Memergoki sepasang manusia yang sedang bercinta, membuat Kumala Rasya Putri—Kurap—harus terjerat sebuah perjanjian konyol dengan lelaki itu. Pandu Nugraha Andaksa—Panu—harus menahan emosi setiap kali berhadapan dengan Rasya yang begitu menguji kesabarannya.
Lantas, akankah mereka terjebak dengan sebuah pernikahan seperti kisah novel pada umumnya? Atau akan ada kejutan luar biasa yang mampu membuat kedua orang itu saling jatuh cinta?
Mau tahu jawabannya? Baca kisah ini dan jangan lupa beri dukungan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31
"Saya pembantu baru Tuan Pandu, Nona. Selamat datang." Rasya tersenyum lebar, sedangkan Pandu justru mengepalkan tangan dengan rahang yang mengeras.
"Sejak kapan?" tanya Gea penuh selidik.
"Sekitar dua hari yang lalu, Nona. Kalau begitu silakan masuk, Nona." Rasya bergeser ke samping, memberi jalan untuk mereka masuk. Gea yang masih menggandeng tangan Pandu, segera mengajak lelaki itu masuk, sedangkan Rasya masih setia berdiri di tempatnya.
"Nona, kenapa Anda mengaku sebagai pembantu di sini?" tanya Arga setelah Pandu dan Gea tidak lagi terlihat.
"Bukankah memang dari awal aku di sini sebagai pembantu?" tanya balik Rasya terlihat tenang, tetapi Arga justru merasa tidak enak sendiri.
"Tapi sekarang Anda adalah istri sah Tuan Pandu."
"Sudahlah, Kak. Kasih aku kunci kamar pelayan. Bukankah ada satu kamar kosong?" Rasya menadahkan tangan di depan Arga yang begitu terkejut.
"Nona." Suara Arga terhenti saat melihat sorot mata Rasya yang mulai menajam. Dengan terpaksa Arga mengambilkan kunci yang dia simpan. Setelah mengucapkan terima kasih, Rasya segera menuju ke kamar belakang, kamar yang dikhususkan untuk para pelayan di rumah itu.
Ketika Rasya membuka sebuah kamar, beberapa pelayan yang sedang berada di belakang pun segera berjalan mendekati nona muda mereka. Tatapan mereka begitu heran, sedangkan Rasya justru menunjukkan senyum lebarnya.
"Kenapa Anda di sini, Nona?" tanya salah satu di antara mereka dengan penuh penasaran.
"Di sana sedang ada kekasih Om Panu, dan aku tidak mau ada kesalahpahaman. Jadi, mulai sekarang aku akan tidur di sini." Rasya menjawab seolah tanpa beban, tetapi mereka justru begitu terkejut. Karena yang mereka tahu, wanita yang baru kemarin tinggal di sini adalah istri Pandu alias majikan mereka yang baru.
"Nona, bukankah Anda—"
"Aku lelah, mau tidur sebentar. Oh iya, aku punya coklat untuk kalian." Rasya membuka tas selempangnya, dan mengeluarkan sepuluh batang coklat dari dalam sana.
"Banyak sekali, Nona?" Wajah mereka tampak berbinar bahagia.
"Aku menang main kartu sama temen-temenku. Tenang aja, ini halal kok karena kita sama-sama ikhlas." Rasya terkekeh sendiri. Dia menyerahkan semua coklat itu yang langsung diterima dengan sangat antusias. Setelahnya, Rasya segera masuk ke kamar untuk beristirahat. Lama tidak bekerja membuat otot tubuh Rasya terasa begitu kaku.
***
Setelah Gea masuk ke kamar tamu, Pandu segera membersihkan diri dan menunggu kedatangan Rasya. Dia akan memberi perhitungan kepada wanita itu karena sudah berani mengaku sebagai pembantu. Namun, hampir setengah jam menunggu, tidak ada tanda-tanda Rasya masuk kamar, padahal Pandu sudah merasa begitu gelisah.
Dengan langkah tergesa, Pandu segera turun dan mencari keberadaan Rasya. Namun, tidak ada. Kegelisahan Pandu pun semakin menjadi-jadi. Dia berjalan ke dapur, barangkali gadis itu sedang makan, tetapi yang dia temui hanyalah pelayan yang sedang menyiapkan makan malam.
"Kalian tahu di mana nona muda?" tanya Pandu tidak sabar.
"Sedang tidur di kamar belakang, Tuan," jawab Isah, salah seorang pelayan.
Mata Pandu melebar karena tidak percaya. Tanpa bertanya lagi, Pandu segera berjalan menuju ke kamar milik para pelayannya. Beberapa pelayan yang sedang istirahat pun begitu terkejut melihat kedatangan Pandu karena selama ini jarang sekali Pandu ke sana. Mereka berdiri sejajar lalu membungkuk hormat.
"Di kamar mana nona muda istirahat?" tanya Pandu penuh penekanan.
"Di sana, Tuan."
Pandu segera melangkah menuju kamar yang ditunjuk oleh pelayannya. Kebetulan sekali pintu kamar tersebut tidak dikunci. Pandu membuka dengan cukup kasar, tetapi dia seketika terdiam saat melihat Rasya sedang tidur nyenyak dengan memeluk guling. Bahkan gadis itu belum ganti baju sama sekali.
Pandu berjalan mendekat dan duduk di tepi tempat tidur. Bibirnya tersenyum saat melihat wajah damai Rasya. Wajah cantik tanpa polesan make up.
"Kamu cantik kalau diem gini, tapi kenapa kamu selalu membuatku kesal." Pandu mendecakkan lidah. Kemudian, dia beralih menepuk pipi Rasya untuk membangunkan gadis itu.
"Apa sih, Zae? Gue capek banget seharian kerja. Tulangku rasanya mau patah." Rasya menyingkirkan tangan Pandu yang menganggu tidurnya. Dia belum membuka mata sama sekali, jadi dia tidak tahu kalau yang membangunkannya saat ini adalah Pandu.
"Bangun!" Suara Pandu meninggi. Kedua mata Rasya seketika terbuka saat mendengar suara lelaki, padahal seingatnya di rumah kontrakan hanya ada para wanita.
Rasya beranjak bangun, tetapi dia langsung terdiam saat melihat Pandu sudah duduk di dekatnya. Pandangan mata Rasya mengedar dan kesadarannya baru kembali kalau dirinya saat ini sedang berada di rumah Pandu.
"Om, aku capek," rengek Rasya, dan itu sangat menggemaskan bagi Pandu.
"Kenapa kamu tidur di sini?" tanya Pandu dengan suara tinggi.
"Memangnya aku harus tidur di mana lagi, Om?" Rasya menjawab santai sembari memijat pelipisnya karena sedikit pusing. Pandu tidak menjawab, dia terlalu gengsi untuk mengatakan Rasya harus tidur dengannya.
"Tidur di kamar Om? Nanti kalau kekasih Om tahu gimana? Tidak ada pembantu dan majikan yang tidur dalam satu kamar." Ucapan Rasya seperti sebuah sarkasme untuk Pandu. Lelaki itu hanya terdiam karena bingung harus menjawab bagaimana. Rasya yang melihat itu, hanya menarik sebelah sudut bibirnya.
"Kamu sendiri yang mengaku sebagai pembantu di depan Gea!" Suara Pandu naik satu oktaf.
"Oh, namanya Gea? Cantik sekali seperti orangnya. Udah sana balik, gih, Om. Aku mau tidur lagi." Rasya mendorong tubuh Pandu, tetapi lelaki itu tidak bergeser sedikit pun.
"Kamu yang memulai permainan ini, dan aku hanya akan mengikuti permainanmu." Pandu bangkit berdiri dan hendak pergi membawa kekesalan di hatinya. Namun, baru saja memegang handle pintu, tubuh Pandu menegang saat ada sepasang tangan memeluknya dari belakang. Jantung Pandu berdebar tak karuan, apalagi saat dia merasakan kepala Rasya bersandar di punggungnya.
"Om, udah mulai jatuh cinta sama aku, ya? Kok jantungnya dag-dug kenceng gini?" tanya Rasya menggoda.
••••
Om Panu! Aku udah cantik belum?