bijak dalam memilih bacaan!
"Kamu... siapa?" bisik Zeya lirih, tangan kirinya memegangi kepala yang berdenyut hebat.
Pria itu tersenyum lembut, menatapnya seolah ia adalah hal paling berharga di dunia ini.
"Aku suamimu, sayang. Kau mungkin lupa... tapi tenang saja. Aku akan membuatmu jatuh cinta lagi...seperti dulu."
*****
Zeya, seorang mahasiswi kedokteran, tiba-tiba terbangun di dunia asing. Ia masih dirinya yang sama,nama, wajah, usia..tak ada yang berubah.
Kecuali satu hal, kini ia punya suami.
Ares Mahendra. Dosen dingin yang terlalu lembut saat bicara, terlalu cepat muncul saat dibutuhkan… dan terlalu mengikat untuk disebut sebagai “suami biasa.”
Zeya tidak mengingat apa pun. Tapi dokumen, cincin, dan tatapan Ares terlalu nyata untuk disangkal. Ia pun mulai percaya...
Hingga satu rahasia terkuak,zeya bukan istri nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azida21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Seharian di rumah bersama Ares ternyata tidak seburuk yang Zeya bayangkan. Pria itu menemaninya duduk-duduk di taman depan rumah,melihat bunga bunga taman yang bermekaran.
Ares duduk di bangku taman di sebelah zeya,Dia mengikuti arah pandangan Zeya yang tengah melihat deretan bunga mawar yang baru mekar.
“Kamu suka melihat bunga sayang.?” tanyanya pelan, suara baritonnya terdengar lembut di tengah perhatian Zeya.
Zeya mengangguk kecil tanpa menoleh,ia sulit mengalihkan pandangan pada mawar merah muda yang tampak begitu cantik di matanya.
“Iya... aku suka melihat bunga yang mekar. Rasanya sangat... indah,” ujarnya dengan senyum cerah. Tatapannya teralihkan ke Ares, dan senyumnya masih tertinggal di wajah.
Ares balas menatap, lalu mengangguk pelan. “Kalau begitu, aku akan menyuruh orang untuk menanam lebih banyak bunga di sini. Biar kamu bisa melihatnya setiap hari.”ujar Ares begitu perhatian.
Zeya cepat-cepat menggeleng. “Tidak perlu. Aku bisa mengurusnya sendiri,” ucapnya cepat.
"Kamu ingin menanam bunga sendiri?"tanya Ares penasaran.
Zeya mengangguk dengan cepat."boleh kan?"tanya Zeya seakan meminta izin pada sang suami.
Ares terdiam sejenak, tampak sedikit berpikir.lalu tersenyum lembut. “Boleh.. aku akan menyiapkan segala perlengkapan yang kamu perlukan."ujar Ares lagi.
Zeya menatap Ares tak percaya."kamu beneran izinin aku tanam bunga sendiri?"tanya zeya untuk memastikan.
"hm"jawab ares singkat,tidak lupa menyematkan senyuman manisnya.
"makasih yah"ucap Zeya terlalu bahagia."Besok aku mau tanam lebih banyak bunga lagi,menurut kamu aku harus tanam bunga apa selain mawar?"tanya Zeya meminta pendapat.
Ares berpikir sejenak,lalu berkata."bunga raflesia?"jawab Ares asal.
Zeya mendengus kesal.“Bunga itu baunya busuk banget!...Kamu mau rumah kita jadi bau gara-gara nanam bunga langka itu?” gerutunya sewot.
Ares terkekeh pelan, jelas menikmati ekspresi kesal Zeya. Ia memang sengaja menggodanya.
“Aku cuma bercanda, kok. Aku nggak terlalu paham soal bunga,” ucapnya lembut, sambil menatap wajah Zeya yang masih cemberut.
Zeya masih enggan bicara. Ia cukup kesal dengan jawaban Ares yang terasa menyebalkan.
Namun Ares justru menikmati momen itu. Tatapannya tertuju pada Zeya, membuat gadis itu semakin canggung dan malu sendiri. Rasa kesalnya pun perlahan terlupakan.
“Kamu… kenapa sih liatin aku terus?” tanya Zeya bingung, lalu buru-buru membuang muka.
Ares tersenyum menggoda. “Emang kenapa? Kamu kan istriku.”
“Iya, tapi... liatnya jangan gitu juga, dong,” balas Zeya pelan, pipinya mulai memerah.
Ares hanya terkekeh ringan, menikmati reaksi polos istrinya.
Zeya diam-diam mencibir dalam hati."dia kenapa liatin aku kayak gitu sih,aku kan jadi malu"gumam zeya berbisik.
suasana mendadak berubah ketika terdengar nada dering ponsel Ares berbunyi nyaring.
Zeya menoleh pelan, melihat ekspresi wajah Ares yang langsung berubah serius saat membaca nama yang tertera di layar.
“Rumah sakit,” gumam Ares singkat sebelum menerima panggilan itu.
“Halo, Dokter Ares di sini.”
Zeya ikut memperhatikan Ares yang tengah menerima telepon.
"Ya, saya mendengar...Sekarang?...Oke... saya akan segera ke sana."ujar Ares serius
Telepon berakhir cepat,Zeya tidak dapat mendengar percakapan dengan jelas,ia hanya mendengar nada suara Ares berubah serius.
"ada apa?"tanya Zeya kepo.
“Ada pasien darurat. Aku harus ke rumah sakit sekarang, ada operasi mendadak,” ujar Ares cepat, suaranya terdengar tegas namun masih lembut di hadapan Zeya.
Zeya tampak terkejut. “Operasi mendadak? Sekarang juga?”
Ares mengangguk sambil menatap mata istrinya. “Kondisi pasien cukup serius. Tim sedang mempersiapkan ruang operasi. Aku harus secepatnya pergi kerumah sakit."
"Kamu pulang jam berapa nanti?"Zeya bertanya penuh penasaran.
Ares menatap Zeya sejenak, lalu mengangkat tangan dan mengusap lembut kepala gadis itu. “aku belum tau,kamu istirahat duluan saja,mungkin aku akan pulang larut malam"
Zeya mengangguk kecil, menyembunyikan sedikit rasa khawatir yang perlahan mulai muncul di hati kecilnya.
"hati hati di jalan ya.jangan ngebut ngebut"ujar Zeya perhatian.
Senyum kecil terbit di bibir Ares. Di dalam hati, ia mulai merasakan benih kekhawatiran yang perlahan ditunjukkan Zeya padanya. Gadis itu sepertinya mulai menaruh simpati padanya.
Ares tahu, melarang Zeya hanya akan membuat gadis itu menjauh dan kembali mempertanyakan segalanya, termasuk pernikahan mereka yang membingungkan.
ia belajar dari kesalahan sebelumnya.
Tekanan hanya akan membuat Zeya mencurigainya. Maka dari itu, ia memilih untuk jadi pria yang penuh pengertian. Mengizinkan apa pun yang Zeya ingin lakukan, berpura-pura mendukungnya sepenuh hati, agar gadis itu merasa bebas,padahal semua itu hanyalah sebuah cara agar Zeya tetap dalam kendalinya.
"Aku akan pulang secepatnya sayang,kamu jaga diri baik baik,telpon aku jika ada sesuatu yang tidak nyaman"ujar Ares sambil tersenyum.
Zeya hanya mengangguk pelan,tidak ada yang perlu ia takutkan,dirumah itu ada seorang pembantu yang bisa menemaninya.
Tanpa menunggu lebih lama,Ares berlari kecil masuk kedalam rumah,mengambil kunci mobil dan jas dokternya.Zeya hanya memandangi punggung suaminya yang perlahan menghilang di balik tembok rumah.