Kehidupan Ayunda naraya dan Edward alexandra berjalan seperti biasanya, bahkan mereka terlihat romantis. Hingga disuatu hari ayunda harus menerima fakta yang menyakitkan, ia merasa dibohongi habis-habisan oleh suaminya sendiri.
Bagaimana kisah kehidupan ayunda selanjutnya?? Kepoinn terus cerita ini yaa...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elaacy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
🌷Happy Reading🌷
Berita tentang kehamilan clarissa juga sudah diketahui oleh ayunda melalui aplikasi X.
Dengan foto pernikahan serta hasil testpack itu di posting oleh salah satu akun keluarga alexandra dengan caption 'Selamat atas kehamilan nona clarissa alexandra, dan untuk tuan muda edward yang tak lama lagi akan menjadi seorang ayah.'
"Cih!" Decih ayunda saat melihat postingan itu, ia menyeringai tipis membayangkan wajah wajah putus asa mereka saat hari itu tiba.
Bus yang mereka tumpangi berhenti di terminal bojo gede. Ayunda, rahendra, dan mbak dania langsung turun dari bus seraya menggendong tas ransel mereka.
Mereka tiba di terminal bojo gede, hari sudah malam. Ayunda melihat jam dipergelangan tangannya yang menunjukan pukul 08.30 WIB.
"Kita makan dulu." Ucap ayunda sembari menuju warung makan sederhana pinggir jalan.
Mbak dania dan rahendra mengangguk, perut mereka juga sudah berbunyi tanda ingin di isi. Mereka bertiga duduk lesehan dilantai, ayunda memesan tiga porsi ayam lamongan.
Tak perlu menunggu lama, pesanan mereka sudah tiba. Ayunda, mbak dania, dan rahendra langsung makan dengan lahap. Tak lupa juga ayunda memesan GrabCar yang akan mengantarkan mereka kerumah ranti, sahabatnya.
Setelah selesai makan, ayunda menuju kasir untuk membayar pesanan mereka tadi.
"Berapa buk?" Tanya ayunda kepada ibu ibu pemilik warung makan tersebut.
"84 Ribu, mbak." Jawab ibu ibu itu.
Ayunda langsung mengambil dompetnya dan memberikan uang pecahan seratus ribu, ibu itu tak lupa memberikan kembaliannya.
Bertepatan dengan itu, mobil grabcar yang di pesan oleh ayunda sudah tiba. Mereka bertiga berjalan masuk kedalam mobil dan meletakan tas ransel mereka didalam bagasi.
"Sesuai lokasi ya mbak?" Tanya pak sopir kepada ayunda.
"Iya pak."
Mobil grabcar itu akhirnya berjalan meninggalkan area terminal membawa ayunda, rahendra, mbak dania menuju rumah ranti.
Rahendra yang baru pertama kali ke jakarta dibuat kagum dengan gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, jalanan yang ramai dengan lalu lintas, hiruk pikuk perkotaan, serta papan reklame.
"Jadi ini yang namanya jakarta? Indah banget." Seru rahendra yang terus menatap keluar jendela mobil, maklum lah ini pertama kali dirinya menginjakan kaki ke kota yang disebut 'metropolitan' .
"Iya ndra, ini jakarta." Sahut ayunda.
Rahendra tak henti hentinya berdecak kagum, namun ia langsung tersentak tak kala mengingat bagaimana cara agar menemukan keberadaan ibunya dengan kota yang sepadat ini? Tentunya luas juga.
Rahendra langsung murung, ia tak seheboh tadi. Ayunda yang menyadari hal itu langsung bertanya. "Kamu kenapa ndra? Tadi aja happy banget kok sekarang jadi murung gitu?"
"Gimana caranya kita cari ibu nantinya, nda? Jakarta aja seluas ini." Jawab rahendra, membuat ayunda langsung mengenggam tangannya, menyakinkan jika mereka bisa bertemu dengan bu aisyah.
"Kita pasti bisa."
Mobil grabcar itu berhenti tempat didepan rumah ranti, lampu teras rumah itu menyala redup menandakan jika penghuni rumah sudah tertidur.
Ayunda, mbak dania, dan rahendra keluar dari mobil membawa tas ransel mereka. Ayunda membayar ongkos, tak lama mobil grabcar itu langsung berlalu pergi.
"Ini rumah siapa, nda?" Tanya mbak dania seraya memperhatikan sekeliling yang sangat sepi tidak ada tetangga sama sekali.
"Ini rumah ranti, temanku." Jawab ayunda melangkah mendekat kedepan pintu.
Tangan ayunda terangkat sedikit untuk mengetuk pintu.
Tok tok tok
"Ranti, ini aku ayunda."
Tok tok tok
Dari dalam rumah terdengar suara langkah kaki yang beradu dengan lantai papan berjalan mendekat kearah pintu.
Ceklek
Pintu dibuka oleh arum, adik ranti. Wajah yang awalnya cemas itu berubah menjadi senyuman lebar saat mengetahui ayunda lah yang mengetuk pintu.
"Masuk kak ayunda, ajak juga temennya." Ucap arum seraya membuka pintu lebar lebar mempersilahkan ketiga tamunya masuk.
Ayunda mengangguk, ia berjalan masuk diikuti oleh rahendra dan mbak dania, mereka duduk lesehan dilantai.
"Ranti udah tidur ya, rum?" Tanya ayunda celingak celinuk mencari sang sahabat.
"Ada kok, kak ranti lagi ngurus seseorang." Jawab arum.
"Ngurus siapa?" Tanya ayunda kembali, setahunya kedua kakak-beradik itu tidak mempunyai saudara yang jauh.
"Seorang pria yang beberapa hari lalu kami temuin di balik pohon seberang jalan sana kak, kondisinya memperihatinkan banget dengan luka tusuk di perut serta lebam lebam diwajahnya juga." Jelas arum membuat ayunda terbelalak kaget.
"Hah!! Kamu yang bener, rum? Jadi gimana kondisi orang itu? Apa udah dibawa kerumah sakit?" Rentetan pertanyaan keluar begitu saja dari mulut ayunda tanpa bisa di rem.
"Sudah kak, tapi kami hanya mampu buat rawat dirumah sakit selama 3 hari aja karena keterbatasan biaya. Jadi kak ranti berinisiatif buat rawat bang axel sendiri aja dirumah ini." Jawab arum.
Tunggu, axel? Bukan kah axel itu abang pertama edward? Namun ayunda langsung menepis pikiran itu, mungkin saja hanya nama yang sama.
"Jadi gimana kondisi orang yang namanya axel itu?" Tanya ayunda lagi.
"Sudah membaik kok." Bukan arum yang menjawab, melainkan ranti yang baru saja keluar dari dalam kamar seraya membawa baskom beserta kain lap.
Ranti bergabung dengan mereka ber empat. Ranti menatap rahendra dan mbak dania dengan kening yang menyerit.
"Mereka siapa?" Tanya ranti.
"Saya dania dan ini rahendra, kami berdua ini temannya ayunda." Jawab mbak dania seraya tersenyum ramah.
"Oalah temannya ayunda." Ucap ranti tersenyum kecil.
"Ranti, aku boleh minta tolong nggak sama kamu?" Tanya ayunda ragu ragu.
"Minta tolong apa, nda?"
"Kami boleh nggak nginep disini?" Jawab ayunda sekaligus bertanya.
"Boleh kok."
Setelah mendengar ucapan ranti, senyum ayunda langsung mengembang sempurna, ia berkali kali mengucapkan terimakasih kepada sahabatnya itu.
Ranti langsung masuk kedalam kamarnya, tak lama ia keluar dengan membawa karpet, bantal, serta guling. Lalu membentangkan karpet itu di ruang tamu.
"Maaf ya, kalian tidur diruang tamu. Soalnya kamar disini cuma dua." Ucap ranti tak enak hati.
"Nggak masalah, di kasih izin nginap disini aja kami udah senang kok." Sahut ayunda diangguki oleh mbak dania dan rahendra.
"Kalian sudah makan?" Tanya ranti
"Sudah, sebelum kesini kami udah makan." Jawab ayunda.
"Yaudah kalo gitu selamat istirahat ya." Ucap ranti seraya mengunci pintu rumahnya dan berlalu masuk kedalam kamar.
Ayunda, rahendra, dan mbak dania memutuskan untuk tidur karena badan mereka terasa capek serta pegal pegal.