NovelToon NovelToon
RAHIM TERPILIH

RAHIM TERPILIH

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Dosen / Identitas Tersembunyi / Poligami / Romansa / Konflik etika
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Essa Amalia Khairina

Siapapun tak ingin mendapatkan takdir yang tak sejalan dengan keinginan, termasuk Asha. Sejak awal ia tahu hidupnya tak pernah sempurna, namun tak pernah ia bayangkan bahwa ketidaksempurnaan itu akan menjadi alasan seseorang untuk merendahkannya—terutama di mata Ratna, ibu mertuanya, wanita yang dinginnya mampu merontokkan kepercayaan diri siapa pun.

"Untuk apa kamu menikahi wanita seperti dia?!"
Satu kalimat yang terus menggetarkan jantungnya, menggema tanpa henti seperti bayang-bayang yang enggan pergi. Kalimat itu bukan hanya penghinaan. Itu adalah vonis, sekaligus penjara yang tak pernah bisa ia hindari.

Sejak hari itu, Asha belajar diam. Bukan karena ia lemah, tetapi karena setiap kata yang keluar dari mulutnya hanya akan memicu luka baru.

Namun ada satu hal yang membuatnya tetap bertahan.

Aditya.

Namun saat kehadiran Nadia, semua mulai berubah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Essa Amalia Khairina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CURIGA

Meja kaca panjang dengan taplak krem lembut sudah tertata rapi. Terdapat roti panggang, telur orak-arik, potongan buah, dan satu teko teh hangat mengepul di tengah meja.

Ratna duduk paling awal, dengan posisi tegap dan aura keibuan yang khas. Tangannya bergerak tenang mengaduk teh, tapi matanya sesekali melirik ke arah Adit seperti sedang membaca gelagat tersembunyi. Ada senyum tipis di bibirnya, namun tidak sepenuhnya mencapai matanya.

Sementara itu, Maya duduk di sampingnya, menyilangkan kaki dengan elegan. Ia tampak santai, tetapi tatapannya lincah—mengamati Asha, lalu Adit, lalu kembali ke makanan, seolah sedang merangkai puzzle kecil di kepalanya. Sesekali ia memainkan sendoknya di tepi piring, membuat denting kecil yang justru menambah sunyi.

"Ayo, sayang. Kita pergi sekarang." Ucap Adit beranjak dari kursi makannya lebih dulu.

"Hmmm, Mas." Seru Asha. Sahutan Asha terdengar pelan. Lembut… tapi bukan tanda patuh. Ia tidak ikut berdiri. Justru tetap duduk, kedua tangannya merapikan tepi piring yang sebenarnya sudah rapi. "Kamu duluan aja ya, Mas."

Maya, yang sejak tadi memperhatikan dinamika itu dengan ekor mata, langsung menoleh ke Ratna. Keduanya saling menatap—tanpa kata, tapi penuh arti yang hanya bisa dimengerti oleh mereka.

"Lho, kenapa?" Adit mengernyitkan sebelah alisnya heran.

"I-Iya, Mas. Aku... ada sesuatu yang harus aku periksa lagi..." Jelas Asha. Sebelah lengannya mulai menyalakan layar ponsel. "... terkait materi untuk mahasiswa. Takutnya kamu telat ke kantor... jadi, gak apa-apa kamu duluan aja ya, Mas. Biar aku pakai mobil aku sendiri."

"Beneran?"

Asha mengangguk. "Iya, Mas. Kamu hati-hati di jalan, ya."

"Ya udah, kalau gitu. Aku duluan, ya." Ucap Adit mendekat, mengecup kening Asha lembut. "Kamu juga hati-hati, sayang. Jangan ngebut-ngebut."

Adit menarik napas tipis, lalu menoleh ke arah Ratna dan Maya yang masih duduk di meja makan, ternyata sedari tadi sembunyi memperhatikan geraknya. "Ma... Mbak, aku pergi."

Ratna tersenyum kecil, hangat namun matanya tetap menelaah. “Iya, Dit. Hati-hati di jalan,” Ujarnya lembut. Tatapannya mengikuti langkah Adit, seolah ingin memastikan sesuatu yang tak diucapkan. Sementara, Maya hanya mengangkat alis sambil tersenyum tipis.

Adit kemudian berjalan menuju pintu depan. Suara langkah sepatunya terdengar pelan namun mantap, menggema bersamaan dengan detak hening yang tersisa di ruang makan. Sesekali ia menoleh sekilas ke arah Asha, memastikan istrinya melihatnya pergi. Asha membalas dengan anggukan lembut.

Begitu punggung Adit benar-benar lenyap dari pandangan, Asha menarik napas pelan. Jemarinya langsung bekerja. Cepat. Teratur.

Berderet ketukan ringan memenuhi udara, tuk-tuk-tuk, seperti ritme yang sudah ia hafal di luar kepala.

Asha tidak sekadar mengetik—dia mencari. Tatapannya fokus, berpindah dari satu sudut layar ke halaman lain dengan gerakan profesional, seperti seseorang yang terbiasa mengelola banyak hal sekaligus. Alisnya sedikit mengernyit, bukan marah, tapi penuh konsentrasi.

Lima belas menit berlalu, dan Asha akhirnya berhenti. Ia mengembuskan napas pendek, entah karena lega atau karena sudah mencapai sesuatu dari pencariannya. Layar ponselnya meredup, lalu klik, terkunci kembali.

Saat ia mengangkat wajah, Asha tersentak kecil. Ratna dan Maya rupanya sedang memperhatikannya—diam, namun jelas.

Mereka tidak mencoba menyembunyikan rasa ingin tahu yang terpampang di mata masing-masing. Tatapan Ratna lembut namun mengamati, sementara Maya tampak sedikit lebih tajam, seolah mencoba menafsir gerak-gerik Asha sejak tadi.

Asha mengedip, mencoba menormalkan dirinya. Lalu ia merapikan tas di pangkuannya dan berdiri.

“Tante, Mbak Maya… aku pergi dulu,” Ucapnya pelan namun sopan. Suaranya terdengar stabil, tapi di ujungnya ada sedikit getaran halus yang sulit dibaca.

Tidak ada jawaban.

Ratna hanya menatapnya, lama—dengan mata yang seperti menyimpan banyak pertanyaan namun memilih menahannya.

Dan, Maya mengalihkan pandangannya ke cangkir teh yang dari tadi tidak ia sentuh lagi, namun sorot matanya jelas masih memikirkan Asha.

Hening itu terulur beberapa detik, begitu menekan hingga Asha merasakan hawa berat di sekitar meja makan. Ia akhirnya menunduk tipis, lalu berbalik.

Langkahnya pelan tapi mantap saat meninggalkan ruang makan, meninggalkan dua pasang mata yang terus mengikuti punggungnya… tanpa sepatah kata pun.

"Mana sepemikiran gak sama aku?" Ujar Maya kemudian.

Ratna mengangguk. "Mama mau telepon Adit dulu."

****

Mobil Adit berada beberapa kendaraan di depan, melaju stabil keluar dari gerbang kompleks. Cahaya matahari pagi yang lembut memantul di bodinya, membuatnya mudah dikenali bahkan dari jarak jauh. Asha mengikuti perlahan, menjaga jarak aman sekitar dua mobil di belakang. Ia tak ingin gegabah. Tidak boleh sampai Adit tahu ia mengikutinya.

Jalan kompleks masih sunyi. Hanya ada suara sapu halaman, deru mesin motor yang baru dinyalakan, dan beberapa warga yang berjalan pagi. Asha menarik napas panjang namun dada tetap terasa berat.

“Maafin aku, Mas” Gumamnya lirih. "Aku sedikit ngebut untuk mengikuti kemana kamu pergi, Mas."

Begitu mereka keluar ke jalan raya, suasana mulai lebih hidup. Matahari naik lebih tinggi, warnanya keemasan dan hangat. Kabut tipis masih menggantung di ujung jalan, menambah kesan pagi yang belum sepenuhnya terbangun. Suara kendaraan mulai ramai, mulai dari sepeda motor yang menyalip cepat, mobil-mobil pekerja yang berbaris, bahkan klakson ringan dari sopir yang terburu waktu.

Ia memperlambat mobilnya sedikit, membiarkan satu mobil masuk di antara mobilnya dan mobil Adit agar tidak terlalu mencolok. Namun matanya tak pernah lepas dari lampu belakang mobil hitam itu.

Mereka melewati deretan toko roti yang baru buka, aroma adonannya menguar ke jalan. Cahaya matahari memantul di jendela toko dan menyilaukan mata Asha sesaat. Ia sempat mengedip dan kehilangan pandangan, namun segera menemukan mobil Adit kembali.

Mereka kini berasa di jalan besar yang memang biasa mereka lalui setiap pagi untuk pergi ke kantor. Jalanan pagi itu sudah mulai ramai, tapi tidak sampai macet. Matahari mulai menanjak, sinarnya menerpa kap mobil-mobil yang melintas, menciptakan pantulan keemasan yang hangat. Suara klakson bersahutan, namun dalam ritme yang wajar untuk jam sibuk pagi.

Asha menghela napas. Ketika akhirnya Adit mengambil belokan besar ke arah perkantoran, ia langsung mengenali plang gedung tinggi tempat Adit bekerja. Rasa lega yang nyaris asing memenuhi dadanya, meski disertai rasa malu kecil karena kecurigaannya sendiri.

Asha yang berhenti jauh di belakang, melihat

mobil Adit yang tengah masuk ke area parkir kantor dengan jalur khusus pegawai. "Kamu beneran kerja, Mas..." Lirihnya, sambil berusaha menyembunyikan rasa malu pada dirinya sendiri. "Aku udah curiga sama kamu, Mas... hanya karena sikap kamu yang akhir-akhir ini berbeda, apalagi kalau tahu masalah Dinda yang buat aku jadi ikut terpancing. Maafin aku, Mas."

****

Adit mengusap dahinya, menyandarkan tubuh sesaat ke sandaran kursi. Suara ventilasi AC mobil menghembuskan udara dingin ke wajahnya, tapi tidak cukup untuk menurunkan tekanan yang ia rasakan.

Sesekali ia memejamkan mata, menarik napas panjang, sebelum kembali membuka mata dengan tatapan yang lebih kosong dari sebelumnya.

Detik berikutnya, ponsel di jok penumpang bergetar pelan—getaran tunggal yang memecah kepanikannya. Layar yang tadinya gelap, menyala, menampilkan satu nama yang membuat bahu Adit spontan menegang sambil segera mengaktifkan earphone di telinganya. "Halo, Ma?" Katanya kemudian.

"Gimana?"

"Mama benar. Asha tadi ngikutin aku di belakang."

"Tuh kan. Mama bilang juga apa. Dari gelagatnya, wanita polos itu emang bener-bener bodoh. Bahkan, dia sendiri pun sepertinya emang gak bisa nyembunyiin identitasnya sendiri!"

"Aku tadinya mau ke rumah Nadia buat antar dia periksa kandungan. Tapi setelah tahu Asha ngikutin aku, aku..."

"Pergilah sekarang!" Potong Ratna dari sambungan di luar sana. "Toh, sekarang dia juga mungkin udah pergi."

"Iya, Ma. Tapi..." Adit menelan saliva. "Jujur, aku masih sangat merasa bersalah dengan keputusan ini, Ma."

Terdengar, suara Ratna tertawa. "Ya Tuhan, Adit... dengar, ya. Nadia itu wanita yang pantas untuk kamu jaga. Meski dia hamil bukan darah daging kamu, toh... dia bisa kasih keturunan. Ini kan yang kamu mau?"

"Iya, Ma. Tapi..."

"Intinya sekarang, kebahagiaan kamu." Sela Ratna lagi. "Kamu berhak bahagia dan kamu layak untuk menjadi seorang pria sejati yang pantas di sebut Ayah. Dan tugas kamu sekarang... gimana caranya supaya Asha gak curiga sama kamu. Kamu gak mau kan... Asha bersikap seperti tadi? Kamu nyaris ketahuan kalau gak Mama kasih tahu!"

"Iya, Ma."

"Bersikaplah biasa, seolah tidak terjadi apa-apa, Adit. Gimana kamu caranya... terserah. Yang penting jangan buat Asha curiga lagi sama kamu. Kamu paham kan maksud Mama?"

"Iya, Ma."

"Bagus."

Tuuuuut.

****

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!