Alzena Jasmin Syakayla seorang ibu tunggal yang gagal membangun rumah tangganya dua tahun lalu, namun ia kembali memilih menikah dengan seorang pengusaha sekaligus politikus namun sayangnya ia hanya menjadi istri kedua sang pengusaha.
"Saya menikahi mu hanya demi istri saya, jadi jangan berharap kita bisa jadi layaknya suami istri beneran"
Bagas fernando Alkatiri, seorang pengusaha kaya raya sekaligus pejabat pemerintahan. Istrinya mengidap kanker stadium akhir yang waktu hidupnya sudah di vonis oleh dokter.
Vileni Barren Alkatiri, istri yang begitu mencintai suaminya hingga di waktu yang tersisa sedikit ia meminta sang suami agar menikahi Jasmin.
Namun itu hanya topeng, Vileni bukanlah seorang istri yang mencintai suaminya melainkan malaikat maut yang telah membunuh Bagas tanpa di sadari nya.
"Aku akan membalas semua perbuatan yang kamu lakukan terhadap ku dan orang tuaku...."
Bagaimana kelanjutan polemik konflik diantara mereka, yuk ikuti kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bundaAma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
-3 versi revisi
Dunia di sore hari terasa ramai, banyak motor dan mobil berlalu lalang di sepanjang jalan, ada yang baru berangkat untuk bekerja ada yang sudah pulang dan ada pula hanya untuk sekedar bermotor motoran, dan masih banyak yang lainnya juga. Jalanan begitu di penuhi kendaraan sehingga kemacetan sering terjadi.
Setelah sampai di rumah, Jasmin dan Jovan melangkah kan kaki masuk ke dalam rumah, suasana di rumah terasa begitu kaku, pak Kasdi dan Bu Ijah diam membeku sembari memegangi kepala mereka.
"Kenapa Bu?" tanya jasmin pada Bu Ijah
"Bapak udah pulang?" tanya nya lagi saat melihat pak Kasdi sudah duduk di kursi.
"Bapak kerja nya udah beres Jas, pembangunan tinggal sedikit lagi jadi ada pengurangan karyawan...." jawab pak Kasdi.
"Terus ibu kenapa???? Sabar ajah Bu, bapak juga gak mungkin diem, bentar lagi pasti dapet kerjaan baru...." ucap Jasmin menenangkan sang ibu sembari memeluk hangat tubuh ibunya.
"Iyah sayang...." Jawab Bu Ijah tersenyum lebar sembari mengelus kepala putrinya yang tertutup hijab.
"Ada yang Dateng ke rumah? Apa gimana?" tanya Jovan ikut duduk di kursi makan mereka.
"Ngomong ajah Bu, pak, biar kita tahu, kita tuh harus tahu apa yang terjadi, gak usah di sembunyi sembunyiin dari kita...." ujar Jovan yang di jawab anggukan kepala oleh Jasmin.
Melihat putra dan putrinya yang seakan mendesak mereka untuk bercerita pak Kasdi dan Bu Ijah tak kuasa menahan tangisnya, Bu Ijah memeluk Jasmin sembari menangis.
"Tak akan ibu biarkan kamu menikahi orang yang berkebutuhan khusus... kita pasti cari jalan keluarnya...." ucap Bu Ijah, yang membuat Jasmin dan Jovan semakin bingung.
Setelah lama berdiam akhirnya pak Kasdi menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, tadi siang ada Bu Dewi datang ke rumah, ternyata Ijah pernah meminjam uang kepada Bu Dewi yang nominalnya cukup besar, sebesar lima puluh juta, belum lagi di tambah bunga yang di pinta Bu Dewi, padahal perjanjian awal tidak ada yang namanya bunga bungaan, Bu Dewi hanya memberi waktu satu Minggu agar mereka membayar utangnya jika tidak maka Jasmin harus mau menikahi putranya yang berkebutuhan khusus, karena putranya selalu mengamuk menginginkan Jasmin.
"Gila!!! Emang kakak gue apaan? Bisa bisanya si Dewi tolollll cari kesempatan dalam kesempitan, stresss emangggg!!!!" umpat Jovan, dadanya seolah sesak saat kakaknya lagi lagi di jadikan bahan lelucon.
Jasmin tetap tersenyum meskipun hatinya terasa sakit, dia mungkin terlalu ramah pada setiap orang, tidak pernah terbayang dalam pikirannya menjadi istri dari pria autis, bukan menghina tapi Jasmin tidak mungkin sabar jika harus menikahi pria autiss.
"Kita cari jalan keluarnya ajah Bu...." ujar Jasmin sembari menahan sesak, setelah nya ia pun masuk ke dalam kamar, yang di mana ia melihat putranya tengah asik bermain mobil mobilan hingga tak tahu ibu nya telah pulang.
"Bunda udah pulang?" tanya Azzam lembut yang di jawab anggukan kepala oleh Jasmin.
Malam hari pun Jasmin lalui dengan menahan sesak di dada, ia tak bisa tertidur nyenyak, ia harus menguatkan dirinya untuk menikahi pria autis, karena mereka tidak memiliki apa apa lagi. 50 juta bukanlah uang yang sedikit bagi mereka di tambah lagi Bu Dewi yang meminta bunga nya di bayar di hari yang sama, jika menjual rumah yang mereka tempati pun tidak akan cukup.
Hari harinya Jasmin tetap beraktivitas seperti biasa, seolah tak ada yang terjadi dan seolah tak ada yang dia takuti.
Bangun pagi-pagi lalu berangkat kerja tanpa memperlihatkan wajah murung ataupun sedih, wajahnya selalu terlihat ceria, hingga orang orang yang tak mengenalinya lebih dalam tidak akan sadar jika sebenarnya ia tengah kebingungan.
Bu Leni dan pak Bagas pun setiap hari mengunjungi toko mereka, meski hanya sekedar membeli beberapa kebutuhan, yang jelas itu hanya basa basi, karena niatnya tetap sama, sejak Bu Leni melihat Jasmin ia memantapkan diri untuk memilih Jasmin sebagai madunya untuk itulah ia selalu datang ke toko mendatangi Jasmin dan meminta nya untuk menjadi madunya.
"Jangan paksa saya jadi jin Dasim Bu... gak boleh dosa..." ujar Jasmin dengan wajah ceria nya.
"Ishhhh... kamu gitu terus sih ngejawabnya, pokok nya kalo kamu berubah pikiran, hubungi saya cepat cepat yah..." ucap Bu Leni
Semakin hari di lewati, semakin dekat pula dengan hari di mana waktu tenggat keluarga Jasmin membayar hutang pada Bu Dewi, hingga saat ini mereka belum mendapatkan jalan keluarnya sama sekali.
Bu Dewi tetap kekeh ingin uang nya dikembalikan langsung semua beserta bunganya, padahal Bu Ijah dan pak Kasdi telah menjual rumah mereka dengan harga 60 juta. Akan tetapi Bu Dewi memaksa mereka membayar 90 juta karena bunganya harus di bayar saat ini juga.
Malam harinya sebelum hari esok hari di mana Jasmin mungkin harus menikahi putra Bu Dewi, Jasmin mengajak Azizah untuk bertemu dengannya di sebuah taman.
Setelah bertemu Azizah ia menangis tersedu-sedu, ia menceritakan semua hal yang ia sembunyikan pada Azizah. Azizah yang juga sama orang tak punya tidak bisa membantu apa apa, ia hanya bisa ikut menangis meratapi nasib buruk yang menimpa temannya.
Padahal Jasmin terlihat ceria, tak pernah terlihat sedih murung atau pun berbeda, ia seperti biasa seolah tak pernah terjadi apapun.
"Kenapa sih loh harus nyembunyiin ini dari gue? Gue tahu gue gak bisa bantu apa apa, tapi setidaknya jangan di pendam sendirian Jas...." ujar Azizah sembari terisak ikut menangis dan ikut merasakan betapa sesaknya Jasmin saat ini.
"Kalo gue cerita gue gak tahu harus mulai dari mana..." jawab Jasmin di sela sela tangisnya.
"Teruss loh mau ajah nikah sama si autis itu? Yah loh kabur ajah kali Jas...." Azizah mengutamakan idenya yang terlintas di otaknya.
"Gue gak mau nikah sama dia, gue yakin gue pasti gak bisa sadar...."
"Dan gue juga gak mungkin kabur... Orang tua gue nanti bisa masuk Polsek dan anak gue juga gimana nantinya....." Jasmin semakin terisak bahkan tangisnya mulai bersuara kencang.
"Kenapa gak nikah sama atasan saya ajah? hutang kamu lunas, dan nikah sama orang yang waras...."
Suara yang tiba tiba muncul entah dari mana dan sejak kapan dia duduk di samping mereka.
Azizah dan Jasmin kebingungan, mereka tak kenal dengan pria matang di samping nya, bahkan tak pernah sekalipun ia bertemu dengannya, namun tiba tiba saja ia berkata seolah dia tahu siapa Jasmin dan bagaimana kondisinya saat ini.
"Masss... Bisa gak sih, saya tuh lagi sedih di hibur biar gak nangis terusss, jangan malah ngomong yang aneh aneh..." ujar Jasmin cemberut sembari menghirup kembali ingus yang keluar dari hidung nya.
"Saya serius, perkenalkan saya Andreas asisten pribadi pak Bagas....."
Dan begitulah awal mula hidup Jasmin berubah