatnya? Mungkin saat ini kamu sudah habis digilir mereka. Setelahnya masih bisa bernapaspun sudah untung buatmu. Dan di mana mantan suamimu berada saat semua itu terjadi? Mau aku memberitahumu?" cecar Hardhan tanpa ampun.
Darah seakan hilang dari wajah Kei, ia terlihat pucat sekarang. Tapi Hardhan tidak boleh berhenti, Kei harus tahu kesalahan fatalnya kali ini.
"Dan dengan entengnya kamu bilang itu bukan pertama kalinya kamu ke sana? Demi Tuhan! Harusnya kamu sudah tahu, jaga baik-baik minumanmu itu, atau setidaknya jangan lengah dari gelasmu kecuali gelasmu itu dalam keadaan kosong!"
Yaahh Kei ingat sekarang. Ia baru minum setengah gelas mojitonya ketika Galang turun ke dancefloor. Dan sejak itu mata Kei terlalu fokus ke Galang hingga ia membelakangi gelas minumnya.
Kei ingin memberikan dukungan untuk Galang ketika dia sedang sedih, dan saat itu Galang memang sedang kacau. Tapi siapa yang sangka hanya dengan seorang wanita yang meliuk-liuk di depannya saja sudah bisa membuat dia lupa sama kesedihannya.
Karena kesal melihat Galang asik bergoyang dengan wanita lain, Kei kembali meminum mojitonya. Setelah itu ia merasakan pusing dan panas disekujur tubuhnya, sedangkan saat itu Galang sudah tidak ada di sana.
Membayangkan Galang sedang asik berbuat mesum dengan wanita itu disaat Kei dalam keadaan bahaya, membuat hati Kei sakit. Tanpa diminta airmata jatuh membasahi tangannya yang saling meremas di atas pangkuannya. Kei terisak sedih.
Teganya mas Galang meninggalkanku seperti itu.
Melihat Kei nangis membuat Hardhan kikuk, ia bingung harus melakukan apa. Biasanya itu tugas Alex untuk menenangkan wanita-wanita yang menangis ketika Hardhan meninggalkan mereka.
Tapi kali ini Hardhan tidak mau Alex turun tangan. Bagaimanapun Kei adalah calon istrinya, berarti wanita itu sudah jadi milik Hardhan, dan Hardhan tidak ingin siapapun menyentuh apa yang sudah menjadi miliknya, setidaknya selama enam bulan kedepan.
Hardhan mengambil kotak tissue dari meja kecil di sebelah tempat tidur untuk memberikannya ke Kei.
Kei mengambil dua lembar tissue untuk menghapus airmatanya.
"Aku ingin pulang. Papa pasti mengkhawatirkanku," pintanya sambil membersit hidungnya dengan tissue.
"Alex sudah mengabari papamu jadi tidak perlu khawatir."
"Papa belum tau kalau kita akan segera menikah."
"Aku akan ikut denganmu, dan menjelaskan semuanya."
"Kenapa tidak membawaku pulang kerumah alih-alih ke hotel?"
"Dengan kondisimu yang seperti itu?" Hardhan balik nanya dengan sebelah alis yang dinaikkan.
"Tidak, itu bukan pilihan yang tepat. Papa pasti akan langsung terkena serangan jantung."
Mata sendu Kei menatap Hardhan, hidungnya memerah, satu dua airmata masih menetes dari matanya, turun ke pipi mulusnya. Hardhan menghapus air mata itu dengan tangannya, tanpa bisa ia cegah lagi.
"Kita tidak ... Belum ... " Kei tidak dapat melanjutkan pertanyaannya, tetapi Hardhan sudah mengerti maksudnya.
"Tidak terjadi apapun di antara kita. Kamu memang bergairah tapi tidak lama sebelum akhirnya pingsan. Sementara aku tidak berminat dengan wanita yang tidak bisa meresponku."
Sebenarnya aku setengah mati menahan gairahku sendiri. Sial! kenapa dia harus ungkit masalah itu sekarang sih?
Kei menarik napas lega, "Terima kasih," ucapnya sambil tersenyum manis.
Aku harus mengalihkan perhatian sebelum aku khilaf dan narik Kei ke tempat tidur sialan itu.
"Alex!"
Terdengar bunyi kunci pintu dibuka dan Alex masuk kedalam.
"Ke rumah Kei sekarang!"
***
"Jangan bilang papa kalau kita menikah hanya enam bulan saja," bisik Kei sesampainya mereka dirumah Kei.
Sebelah alis Hardhan naik tinggi, "Aku tidak mau berbohong, apalagi membohongi orangtua."
"Aku tidak memintamu berbohong. Hanya jangan membahasnya."
"Aku tidak bisa menjajikan hal itu, kalau papamu pintar dia pasti akan menyadarinya sendiri."
"Anggap rumah sendiri! Aku akan mengabarkan kedatanganmu ke papa!" geram Kei kesal, meninggalkan Hardhan sendirian di ruang keluarganya.
Hardhan memandang ke sekeliling rumah itu, matanya tertuju ke foto keluarga yang tergantung dibelakang televisi. Hardhan melihat foto itu dari dekat, Kei kecil tersenyum manis ke arah kamera di atas pangkuan mamanya yang juga tersenyum. Senyum yang identik antara ibu dan anak.
"Dia mirip mamanya ya?" tanya seseorang di belakangnya.
Hardhan balik badan dan mendapati papanya Kei yang sedang melihat foto itu juga, "Mirip sekali om."
Hardhan mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan dirinya, "Hardhan."
"Hendrawan," balas papa Kei sambil menjabat tangan Hardhan.
"Kita bicara di ruang kerja saja, saya sudah bilang Kei untuk tidak menggangu pembicaraan kita."
"Memang seharusnya seperti itu. Mari, silahkan tunjukkan jalannya."
Pak Hendrawan jalan terlebih dahulu, dan Hardhan mengekor di belakangnya.
Ruang kerja pak Hendrawan tidak sebesar ruang kerja Hardhan, pak Hendrawan duduk di kursi kebesarannya dan Hardhan duduk di seberang pak Hendrawan. Posisi bagus ketika kita akan membicarakan suatu hal yang serius, melihat langsung mata lawan bicara kita.
"Kei sudah cerita kalau entah bagaimana kalian berdua sudah saling jatuh cinta sehingga kalian memutuskan untuk sesegera mungkin menikah."
Pak Hendrawan menatap Hardhan secara menyeluruh sebelum melanjutkan, "Bodoh kalau saya mempercayainya."
"Sesuai dugaan saya, anda bukan orang yang bodoh."
Pak Hendrawan menyandarkan punggungnya ke kursi, kedua tangannya dikaitkan diatas perutnya, "Apa yang menyebabkan seorang Hardhan Adipramana bersedia membantu anak saya dan menantu bodoh saya itu? Tuhan tahu kau bisa memilih calon istri yang paling sempurna sekalipun hanya dengan menjentikkan jarimu."
"Sejujurnya, saya pernah tertarik sewaktu pertama kali melihat Kei. Sayangnya dia sudah mempunyai suami. Dan mendapati Galang sedang mencarikan suami untuk istrinya ... " Hardhan menggantungkan kata-katanya, mengingat kembali saat ia di club bersama Galang, "Saya rasa saya tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan itu," lanjutnya sambil mengangkat kedua bahunya.
"Setidaknya kau tidak membohongi saya dan mau berkata jujur. Bisa saja kau mendukung perkataan Kei bahwa kalian saling jatuh cinta supaya saya mau menyetujui pernikahan kalian, tapi kau berani ambil resiko dengan mengatakan yang sebenarnya."
"Saya hanya tidak terbiasa berbohong."
"Bagaimana kalau saya tidak setuju dengan pernikahan kalian?"
"Itu hak anda sebagai orangtua. Di satu sisi saya tidak rugi sedikitpun, tapi tidak dari sisi Kei dan Galang. Mereka akan terus menerus mencari calon suami lainnya, calon suami yang akan bisa diajak bekerjasama sampai mendapat persetujuan dari anda. Dan siapa yang paling dirugikan dan paling menderita dari semua itu?"
Hardhan sengaja tidak melanjutkan perkataannya, biar pak Hendrawan yang berspekulasi sendiri.
kesetiaan antar keluarga
ceritanya ngangenin walaupun sudah tau endingnya tapi masih semangat baca lagi