Takdir yang mempertemukan mereka berdua, takdir pula yang membawa mereka kedalam hubungan yang rumit.
Faiha Azkiya, seorang muslimah yang mempunyai mimpi menjadi wanita yang kuat dan tangguh. Pundaknya saat ini dituntut menjadi kokoh, untuk menghidupi dirinya dan sang nenek. Ingin rasanya ia menyerah pada takdir, namun semuanya itu berbanding terbalik. Dimana, takdir itu malah merubah kehidupannya.
Azzam Arsalaan. Pemberontakkan, kejam dan ditakuti oleh hampir semua orang dalam dunia bisnis. Bahkan dunia hitam pun sangat tidak ingin terlibat sesuatu dengannya. Ia akan sangat murka jika kehidupannya terusik, tiada kata 'ampun dan maaf' darinya. Jika tidak, maka nyawa mereka akan lenyap saat itu juga.
Akankah takdir itu dapat menyatukan mereka dan bahagia? Atau sebalinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
" Tu..." Kiya ingin berbicara, namun terhentikan.
" Ka..." begitupun dengan Azzam.
Mereka berdua, berbicara dalam waktu yang bersamaan. Membuat kalimat tersebut tidak terbentuk dengan baik, kemudian Azzam menggerakkan tangannya kepada Kiya. Menandakan untuk Kiya berbicara terlebih dahulu.
" Baiklah. Tuan, saya mau kembali keruangan. Masih ada beberapa pekerjaan yang harus saya kerjakan, terima kasih atas pertolongannya tadi. Permisi." Kiya berdiri dari duduknya.
" Tunggu dulu, duduklah sebentar." Titah Azzam kepada Kiya.
Kiya merasa sangat bingung dengan sikap bosnya itu, dari hari ke hari semakin membuat pusing. Rumor yang beredar, dia adalah seorang yang angkuh, sombong dan juga kejam. Tapi semuanya itu tertutupi oleh wajahnya yang sangat rupawan, hal itu hanya berlaku untuk kaum wanita saja terkecuali terhadap Kiya.
Kecanggungan terjadi diantara mereka berdua, selama puluhan menit tidak terjadi percakapan apapun. Baik itu dari Kiya maupun Azzam, merasa sudah melewati batas. Kiya pun merasa kesal.
" Tuan, sebenarnya apa yang akan anda bicarakan? Jika tidak ada, pekerjaan saya sudah menunggu." Celoteh Kiya yang merasa sangat kesal.
Azzam masih dalam kesunyiannya, menatap wajah Kiya dengan tatapan penuh arti.
" Jadilah wanitaku." Azzam dengan muka datarnya.
Ggubbraaakk!!!
" Hah!." Kiya sangat terkejut mendengar ucapan yang keluar dari mulut si bos. Seketika itu juga Kiya berdiri dan keluar dari ruangan tersebut.
" Hei, tunggu!!." Teriak Azzam disaat melihat Kiya keluar dari ruangannya.
Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku sangat ingin memilikinya? Aakkkhh. Azzam.
Mengusap secara kasar wajahnya dengan menggunakan telapak tangan, Azzam menghembuskan nafasnya. Mengacak-acak rambutnya, persis seperti orang sedang patah hati.
" Sungguh memalukan kau Azzam!!! Seorang pemimpin dunia hitam, menjadi lemah karena satu wanita! Sial!!!." Azzam menghempaskan beberapa hiasan ruangan yang ada.
Sedangkan Kiya, dia sudah mengeluarkan jurus sumpah serapah apapun. Menatap layar monitor dihadapannya dengan tajam, seakan-akan hidupanya penuh dengan misteri.
Ya Rabb, apa yang sedang Engkau rahasiakan untukku. Sungguh Engkau sang pembolak balik hati ini, aku mohon jangan Engkau jerumuskan aku kedalam kehinaan ya Rabb. Kiya.
......................
Jam kerja kini telah usai, semua para karyawan segera berhamburan untuk pulang, terkecuali untuk mereka yang lembur.
Berjalan beriringan dengan tim satu divisinya, Kiya merasa sangat senang akhirnya bisa pulang.
" Ki, kenapa akhir-akhir ini kamu sering dipanggil sama si bos? Apa kamu melakukan kesalahan?." Tanya Eci untuk melepas rasa penasarannya.
" Baru aja mau gue tanyain sama elu Ki, ni pokemon udah nanyain duluan." Berry juga ikut nimbrung.
Kiya merasa sedikit risih untuk menjawab pertanyaan dari teman-temannya, jika ia menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Pasti sudah sangat dipastikan akan menjadi bahan gosip dalam perusahaan, tanpa ia cerita saja sudah beredar gosip tentang dirinya.
" Oh itu, sekarang kan CEO kita sudah stay di perusahaan. Biasanya berkas laporan itu akan berakhir pada mbak Ghina, dia yang akan menyampaikan laporan itu kepada bos. Tapi kan sekarang beda, bos sudah berada disini. Mau tidak mau, berkas laporan itu langsung diserahin sama bos bukan sama mbak Ghina lagi." Jelas Kiya kepada teman-temannya.
" Hem, iya juga ya. Setau aku sih, bos kita itu nggak pernah ada dikantor. Tapi sudah dua minggu ini, dia ada." Tukas Berry.
" Mana tampan dan jomblo lagi, aku jadi pengen banget jadi doinya." Eci menghayal.
" Eleh-eleh ni bocah, khayalan tingkat tinggi. Ati-ati jatuh neng, atit. Kalau gue mah ogah, walaupun tampan. Gue masih suka sama asistennya, mana baik, cool, hahaha." Nabila mulai dengan recehnya.
" Sudah-sudah, dah mendung tuh. Nggak mau pulang apa?!." Kiya membuyarkan perdebatan mereka.
Saat tiba di lobby kantor, mereka semua berpisah dengan tujuan sendiri-sendiri. Kiya berjalan menyelusuri jalan bersama dengan karyawan lainnya menuju halte bus, biasanya disaat jam pulang kantor seperti ini. Jika tidak cepat, maka mereka akan ketinggalan dan kehabisa bus. Hal itu kini di alami oleh Kiya, saat menuju halte. Hujan turun dengan sangat deras, meninggalkan beberapa orang yang masih setia menunggu bus berikutnya.
Hampir seluruh baju Kiya saat itu basah terkena air hujan, udara yang dingin serta tiupan angin. Membuatnya merasa sangat kedinginan, menggerakkan tangannya untuk mengusap-usap lengannya.
Duh, bus berikutnya belum juag tiba. Udah mau magrib ini, pasti nenek khawatir. Kiya.
Tangan mungil itu mengambil ponsel dari dalam tasnya, menggeser beberapa kontak untuk menemukan nomor ponsel sang nenek. Namun, tiba-tiba ponselnya mati kehabisan daya. Kiya hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan kasar, akhirnya ia harus pasrah menunggu bus tiba.
Tin tin...
Tin...
Terdengar suara klakson mobil, yang berhenti tepat didepan halte bus. Seorang pria keluar dari pintu kemudi dengan menggunakan payung, pria tersebut menghampiri Kiya.
" Assalamu'alaikum." Sapa pria itu.
" Eee, Wa'alaikumussalam." Kiya merasa heran, pria itu menyebut namanya.
" Masih ingat?." tanyanya pada Kiya yang terlihat bingung.
" Siapa?". Kiya pun sangat penasaran.
" Hanif, Gibran Hanif. Masih ingat?." Jelas pria tersebut.
" Masyaa Allah, Kak Hanif! Apa kabarnya? ." Kiya merasa sangat kaget, melihat seseorang yang dulunya sangat ia sukai.
" Alhamdulillah baik, mau pulang dan nungguin bus ya? Ikut kakak saja, sepertinya bus berikutnya akan lama untuk tiba." Hanif menawarkan bantuannya.
" Eh, terima kasih kak. Tidak apa-apa kok, sudah terbiasa." Kiya tidak ingin merepotkan orang lain.
" Kamu yakin? Sepertinya kamu sudah sangat kedinginan, tidak baik berlama-lama dengan keadaan seperti ini. Hayo kakak antar, jangan takut. Di mobil ada Ayu, adik kakak. Masih ingat kan." Hanif mengerti apa yang menjadi kekhawatiran Kiya.
" Eee, apa tidak merepotkan kak? Lagian, pakaianku sudah basah. Nanti mobil kakak..."
" Hayo, sudah semakin gelap. Nanti kamu sakit dengan kondisi seperti ini." Hanif langsung memintasi perkataan Kiya.
Dengan berfikir panjang, akhirnya Kiya ikut bersama Hanif. Memang benar, didalam mobil tersebut. Ada adik perempuannya Hanif yang sedang terlelap tidur disamping kursi kemudi.
Tidak ada obrolan diantara mereka, lalu disaat Ayu mengerjapkan matanya.
" Belum sampai ya kak?. " Dengan menguap, Ayu bertanya kepada sang kakak.
" Heh, dasar jorok. Nggak malu sama yang dibelakang?." Hanif menimpali Ayu.
" Belakang? Memangnya ada siapa?." Ayu menolehkan wajahnya untuk melihat ke arah kursi penumpang.
" Emm... Kak Kiya!!! Beneran kak Kiya ya!!." Suara Ayu dengan sangat keras.