Lucianna Forger adalah seorang pelacur di sebuah klub malam. Walaupun hidup sebagai pelacur, Luci tetap memiliki impian untuk mempunyai suami dan anak.
Malam itu ia bertemu dengan Daniel Radcliffe, orang yang dia target menjadi pelanggan selanjutnya. Setelah melalui malam yang panas di rumah Daniel. Ia malah bertemu dengan tiga anak kembar.
Luci baru saja berpikir kalau dia bermalam dengan suami orang lain. Namun nyatanya Daniel adalah seorang duda. Ini memberikan kesempatan Luci untuk mendekati Daniel.
Sulit untuk mendekati Daniel, Luci pun memilih untuk mendekati anak-anaknya terlebih dahulu.
Apakah Daniel bisa menerima Luci dengan latar belakang seorang pelacur?
__________________________________________
Yang penasaran sama ceritanya silahkan baca🙌
[Warning!! konten dewasa]
[Karya ini hanya fantasi authornya, tidak membawa hal apapun yang berkaitan agama dalam novel ini🙌]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NiSeeRINA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
[PIAIT] Bab 9 : Perkelahian Konyol
Tepat pukul setengah tiga sore, Lucianna bergegas menjemput si kembar dari sekolah. Ia tak lupa mengirimkan pesan singkat kepada Daniel, memberitahukan rencananya.
"Aku akan menjemput anak-anak dari sekolah," tulisnya singkat, lalu segera melajukan mobilnya menuju tujuan.
Sesampainya di sekolah, Lucianna tidak langsung memanggil si kembar. Ia melihat mereka sedang bermain bersama di halaman depan, tawa riang mereka memecah suasana sore yang tenang. Entah mengapa, pemandangan itu membuat hati Lucianna menghangat, seolah ada kebahagiaan yang menular dari ketiga anak itu.
'Mereka benar-benar anak-anak yang manis,' batin Lucianna, matanya tak lepas dari si kembar. 'Aku akan melakukan apa pun untuk membuat mereka bahagia, agar Daniel bisa melihat ketulusanku dan jatuh hati padaku. hahaha.'
Namun, kebahagiaan itu terusik saat seorang anak lelaki menghampiri si kembar. Anak itu tampak lebih besar dan lebih tua dari mereka. Saat anak itu mendekat, si kembar memasang wajah tidak suka, seolah kehadiran anak itu membawa aura negatif. Firasat buruk mulai menghantui Lucianna.
Insting Lucianna mengatakan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Ia mencoba mendekat secara perlahan, berusaha untuk tidak mencolok, agar bisa menguping percakapan mereka. Ia ingin memastikan bahwa si kembar baik-baik saja dan tidak ada yang mengganggu mereka.
Anak lelaki itu menyapa si kembar dengan nada arogan dan merendahkan, seolah ia adalah penguasa di tempat itu. "Sepertinya kalian bersenang-senang di sini. Tapi sayang sekali, kalian tidak bisa seperti itu di rumah," ucapnya dengan senyum sinis, tatapannya meremehkan.
Revan, yang tidak mengerti maksud perkataan anak itu, bertanya dengan nada bingung dan sedikit waspada, "Apa maksudmu?"
Anak lelaki itu tertawa mengejek, suaranya nyaring dan menusuk telinga. "Hah, kalian itukan tidak punya ibu yang mengawasi kalian saat di rumah. Jadi, ayah kalian bersikap protektif terhadap kalian. Itu sebabnya kalian tidak bisa bermain bersama kami di komplek. Atau mungkin ayahmu merasa kita tidak selevel, jadi dia tidak membiarkan anak-anaknya bermain dengan anak komplek yang lain," ucap anak itu lagi, kata-katanya semakin menyakitkan dan menusuk hati.
"Tidak ada yang bisa menjaga kalian di rumah. Pengasuh kalian juga sering berganti, sepertinya mereka bukan pengasuh, tetapi wanita simpanan ayahmu. Mungkin karena itu, kalian tidak punya ibu sekarang," lanjutnya, kata-katanya bagai pisau yang menusuk jantung, menghancurkan pertahanan diri si kembar.
Lucianna terkejut mendengar anak sekecil itu sudah bisa berucap kata-kata kejam seperti itu. Ia tidak menyangka bahwa anak-anak bisa begitu jahat dan tidak berperasaan, tanpa memikirkan dampak dari ucapan mereka. Ia merasa geram dan ingin sekali menghampiri anak itu dan membungkam mulutnya.
Bugh!
Tanpa diduga, Rehan, yang selama ini dikenal pendiam dan penyabar, memukul pipi anak itu dengan keras, hingga anak itu tersungkur ke tanah. Pukulan itu begitu kuat, hingga membuat anak itu meringis kesakitan dan memegangi pipinya yang memerah.
Perkelahian pun tak terhindarkan. Si kembar melawan satu anak. Jelas, mereka akan menang. Lucianna membiarkan mereka memukuli anak itu. Ia tahu, itu memang salah, tetapi ucapan anak itu jauh lebih salah. Ia merasa bahwa anak itu pantas mendapatkan pelajaran atas kata-katanya yang menyakitkan dan tidak pantas diucapkan oleh seorang anak kecil.
'Rasakan itu! Jangan biarkan dia lolos!' batin Lucianna, merasa puas melihat si kembar membalas perbuatan anak itu. Ia merasa bahwa anak itu telah melewati batas dan pantas mendapatkan hukuman atas kata-katanya yang kejam.
Guru-guru di sana mencoba melerai perkelahian itu, namun si kembar terus memukuli anak itu dengan brutal. Mereka tampak begitu marah dan tidak terkendali, melampiaskan semua emosi dan amarah yang selama ini mereka pendam.
'Ya ampun, jangan biarkan pertandingannya selesai. Aku masih belum puas melihat si kembar membalas anak itu,' batin Lucianna kecewa saat guru-guru berhasil memisahkan mereka. Ia merasa bahwa anak itu belum mendapatkan pelajaran yang setimpal atas perbuatannya.
Beberapa saat kemudian, seorang wanita dengan raut wajah khawatir menghampiri kerumunan itu. Dialah ibu dari anak lelaki yang menjadi korban amukan si kembar. Melihat kondisi anaknya yang memprihatinkan, emosinya pun tak terkendali.
Dengan nada tinggi, ibu itu mulai memaki-maki si kembar, menyebut mereka anak-anak nakal dan tidak punya sopan santun. Tak hanya itu, ia dengan kasar mencubit lengan Devan, meninggalkan bekas kemerahan yang jelas terlihat.
Lucianna, yang menyaksikan kejadian itu, merasa darahnya mendidih. Ia tak bisa tinggal diam melihat anak-anak yang sudah ia anggap seperti keluarganya sendiri itu diperlakukan dengan kasar. Tanpa ragu, ia menghampiri ibu itu dan membentaknya, "Kenapa Kau menyubitnya?! Apa hakmu melakukan itu?!"
Ibu itu menoleh, menatap Lucianna dengan tatapan meremehkan. "Tentu saja saya berhak! Anak-anak ini sudah memukuli anak saya sampai babak belur!" jawabnya dengan nada membela diri sambil memeluk anaknya, air mata berlinang di pipinya.
"Itu setimpal dengan apa yang dia dapatkan! Dia sudah bicara yang tidak-tidak tentang keluarga si kembar," balas Lucianna dengan nada sinis, membela si kembar tanpa sedikit pun rasa bersalah.
"Apa yang dia katakan sampai harus dipukuli seperti itu?!" tanya ibu itu dengan nada emosi yang semakin memuncak, suaranya bergetar karena amarah.
"Dia bilang ayah si kembar punya wanita simpanan! Pantas tidak anak kecil bicara seperti itu?!" jawab Lucianna, menunjuk anak lelaki itu dengan tatapan tajam.
"Lalu, apa itu bohong?! Lagipula, kenapa Anda repot-repot membela anak-anak ini?!" sergah ibu itu, menatap Lucianna dengan tatapan menyelidik.
"Karena aku adalah pengasuh mereka," jawab Lucianna dengan tegas, menegaskan posisinya di hadapan ibu itu.
Ibu itu tertawa sinis. "Oh, seorang pengasuh. Tapi maaf, penampilanmu sama sekali tidak meyakinkan. Pantas saja banyak yang bilang semua pengasuh di rumah si kembar adalah wanita simpanan!" sindirnya dengan nada meremehkan, menatap Lucianna dari atas sampai bawah.
Mendengar ucapan itu, Lucianna merasa pipinya memanas. Ia tahu penampilannya saat itu memang jauh dari kesan seorang pengasuh. Ia mengenakan gaun mini yang cukup terbuka, yang mungkin menjadi alasan ibu itu menarik kesimpulan yang tidak-tidak.
Sebenarnya, dalam hati Lucianna mengakui bahwa ada benarnya ucapan ibu itu. Ia merasa dirinya tak lebih dari seorang wanita penghibur bagi Daniel, meskipun Daniel tidak pernah menganggapnya seperti itu. Namun, ia tidak ingin selamanya terjebak dalam situasi ini. Ia ingin menjadi istri sah Daniel, bukan hanya sekadar pengasuh atau wanita pelacur.
Tanpa bisa menahan diri, Lucianna melampiaskan emosinya dengan menjambak rambut ibu itu dengan keras. Ia merasa tidak ada cara lain untuk membungkam mulut wanita itu selain dengan kekerasan.
"Rasakan ini!" teriak Lucianna sambil menarik rambut ibu itu sekuat tenaga.
Ibu itu berteriak histeris, berusaha melepaskan jambakan Lucianna. Namun, tenaga Lucianna jauh lebih kuat karena ia masih muda dan bertenaga. Keduanya pun terlibat dalam perkelahian sengit, saling jambak dan saling dorong.
Guru-guru TK yang menyaksikan kejadian itu panik dan berusaha melerai mereka. Namun, keduanya terlalu emosi dan tidak menghiraukan peringatan mereka.
Di tengah perkelahian itu, sebuah mobil sedan hitam mewah berhenti di depan sekolah. Seorang pria dengan sepatu pantofel hitam mengkilap keluar dari mobil. Dialah Daniel Radcliffe.
Lucianna terkejut melihat Daniel datang. Bukankah ia sudah memberitahunya bahwa ia akan menjemput si kembar? Mungkinkah Daniel tidak percaya padanya dan ingin memastikan sendiri bahwa ia tidak akan melakukan hal yang aneh-aneh?
Daniel terkejut melihat Lucianna terlibat perkelahian dengan seorang ibu-ibu yang tidak dikenal. Tanpa banyak bicara, ia menghampiri mereka dan menarik Lucianna ke dalam pelukannya, lalu mendorong ibu itu menjauh. Dengan mudah, ia berhasil melerai perkelahian konyol itu.
Lucianna tidak mempedulikan bagaimana Daniel bisa datang. Ia hanya merasa senang dan lega karena Daniel memeluknya di depan umum. Ia merasa seolah Daniel membelanya dan melindunginya, padahal tidak.
Daniel berhasil menghentikan perkelahian itu. Tanpa membuang waktu, ia segera membawa Lucianna dan si kembar pulang, meninggalkan ibu yang masih shock dan guru-guru yang kebingungan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Bersambung...
padahal dalam hati 🤭