 
                            Aprilia, gadis desa yang dijodohkan dengan Vernando, pria tampan dan kaya raya, harus menelan pil pahit kehidupan. 
Alih-alih kebahagiaan, ia justru menerima hinaan dan cacian. Vernando, yang merasa memiliki istri "jelek" dan "culun", tak segan merendahkan Aprilia di depan teman-temannya. 
Kesabaran Aprilia pun mencapai batasnya, dan kata "cerai" terlontar dari bibirnya. 
Mampukah Aprilia memulai hidup baru setelah terbebas dari neraka pernikahannya? Atau justru terjerat dalam masalah yang lebih pelik?
Dan Apakah Vernando akan menceraikan Aprilia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Surga Dunia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 9
Levia, wanita dengan riasan tebal itu, menunjuk Aprilia dengan jari telunjuk yang tajam, wajahnya dipenuhi rasa jijik.
"PECAT! Pecat pelayan ini sekarang juga! Saya tidak selera makan melihat wajahnya yang penuh jerawat! Jujur saja, ini menjijikkan dan bikin mual! Dia merusak suasana restoran Anda!"
Aprilia tersentak, wajahnya memerah menahan malu. Dia ingin sekali lari.
Yuka yang sedari tadi diam, kini angkat suara "LEVIAA! Tutup mulutmu sekarang! Apa hakmu mencampuri urusan pegawai disini dan menghina penampilannya di depan umum?!"
Suara Yuka yang menggelegar berhasil membungkam Levia. Wanita itu terdiam, bibirnya mengerucut marah.
Namun, keheningan itu segera dipecah oleh suara-suara lain dari meja-meja pengunjung.
Pengunjung.
"Maaf, tapi saya setuju dengan nya. Pelayan seharusnya bersih dan rapi. Jerawatnya terlalu parah, Pak. Kami jadi kurang nyaman." ucap pengunjung lain
"Ya, betul! Ini kan restoran terkenal. Dia tidak layak berada di bagian pelayanan. Mohon dipikirkan lagi, Bu Haili" timpal pengunjung lain.
Para pengunjung lain serentak mengangguk, menunjukkan dukungan mereka pada Levia. Mereka semua sepakat, wajah Aprilia adalah masalah.
Haili, menatap Aprilia dengan raut wajah yang sedih. Dia memandang Aprilia, lalu melihat sekelilingnya, menyadari bahwa ia terjebak di antara tuntutan pelanggan dan hati nurani.
"Aprilia...... Aku... aku sungguh minta maaf. Aku tidak ada pilihan. Semua orang protes... Aku harus menjaga keberlangsungan restoran ini. Berat hati kukatakan, kamu harus berhenti. Hari ini, adalah hari pertamamu, dan juga hari terakhirmu."
Aprilia mendongak, matanya berkaca-kaca, tetapi dia mengangguk pelan. Dia melihat keputusasaan di mata Haili.
"Saya mengerti, Bu Haili. ibu tidak perlu merasa bersalah. Saya tahu... ibu sudah berusaha semampu ibu...."
Dia meletakkan nampan itu dengan hati-hati, membalikkan badan, dan berjalan keluar dari restoran di tengah tatapan menghakimi yang terasa bagai ribuan jarum.
Amarah Yuka membuncah. "Apa kau sudah puas menghancurkan hidup orang lain?!" serunya pada Levia, kata-katanya setajam pisau yang siap mengiris.
Tanpa menunggu jawaban, Yuka berbalik dan berlari keluar restoran, mengejar Aprilia yang sudah menghilang di balik pintu.
"Yuka!" teriak Levia, suaranya penuh amarah dan ketidakpercayaan. Ia tak menyangka Yuka akan membentaknya di depan umum.
Di luar, Yuka menyapu pandangannya ke sekeliling. Ia melihat Aprilia berjalan gontai di tepi jalan, bahunya merosot, kepalanya tertunduk dalam. Hati Yuka terenyuh melihat gadis itu begitu rapuh.
"Tunggu!" teriak Yuka, suaranya membelah kebisingan kota.
Aprilia berhenti, ragu-ragu membalikkan badannya. Ia menatap Yuka dengan mata sembab, namun pandangannya tetap tertunduk, seolah malu menunjukkan wajahnya yang penuh luka.
Yuka mendekat, wajahnya masih datar, namun ada nada penyesalan dalam suaranya. "Maaf atas apa yang Levia lakukan," ucapnya.
Aprilia menggeleng lemah. "Tidak apa-apa, Pak," jawabnya lirih. "Benar yang dikatakan Nona itu, saya memang tidak pantas bekerja di restoran terkenal seperti ini." Ia mengangkat tangannya, menyentuh pipinya yang penuh jerawat, merasa begitu insecure.
Yuka terdiam sejenak, lalu menatap Aprilia dengan tatapan yang sulit diartikan. "Apa kamu butuh pekerjaan?" tanyanya tiba-tiba.
Aprilia mendongak, menatap Yuka dengan mata terbelalak. "Iya, Pak," jawabnya dengan nada penuh harap.
"Apa kau mau bekerja di rumahku?" tanya Yuka, membuat Aprilia semakin terkejut.
"Beneran, Pak?" tanya Aprilia, tak percaya dengan apa yang didengarnya.
Yuka mengangguk, wajahnya tetap datar tanpa ekspresi. Namun, Aprilia bisa melihat ada ketulusan dalam matanya.
"Terima kasih, Pak," jawab Aprilia, bibirnya akhirnya mengukir senyum tipis.
"Ayo," ajak Yuka. "Kamu bisa mulai bekerja hari ini."
"Emmm, tapi, apa Bapak bisa menjelaskan dulu, pekerjaan apa yang harus saya kerjakan, dari jam berapa hingga jam berapa?" tanya Aprilia, berusaha bersikap profesional.
"Dari jam 8 pagi hingga jam 5 sore," jawab Yuka. "Bantu aku bereskan rumah saja. Di rumah sudah ada juru masak, tapi masih kekurangan orang untuk membersihkan rumah."
Aprilia berpikir sejenak. "Mas Nando berangkat kerja jam setengah 8, sepertinya aku bisa menerima pekerjaan ini," batinnya.
"Iya, Pak, saya mau," ucap Aprilia, menyetujui tawaran Yuka.
Yuka mengangguk dan mengajak Aprilia menuju mobilnya yang terparkir di seberang jalan. Aprilia terpukau melihat mobil mewah itu. Ia tak menyangka akan dijemput dengan mobil semewah ini.
Selama perjalanan, Aprilia hanya bisa menatap keluar jendela, mengagumi pemandangan kota J yang indah.
Ia masih tak percaya dengan apa yang terjadi. Baru saja ia dipecat dari pekerjaannya, tapi sekarang ia sudah mendapatkan pekerjaan baru.
Tak lama kemudian, mobil Yuka berhenti di depan sebuah rumah megah dengan gerbang tinggi menjulang.
Aprilia ternganga melihat rumah sebesar istana itu. Ia tak pernah membayangkan akan bekerja di tempat semegah ini.
Rumah Vernando memang megah namun ini lebih megah dan terlihat sangat mewah.
"Selamat datang di rumahku," ucap Yuka, memecah lamunan Aprilia.
Aprilia tersenyum gugup. Ia tahu, petualangan barunya baru saja dimulai.
 
                     
                     
                    