NovelToon NovelToon
Istri Yang Ternistakan

Istri Yang Ternistakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Mafia / Selingkuh / Pernikahan Kilat / Penyesalan Suami
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: F A N A

Menjadi istri tapi sama sekali tak di anggap? Bahkan dijual untuk mempermudah karir suaminya? Awalnya Aiza berusaha patuh, namun ketidakadilan yang ia dapatkan dari suaminya—Bachtiar membuat Aiza memutuskan kabur dari pernikahannya. Tapi sepertinya hal itu tidak mudah, Bachtiar tak semudah itu melepaskannya. Bachtiar seperti sosok yang berbeda. Perawakan lembut, santun, manis, serta penuh kasih sayang yang dulu terpancar dari wajahnya, mendadak berubah penuh kebencian. Aiza tak mengerti, namun yang pasti sikap Bachtiar membuat Aiza menyerah.

Akankah Aiza bisa lepas dari pernikahannya. Atau malah sebaliknya? Ada rahasia apa sebenarnya sehingga membuat sikap Bachtiar mendadak berubah? Penasaran? Yuk ikuti kisah selengkapnya hanya di NovelToon!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F A N A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter —9

Dress satin merah menyala kini telah membungkus indah tubuh Aiza. Meski dengan make-up seadanya, namun pancaran pesona gadis desa tersebut cukup mampu memukau setiap sorot mata yang melihatnya.

Tak terkecuali Bachtiar, yang lagi-lagi tak bisa menampik pesona Aiza. Paras menawan,  indah lekuk daksanya memanjakan setiap sorot mata laki-laki yang melirik ke arahnya.

Menelan saliva. Sorot mata Bachtiar bahkan tak lekang dari wajah Aiza. Memerhati dari ujung kaki hingga ujung kepala, terus menerus sampai membuat Aiza resah.

‘Apa penampilanku terlihat kampungan? Apa aku tidak cocok mengenakan gaun ini?’

Risih. Sebenarnya Aiza merasa tidak pantas mengenakan gaun semewah ini. Belum lagi bahan yang dinilai terlalu pas-pasan, mini, hingga menonjolkan bukan hanya bidang dada, tapi juga paha. Dress satin dengan potongan yang terlalu terbuka bagi seseorang seperti Aiza—yang memiliki keseharian memakai pakaian sopan tertutup.

Bachtiar masih menyorot Aiza dengan tatapan lekat. Pandangan yang membuat wanita muda itu kikuk, tak selesa bergerak. Belum lagi ingatannya akan sikap arogan Bachtiar tadi—yang membuat gadis muda itu semakin dirundung rasa ketakutan.

‘Apa ia ingin kembali menyiksaku?’ Dalm hati Aiza berprasangka.

“Jadi, apa sekarang kau sudah siap?” tanya Bachtiar. Intonasi yang terbilang cukup rendah, dibanding tadi sebelum Aiza mengenakan gaunnya. Sempat memaksa, tatkala keinginan yang salah paham merasa ditentang oleh Aiza.

“S- sudah, Bang.” Wanita muda itu mengangguk.

“Kalau begitu sekarang juga kita keluar.” Bachtiar meraih lengan Aiza. Lalu meletakkan buku tangan istrinya itu pada lengannya.

Tidak dibantah oleh Aiza mengikuti saja apa keinginan Bachtiar. Bahkan untuk sekedar menggaungkan ketidaknyamanan atas pakaian yang ia kenakan, Aiza tidak berani.

Di lantai satu. Kamariah tampak mengerling tajam ke arah Aiza. Bagai pisau belati, sorot matanya menusuk ketika kini mendapati sang menantu yang biasanya berpenampilan lusuh itu berubah begitu drastis.

Tidak lagi ada aura upik abu. Tergantikan penampilan hedon khas wanita kota. Membuat Kamariah seketika membuang wajah, kesal, tidak bisa menerima kenyataan tersebut.

“Apa kau yakin mau bawa Aiza ke pertemuan itu?” ucap Kamariah Mencoba memprovokasi dengan memupuk keraguan pada putranya.

“Hahahaha ….” Bachtiar tertawa. Respon tersebut membuat bukan hanya Kamariah yang mengerutkan dahi, tapi juga Aiza. Gadis itu bahkan menekuk wajahnya, saking tak mengerti dengan jalan pikiran suaminya.

‘Kenapa ia tertawa? Bukankah tadi sangat arogan ketika kami masih di dalam kamar?’

“Pertanyaan, Mama, barusan lucu. Kenapa aku harus tidak yakin membawa istriku?” Lontaran kalimat yang membuat Aiza serta Kamariah semakin mengerutkan dahi. “Aiza istriku. Orang-orang tahu akan hal itu. Jadi, menurutku tentang statusnya dari desa bukan sesuatu hal yang besar. Terlebih ia memiliki paras yang begitu cantik.”

Penuturan terakhir yang langsung membuat Aiza tersipu. Dadanya seperti dipenuhi ribuan kupu-kupu. Pembelaan, pujian, yang dilontarkan secara bersamaan oleh Bachtiar di depan Ibunya membuat Aiza sangat senang. Lantas melupakan kesakitan yang tadi kembali sempat Bachtiar torehkan?

Bagaimana tidak. Ini kali pertama Bachtiar membela Aiza di depan Ibunya. Terlebih selama sepekan pernikahan, Bachtiar kerap bersikap ketus terhadap Aiza.  Tidak peduli sedang di mana, bahkan dihadapan Ibunya, gadis itu kerap direndahkan oleh suaminya.

Pikiran Aiza lantas berputar pada sangkaannya di awal. Segala ke-aroganan Bachtiar berpengaruh karena pria itu sedang dalam masalah pada pekerjaannya? Mungkin sekarang semuanya telah reda. Kerumitan itu mulai teruraikan. Sehingga membuat suaminya yang dikenal sangat mencintainya itu berangsur-angsur mulai kembali menghangat.

“Mama cuma mengingatkan. Terserah kau mau dengar apa enggak! Anak kampung tetap anak kampung! Nggak peduli bagaimana pun kau menyulapnya menjadi princess kota. Sifat alamiahnya pasti akan tetap keluar, nggak akan nyambung bergaul dengan orang kota!” ketus Kamariah.

Usai melontarkan kalimatnya wanita paruh baya itu lantas beranjak dari tempatnya dengan mimik wajah merah. Berlalu meninggalkan Bachtiar dan Aiza yang juga ikut pergi dari sana tanpa memedulikan kekesalan yang terpancar jelas dari wajah Kamariah.

BMW X4 melaju dengan kecepatan sedang membelah jalan yang sarat akan pengguna. Mobil mewah tersebut meluncur ke salah satu tempat hiburan malam yang terdapat di tengah-tengah kota.

Aiza memandangi gedung bertingkat yang ada di depannya dengan segenap kecamuk yang menguasai benak. Enggan melangkah, hatinya tak membolehkan. Namun, genggaman tangan Bachtiar yang menariknya ikut bersama membuat Aiza tidak bisa berbuat apa-apa.

‘Apa yang harus aku lakukan? Bisakah aku mengutarakan pendapatku untuk tidak jadi ikut masuk ke dalam?’

“Bang Bachtiar,” ucap Aiza. Tergagap bahkan hanya untuk memanggil Bachtiar. Takut perasaan Bachtiar kembali menyangkak.

“Hmm, ada apa?” ujar Bachtiar datar sembari terus melangkah.

“A- aku … a- apa … aku …,”

“Kau ingin mengatakan sesuatu?” Kali ini Bachtiar menghentikan langkahnya. Berdiri menatap wajah istrinya.

Perasaan takut seketika menyelimuti Aiza. Alih-alih ingin mengutarakan pendapatnya, wanita muda itu malah menundukkan wajah. Tidak berai bersitatap langsung dengan suaminya.

“Apa kau takut?” Aiza menggeleng. “Lalu?” Bachtiar kembali melontarkan tanya.

“Aku… malu,” ucap wanita muda itu meremas kuat jari-jari tangannya.

‘Habislah aku … ia pasti akan marah. Dasar wanita bodoh! Berani-beraninya kau mengatakan hal itu padahal kau sendiri tahu tempramennya sedang tidak baik sekarang!’

“Kenapa mesti malu? Apa ini semua ada hubungannya dengan ucapan, Mama?” ucap Bachtiar dengan nada bicara yang terdengar lembut. Mematahkan segala argumen Aiza di dalam hati tentang kemurkaan yang akan ia terima.

‘D- dia … tidak marah?’

Tentu saja respon tersebut membuat Aiza seketika mengangkat wajah. Guna memastikan jika saat ini apa yang terdengar di telinga selaras dengan raut wajah Bachtiar.

Raut santai yang Bachtiar tunjukkan membuat ketakutan itu seakan lepas. Senyum pria itu yang kini membelai pucuk kepalanya, lalu menyingsingkan rambut Aiza ke belakang telinga semakin membuat wanita muda itu berani mengangkat suara.

“Pakaian ini terlalu sempit,  juga terbuka. Aku tidak nyaman.”

Terlalu polos. Atau lebih tepatnya berusaha terlihat sok polos? Ck, padahal wanita muda itu sudah memperlihatkan semuanya pada pria lain. Namun, masih bersikap seolah ia belum pernah melakukannya?!

Ucapan yang membuat Bachtiar kembali meradang acap kali mengingat apa saja yang sudah dilakukan istrinya. Tidur dengan pria lain, disaat mereka sedang menjalin hubungan!

“Ck, kenapa baru mengatakannya sekarang? Dan juga aku rasa kau tidak sepolos itu, Aiza. Lagi pula kau tidak punya pilihan. Klien-ku sedang menunggu kita di dalam. Jadi sekarang sudah tidak ada waktu lagi membicarakan hal tidak penting seperti ini!” Penuh emosi. Kalimat yang barusan keluar dari mulut Bachtiar ber-intonasi tinggi. Membuat sepasang bola mata Aiza membulat. Tepekur di tempatnya.

Baru saja ia merasa sikap suaminya kembali menghangat. Namun sekarang nada bicara Bachtiar kembali lagi seperti sebelumnya. Tidak berperasaan, ketus, meninggikan suara, tidak ingin mendengar pendapat Aiza.

Aiza kembali menunduk. Ia berucap pelan. “M- maaf.” Lalu mengikuti pergerakan Bachtiar yang kini melangkah meninggalkannya menuju pintu masuk gedung bertingkat tersebut.

‘Kenapa lagi-lagi malah jadi seperti ini? Tidak kah ia memedulikan perasaanku sedikit saja? Aku ini istrinya, tapi selama pernikahan kami ia terus menyakitiku dengan sikap juga kalimatnya.’

Bersambung.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!