NovelToon NovelToon
KISAH NYATA - KETIKA CINTA MENINGGALKAN LUKA

KISAH NYATA - KETIKA CINTA MENINGGALKAN LUKA

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor jahat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Selingkuh / Percintaan Konglomerat / Romansa
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Dri Andri

Gavin Narendra, CEO muda yang memiliki segalanya, menghancurkan pernikahannya sendiri dengan perselingkuhan yang tak terkendali. Larasati Renjana, istrinya yang setia, memilih untuk membalas dendam dengan cara yang sama. Dalam pusaran perselingkuhan balas dendam, air mata, dan penyesalan yang datang terlambat, mereka semua akan belajar bahwa beberapa luka tak akan pernah sembuh.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dri Andri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 9

Mereka duduk di ruang keluarga—hanya berdua, Abimanyu masih di sekolah. Larasati tahu—dia sudah tahu sejak kemarin—bahwa dia tidak bisa menyembunyikan ini dari Ziva lebih lama lagi. Ziva tinggal di rumah ini setengah waktu, dia lihat segala sesuatu. Dia pasti notice keanehan, perubahan, ketegangan.

"Vi," kata Larasati pelan, menatap asisten yang sudah seperti adik untuknya. "Aku... ada sesuatu yang harus aku cerita."

Ziva duduk di ujung sofa, tangannya terkatup di pangkuan, wajahnya fokus. "Saya tahu, Mbak."

Larasati terdiam. "Kamu tahu?"

"Saya tidak tahu detail. Tapi saya tahu ada yang salah. Mbak Lara nangis. Saya denger beberapa kali, waktu Mbak pikir saya sudah pulang. Dan Mas Gavin..." Ziva menggigit bibir. "Mas Gavin jarang di rumah. Dan kalau di rumah, dia seperti... ghost. Tidak ada lagi yang warm. Tidak ada yang... right."

Larasati merasa sesuatu di dadanya remuk. Bahkan Ziva bisa lihat—bahkan orang luar bisa sense that her marriage was falling apart.

"Gavin selingkuh," kata Larasati, dan untuk kedua kalinya hari ini, kata-kata itu keluar dengan lebih mudah. Mungkin karena semakin sering diucapkan, semakin real itu terasa—dan semakin dia accept reality-nya.

Wajah Ziva berubah—dari shock jadi marah dalam sekejap. "Apa? Selingkuh? Sama siapa?"

"Karyawannya. Kiran. Ini udah jalan cukup lama."

"Bajingan!" Ziva berdiri dengan tiba-tiba, tangannya mengepal. "Maaf Mbak, saya kasar. Tapi Mas Gavin... dia bajingan! Mbak Lara udah ngasih dia segalanya! Mbak Lara berhenti kerja buat dia, rawat rumah, rawat Abi, jadi istri sempurna—dan dia selingkuh? Dia—"

"Vi," potong Larasati lembut. "Aku tahu. Aku marah juga. Tapi sekarang aku butuh... aku butuh action, bukan cuma marah."

Ziva duduk lagi, napasnya cepat karena emosi. "Mbak mau apa? Mbak mau saya bantuin apa? Apapun, saya akan lakuin."

Larasati menatap gadis muda di depannya—mata yang penuh kesetiaan, yang penuh tekad. Dan dia tahu dia bisa percaya Ziva. Ziva tidak punya agenda. Ziva cuma... care.

"Aku butuh kamu jadi mata-mata," kata Larasati pelan. "Aku butuh kamu track gerak-gerik Gavin dan Kiran. Tempat mereka ketemu, waktu, apa yang mereka omongin kalau kamu bisa denger. Semuanya. Aku butuh dokumentasi lengkap."

Ziva tidak ragu sedetik pun. "Oke. Saya akan lakuin. Kapan mulai?"

"Mulai sekarang. Gavin pulang hari Jumat atau Sabtu dari 'Surabaya'," Larasati mengutip dengan jari-jarinya, "yang sebenarnya Bali bareng Kiran. Setelah itu mereka pasti akan ketemu lagi. Kamu kerja di kantor Gavin kan untuk part-time admin? Kamu bisa observe dari dalam."

"Saya akan extra careful, Mbak. Mas Gavin gak akan curiga." Mata Ziva bersinar dengan determination yang membuat Larasati hampir tersenyum—kalau dia masih ingat caranya.

"Thanks, Vi. Seriously. Aku... aku gak tahu harus gimana tanpa kamu."

Ziva menggenggam tangan Larasati dengan kedua tangannya—genggaman yang hangat, yang tulus. "Mbak gak sendirian. Saya akan pastikan Mbak dapetin justice yang Mbak deserve. Mas Gavin akan nyesel udah nyakitin Mbak."

---

Dua hari berlalu seperti kabut.

Gavin masih di "Surabaya" (Bali). Dia kirim pesan sesekali—pesan singkat tentang meeting yang "melelahkan", hotel yang "okay", makanan yang "biasa aja". Semua bohong. Semua performance.

Dan Larasati balas dengan pesan yang sama manisnya, sama bohongnya. "Semangat sayang! Abi kangen Papa. Aku juga. Love you!"

Teater absurd di mana dua aktor bermain peran masing-masing, tidak ada yang tahu siapa yang lebih jago menipu.

Tapi di balik layar, Larasati bekerja. Dia ketemu Diana Kusuma—lawyer killer dengan reputasi 95% win rate di divorce cases. Diana dengar cerita, lihat bukti, dan bilang dengan senyum tajam: "Mrs. Narendra, we're going to destroy him legally. By the time I'm done, he'll wish he'd been faithful."

Kontrak ditandatangani. Reza transfer lawyer fee—jumlah yang membuat Larasati tersentak tapi Reza bilang "consider it an investment in your future."

Dan Ziva... Ziva bekerja seperti spy profesional.

Hari Jumat malam, Gavin pulang dengan senyum lebar dan oleh-oleh—batik Bali yang dia bilang "dari Surabaya." Larasati menerimanya dengan senyum, cium pipi suaminya yang bau sunblock dan parfum asing, dan simpan batik itu di lemari tanpa akan pernah memakainya.

Lalu Senin, Ziva datang dengan laporan.

Mereka duduk di kamar Larasati—pintu terkunci, Abimanyu di sekolah, Gavin di kantor. Ziva buka laptop kecilnya.

"Mbak, saya dapat banyak," katanya dengan suara excited tapi juga marah. "Kemarin, Senin pagi, Mas Gavin dan Kiran meeting di kantornya. Pintu ditutup tapi tidak locked. Saya masuk dengan alasan bawa dokumen, dan saya liat... mereka duduk terlalu deket. Kiran duduk di meja kerja Mas Gavin, bukan di kursi. Dan tangannya di paha Mas Gavin."

Setiap kata seperti tikaman. Tapi Larasati sudah mati rasa—atau begitu dia pikir.

"Lalu kemarin sore, mereka makan siang bareng. Di restoran Italia yang sama yang Mbak Aurellia pernah cerita. Saya ikutin—jaga jarak tapi dapet foto." Ziva tunjukkan foto di laptop: Gavin dan Kiran di meja yang sama, tertawa, Gavin memegang tangan Kiran di atas meja.

"Dan yang paling..." Ziva diam, wajahnya ragu. "Mbak mau denger audio?"

"Audio?"

"Saya... saya taruh voice recorder di pot bunga di ruang meeting kantor. Kemarin sore mereka meeting di sana, pikir gak ada siapa-siapa. Saya rekam pembicaraan mereka."

Jantung Larasati berdetak cepat. "Play it."

Ziva klik file. Suara Gavin—suara yang Larasati kenal dari delapan tahun pernikahan—terdengar lewat speaker laptop, sedikit muffled tapi jelas.

_"...udah bosen nyembunyiin ini, Ki."_

_"Aku juga sayang. Tapi kan kamu yang bilang belum waktu yang tepat."_ Suara Kiran—manis, manja.

_"Aku tahu. Tapi setelah Bali kemarin... fuck, I don't want to pretend anymore. Aku pengen bangun tidur tiap hari sama kamu, bukan sama..."_ Dia tidak selesaikan kalimat tapi implant-nya jelas. Bukan sama Larasati.

_"Jadi kapan?"_ suara Kiran jadi serius. _"Kapan kamu akan cerai sama dia? Aku sudah tidak sabar jadi istrimu, Gavin. Aku tidak mau jadi selingkuhan selamanya."_

Dunia berhenti.

Larasati bisa mendengar darahnya sendiri berdesir di telinga. Ziva pause audio, menatapnya dengan khawatir.

"Mbak... Mbak okay?"

Larasati tidak tahu. Dia tidak merasakan apa-apa—tidak marah, tidak sedih, tidak... apa-apa. Hanya kosong. Seperti jiwanya sudah keluar dari tubuh dan melayang di suatu tempat, meninggalkan cangkang kosong di kursi ini.

_Aku sudah tidak sabar jadi istrimu._

Kiran tidak hanya mau affair. Dia mau menggantikan Larasati. Dia mau jadi Mrs. Narendra.

Dan Gavin—Gavin considering it.

"Play the rest," kata Larasati dengan suara yang terdengar asing bahkan di telinganya sendiri.

Ziva play audio lagi. Suara Gavin:

_"Soon. Aku janji. Aku cuma perlu timing yang tepat. Lara... dia gak akan mudah. Dan ada Abi. Custody bisa jadi masalah."_

_"Tapi kamu bilang kamu tidak cinta dia lagi."_

_"Aku tidak cinta dia. Aku cinta kamu."_ Kata-kata itu delivered dengan begitu mudah, begitu casual, seolah delapan tahun pernikahan tidak berarti apa-apa. _"Tapi aku harus smart tentang ini. Lawyer aku bilang kalau aku terbukti selingkuh, Lara bisa dapat majority asset di settlement. Aku gak bisa biarkan itu terjadi."_

_"Jadi kamu mau apa? Berpura-pura sampai kapan?"_

_"Sampai aku bisa set things up dengan bener. Transfer beberapa asset ke trust account, secure custody Abi with evidence kalau Lara 'mentally unstable' atau some shit. Then I can file for divorce dengan position yang lebih kuat."_

Kiran tertawa. _"Kamu jahat, sayang. Tapi aku suka."_

_"Semua demi kita, Ki. Demi future kita."_

Audio berakhir.

Larasati duduk diam. Ziva menatapnya dengan wajah khawatir, tapi tidak berani bicara.

Di dalam kepala Larasati, sesuatu yang sudah retak akhirnya pecah berkeping-keping. Bukan hatinya—itu sudah hancur sejak lama. Tapi ilusi terakhir yang dia pegang—ilusi bahwa maybe, just maybe, Gavin masih punya sedikit kehormatan, sedikit rasa bersalah, sedikit humanity.

Ternyata tidak. Gavin tidak hanya selingkuh. Dia planning untuk menghancurkannya secara finansial dan mental. Dia mau ambil Abimanyu dengan labeling Larasati "mentally unstable." Dia mau ninggalin dia dengan nothing.

Sementara dia di sini, masak makanan kesukaan Gavin, kirim pesan manis, berpura-pura jadi istri yang perfect.

Ziva akhirnya bicara, suaranya hati-hati. "Mbak... we need to act fast. Kalau Mas Gavin mulai transfer asset—"

"Dia tidak akan sempat," potong Larasati. Suaranya dingin sekarang—dingin seperti es, keras seperti baja. "Karena aku akan strike duluan."

Dia menatap Ziva, dan ada sesuatu di matanya yang membuat assistantnya tersentak.

"Copy semua audio itu. Kirim ke lawyer aku. Dan cari tahu tentang transfer asset yang Gavin mention. Kapan, ke mana, berapa. Aku mau track semuanya."

"Oke, Mbak." Ziva mengangguk cepat, jemarinya sudah mengetik di laptop.

Larasati berdiri, berjalan ke jendela. Jakarta di luar terlihat normal—orang bekerja, traffic mengalir, hidup berjalan terus. Seolah dunianya tidak sedang ending.

Tapi dunianya memang ending. Dan dari abu-abu dunia lama, dia akan bangun sesuatu yang baru.

Sesuatu dimana dia bukan victim.

Sesuatu dimana Gavin dan Kiran membayar untuk setiap kebohongan, setiap pengkhianatan, setiap rencana jahat mereka.

Larasati mengambil ponselnya, membuka chat dengan Diana lawyer.

_"Saya punya audio Gavin dan Kiran planning untuk manipulasi divorce settlement. Dia mau label saya mentally unstable dan ambil custody anak. Kita bisa pakai ini?"_

Balasan datang cepat:

_"ABSOLUTELY. Ini bukan hanya bukti affair—ini bukti malicious intent dan parental manipulation. With this, kita bisa crush him completely. Meet me tomorrow morning. Dan Mrs. Narendra? Congratulations. You just won your divorce before it even started."_

Larasati menatap pesan itu, lalu menatap pantulannya di jendela—wanita yang tidak dia kenal lagi, wanita yang sudah berubah dari istri yang patah hati jadi sesuatu yang lebih dangerous.

Dan untuk pertama kali dalam dua minggu ini, dia tersenyum—senyum yang tidak ada kehangatan di dalamnya, hanya kepuasan dingin.

Game on, Gavin.

Game on.

---

**Bersambung ke Bab 9**

1
Aretha Shanum
dari awal ga suka karakter laki2 plin plan
Dri Andri: ya begitulah semua laki laki
kecuali author🤭😁
total 1 replies
Adinda
ceritanya bagus semangat thor
Dri Andri: makasih jaman lupa ranting nya ya😊
total 1 replies
rian Away
awokawok lawak lp bocil
rian Away
YAUDAH BUANG AJA TUH ANAK HARAM KE SI GARVIN
rian Away
mending mati aja sih vin🤭
Dri Andri: waduh kejam amat😁😁😁 biarin aja biar menderita urus aja pelakor nya😁😁😁
total 1 replies
Asphia fia
mampir
Dri Andri: Terima kasih kakak selamat datang di novelku ya
jangn lupa ranting dan kasih dukungan lewat vote nya ya kak😊
total 1 replies
rian Away
wakaranai na, Nani o itteru no desu ka?
Dri Andri: maksudnya
total 1 replies
rian Away
MASIH INGET JUGA LU GOBLOK
Dri Andri: oke siap 😊😊 makasih udah hadir simak terus kisah nya jangan lupa mapir ke cerita lainnya
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!