zaira Kalya , gadis bercadar yang bernasib malang, seolah cobaan terus mendatanginya. Setelah Tantenya-tika Sofia-meninggal, ia terpaksa menerima perjodohan dengan albian Kalvin Rahardian-badboy kampus-yang begitu membencinya.
Kedua orang tua ziara telah meninggal dunia saat ia masih duduk dibangku sekolah menengah pertama, hingga ia pun harus hidup bersama tika selama ini. Tapi, tika, satu-satunya keluarga yang dimilikinya juga pergi meninggalkannya. tika tertabrak oleh salah satu motor yang tengah kebut-kebutan di jalan raya, dan yang menjadi terduga tersangkanya adalah albian.
Sebelum tika meninggal, ia sempat menitipkan ziara pada keluarga albian sehingga mereka berdua pun terpaksa dinikahkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 9
Mobil hitam yang melaju cepat ke arah ziara itu berhenti tepat di depan gadis bercadar putih itu. Pengemudinya menyembulkan wajahnya keluar jendela dan tersenyum ramah pada ziara yang tengah memeluk helm di depan mobilnya.
“Lo ngapain di situ, zia? Ayo naik. Ke kampus bareng gue aja,” ajaknya.
Vino Arza Narendra, pemuda yang menjadi rival albian itu sangat ramah pada ziara.
“Gak usah, vin. Aku jalan kaki aja. Gak enak kalau kita satu mobil berdua,” tolak ziara yang sudah berdiri di samping mobil vino.
Pemuda itu bukannya kembali melajukan mobilnya, tapi justru turun menghampiri ziara yang masih mengatur napas setelah hampir tertabrak tadi.
“Lo yakin mau jalan kaki?” vino melihat jam tangan berbahan kulit yang melingkar di pergelangan tangannya, lalu menunjukkannya pada ziara. “Udah jam segini loh, zia. Lo bisa telat kalo jalan kaki, kecuali lo lari sampe fakultas.”
Tangan kanan vino meraih handle pintu bagian belakang dan membukanya. “Ayo masuk. Bareng sama gue aja dari pada lo nanti telat. Jarak ke kampus masih lumayan jauh dari sini, belum lagi lo masih harus jalan dari gerbang ke fakultas.”
Ziara terlihat berpikir. Tapi, akhirnya gadis itu setuju ikut bersama vino. Ia duduk di kursi belakang layaknya pemilik mobil dan vino seperti sopir.
“Aku gak enak deh sama kamu, vin. Udah kayak majikannya aja duduk di belakang begini,” ucap ziara tak enak hati.
Tawa vino menguar mendengarnya.
“Gapapa kali sekali-kali jadi sopir lo. Sopir ganteng yang siap anterin lo ke mana aja. Asal lo ajari Dara sampe nilainya naik, gimana?”
“Itu sih udah pasti, vin. Udah jadi tugas aku membantu Dara sampai mendapatkan nilai bagus. Kemajuannya juga udah mulai kelihatan sekarang. Adik kamu itu sebenernya pinter,” balas ziara.
Sudah tiga bulan ziara ditunjuk menjadi guru privat untuk adik vino Alistya. Anak umur dua belas tahun yang duduk di Bangku kelas enam sekolah dasar itu begitu menyukai ziara. Meski harus menjelaskan materi berkali-kali pada alistya, Zivana tak pernah menolak. Gadis itu mengajari alistya dengan telaten hingga benar-benar paham, karena itu lah aslistya sangat menyukai ziara.
Vino ikut senang melihat perubahan besar dari adik perempuannya sejak ziara menjadi guru privat alis. Dan dari sana lah awal mereka berdua saling mengenal.
Pandangan vino tertuju pada spion tengah melihat helm yang ada di pelukan Zivana. “Lo ngapain bawa helm?” tanya vino heran.
“Ohh... Ini helm punya temen aku, vin. Mau aku kembalikan nanti. Gak sengaja terbawa tadi,” jawab ziara gugup.
“Jadi lo tadi sempet nebeng temen?
Kenapa gak bareng sampe kampus aja? Atau jangan-jangan dia nurunin lo di jalan?” tebak vino.
Ziara menelan salivanya kasar. Gadis itu takut memberikan jawaban yang salah. Apalagi kalau sampai harus berbohong.
“Ya gitu lah, vin,” balasnya singkat yang terkesan tidak jelas.
Vino menggeleng-gelengkan kepala. “Lain kali lo bareng gue aja gimana? Gue jemput deh nanti di rumah lo. Kalo sama gue, gue pastiin lo turunnya di depan fakultas, bukan di tengah jalan.”
“Gak usah, vin. Aku bisa sendiri,” tolak ziara.
Vino menghela napas panjang. Berkali-kali tawarannya untuk menjemput atau mengantarkan ziara selalu ditolak oleh gadis bercadar itu. Dan kali ini, pertama kalinya ziara bersedia ikut satu mobil dengannya.
“Ya udah deh. Btw, lo mulai ngajar lagi kapan? Alis udah nanyain mulu tuh,” tanya vino yang sesekali melirik ziara dari spion tengah.
“Insyaallah besok ya, vin. Maaf kalo selama satu minggu ini aku gak bisa ngajar. Aku janji nanti setelah aku mulai ngajar lagi, aku akan ngajarin alis semaksimal mungkin,” jawab ziara tak enak hati. Setelah tika meninggal, ia berhenti mengajar untuk sementara.
“Gapapa. Gue tau kok kalo lo lagi berduka.” Vino mengulas senyuman pada ziara melalui spion tengah.
Sesampainya di depan fakultas ekonomi, ziara meminta vino untuk berhenti. Padahal pemuda itu hendak mengantarkannya sampai di depan Fakultas pendidikan seperti janjinya di awal tadi.
“Aku turun di sini aja, vin,” ucap ziara.
Vino langsung menginjak remnya, menghentikan mobilnya begitu diminta.
“Kenapa? Mau gue anter sampe depan fakultas lo niatnya,” tanya vino berbalik ke belakang menghadap ziara yang sudah menarik handle pintu.
“Gak usah, vin. Lagian fakultas kita kan bersebelahan. Aku Cuma harus jalan sebentar aja. Mendingan kamu langsung masuk parkiran,” jawab ziara sambil membuka pintu mobil. “Makasih ya udah kasih aku tumpangan gratis.”
“Siapa bilang gratis?” Ziara langsung menghentikan langkahnya keluar dari mobil.
“Aku harus bayar?” tanya ziara polos.
Vino terkekeh pelan. “Bayar dengan cara ngajarin alis sampe dia dapat nilai bagus,” jawab vino.
Ziara tersenyum di balik cadarnya. “Aku kira bayar pakai uang. Kalo itu udah jadi tanggung jawabku, vin. Ya udah, aku duluan ya. Sekali lagi terima kasih.”
Ziara pun keluar dari dalam mobil dan hendak menuju fakultasnya yang tak jauh dari sana. Tapi, langkahnya kembali terhenti saat vino memanggilnya sekali lagi.
“Zia...,” panggil vino dengan wajah yang menyembul keluar dari jendela mobil.
“Iya, vin? Ada apa?” tanya ziara berjalan kembali menghampiri vino.
“Ini buat lo. Tadi waktu di jalan gue beli kue ini buat sarapan.” Vino mengulurkan softcake ke arah ziara.
“Gak usah, vin. Aku udah sarapan tadi. Buat kamu sarapan aja,” tolak ziara dengan gelengan kepala pelan.
“Gue beli dua. Satu buat lo, satu buat gue.”
“Beneran?” tanya ziara memastikan.
Vino mengangguk sambil tersenyum lebar. Diulurkannya softcake tadi lebih dekat pada ziara. “Ayo terima.”
“Makasih ya.”
Tanpa mereka berdua sadari, dari depan fakultas ekonomi albian memperhatikan sejak ziara turun dari dalam mobil vino. Pemuda itu melempar tatapan mematikan yang tajam tanpa berkedip pada vino yang tersenyum ke ziara.
“Bisa-bisanya dia senyum sok imut kayak gitu,” gumamnya kesal. “Kenapa juga si zia ke kampus bareng vino? Keliatan akrab banget lagi.”
Di sampingnya, rifki dan arfa pun ikut memperhatikan. Dua cowok yang hobinya bergosip melebihi ibu-ibu arisan itu begitu heboh melihat vino yang terlihat begitu akrab dengan ziara. Padahal mereka tak pernah melihat vino akrab dengan gadis mana pun sebelumnya saking dinginnya sikap vino.
“Iiat tuh si vino.” Agra menyenggol lengan rifku pelan sambil menunjuk vino dengan dagunya. “Masa sih ziara pacaran sama tuh cowok?” tanyanya penasaran.
Rifki mengedikkan bahunya. “Mana gue tau. Tapi, gak biasanya vino se-ramah itu sama cewek. Cowok kulkas yang selevel sama cowok di sebelah kita ini, mana ada cewek yang mau deketin? Lagian cewek kayak ziara emang mau diajak pacaran?”
“Kecuali langsung dinikahin sih. Pasti dia mau,” balas arfa ceplas ceplos.
Mata rifki membulat. “Atau jangan-jangan vino mau nikahin ziara kali ya? Makanya dia ngeliat ziara kayak gitu. Ada binar cinta dimatanya, terus senyumannya juga cerah, lebih cerah malahan dari sinar matahari,” ucapnya mendalami.
Albian menoleh cepat ke arah dua sahabatnya dengan sorot mata tajam seolah hendak menerkam. Dua pemuda itu pun berhasil mendapat tempelengan keras di dahi masing-masing.
“Lo bacot banget sih dari tadi!” sungut albian kesal. Darahnya makin mendidih mendengar obrolan dua pemuda itu sejak tadi.
Arfa mengusap dahinya yang kemerahan sambil meringis kesakitan. “Kita berdua kan lagi ngomongin vino sama ziara, bian, bukan ngomongin lo. Tapi kok malah lo yang sewot sih?”
“Cembukur kali dia sama vino yang bisa deket sama ziara, Gra.” Bukannya takut setelah ditempeleng albian barusan, rifki malah tertawa kecil. “Kadang kalo terlalu benci sama orang, lama-lama bisa jadi cinta. Bian kan benci banget sama zia. Mungkin itu rasa bencinya udah berubah sekarang.”
“Betul tuh. Kena karma lo benci sama cewek muslimah kayak zia,” sahut arfa yang langsung menyambar.