FB Tupar Nasir, ikuti FB nya ya.
Diam-diam mencintai kakak angkat. Namun, cintanya tidak berbalas. Davira, nekad melakukan hal yang membuat seluruh keluarga angkatnya murka.
Letnan Satu Arkaffa Belanegara, kecewa dengan kekasihnya yang masih sesama anggota. Sertu Marini belum siap menikah, karena lebih memilih jenjang karir yang lebih tinggi.
Di tengah penolakan sang kekasih, Letnan Arkaffa justru mendapat sebuah insiden yang memaksa dia harus menikahi adik angkatnya. Apa yang terjadi?
Yuk kepoin.
Semoga banyak yang suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Ajakan Arda Ketika Hujan Lebat
Sore itu toko buku Pak Herman ramai oleh pengunjung. Rak-rak buku dipenuhi anak-anak muda yang mencari bacaan, sementara beberapa orang dewasa sibuk menanyakan buku referensi. Di balik meja kasir, Davira dengan cekatan melayani pelanggan. Senyumnya lembut, meski wajahnya terlihat letih.
Di sisi lain ruangan, seorang pria dengan kemeja rapi duduk di kursi baca. Wajahnya tenang, penuh wibawa. Dialah Arda, sosok yang belakangan ini semakin sering muncul di toko buku itu.
Arda bukan pelanggan biasa. Usianya sekitar dua puluh enaman. Penampilannya selalu rapi, dan tatapannya teduh. Belakangan, Davira baru tahu dari Pak Herman bahwa Arda adalah seorang konsultan hukum di sebuah firma besar. Pekerjaannya mentereng, gajinya jelas jauh di atas rata-rata. Tapi entah kenapa, pria itu selalu memilih duduk berjam-jam di toko sederhana seperti ini.
"Mas Arda, nggak pulang kerja langsung istirahat? Kok rajin banget mampir?” tanya Pak Herman suatu kali, sambil merapikan tumpukan buku.
Arda hanya tersenyum kecil. “Di sini suasananya adem, Pak. Banyak buku bagus. Lagipula… pelayan tokonya ramah.”
Ucapan itu membuat pipi Davira bersemu merah. Ia pura-pura sibuk membolak-balik buku stok agar tidak ketahuan gugup.
Sejak saat itu, Arda hampir selalu datang setiap akhir pekan. Kadang ia membaca buku tebal tentang filsafat, kadang novel klasik. Tapi sesungguhnya, matanya lebih sering mencuri-curi pandang ke arah Davira.
Sementara Davira, meski menyadarinya, berusaha tetap biasa saja. Ia tidak mau menimbulkan salah paham, apalagi memberi celah pada hatinya untuk goyah.
Satu malam minggu, toko sudah mulai sepi. Hanya tinggal beberapa pengunjung. Arda mendekat ke meja kasir, membawa sebuah buku novel sejarah.
“Vira.…” Suaranya rendah, namun hangat. “Boleh temani saya makan malam setelah ini?”
Davira terkejut, menatapnya sekilas. “Ma-makan malam?”
Arda mengangguk. “Iya. Tidak jauh, ada kafe baru buka. Hanya sekadar makan dan ngobrol. Saya pikir … kamu butuh teman bicara.”
Davira buru-buru menggeleng. “Maaf, Mas. Saya … nggak bisa.”
Arda menahan kecewa dengan senyum. “Ok. Tidak apa-apa. Mungkin lain kali.”
Namun, minggu berikutnya, Arda mencoba lagi. Setelah membeli buku, ia kembali melontarkan ajakan.
“Vira, sudah kerja seharian. Ayo, saya traktir. Hanya sebentar.”
Davira lagi-lagi menolak. “Terima kasih, Mas. Tapi saya masih banyak urusan di rumah.”
Arda menghela napas, tapi tidak menyerah. “Baiklah. Saya tunggu kesempatan lain.”
Begitulah berulang kali. Meski selalu ditolak, Arda tidak pernah terlihat kesal. Ia tetap datang, tetap tersenyum, tetap memperlakukan Davira dengan sopan.
***
Sepertinya Arda tidak menyerah, pada Sabtu ke tiga. Dia datang kembali ke toko buku.
Arda sengaja meletakan mobilnya agak jauh dari samping toko.
Sementara Davira menutup toko bersama Pak Herman. Tangannya sibuk menggembok pintu, sementara payung kecil yang ia bawa sudah nyaris rusak diterpa angin.
“Vira, kamu yakin nggak apa-apa pulang sendirian? Hujan deras begini,” kata Pak Herman khawatir.
Davira tersenyum menenangkan. “Tidak apa-apa, Pak. Rumah saya dekat.”
"Baiklah. Kalau begitu saya duluan, ya." Pak Herman berlalu menuju motor tuanya. Tidak lamu motor tua itu melaju meninggalkan Davira.
"Davira."
Sebuah suara terdengar bersama sebuah payung menaungi kepala Davira yang sempat diterpa air hujan.
"Mas Arda." Davira nampak canggung, dia tidak enak karena Arda tiba-tiba memayunginya.
"Lihatlah tubuh kamu mulai basah. Hujan semakin deras, kamu masih kukuh mau pulang?" Arda menatap Davira tidak yakin.
"Saya memang harus pulang, Mas. Walau dalam keadaan hujan. Saya mau ke halte itu untuk menunggu angkot." Davira menunjukkan halte tempat biasa dia menunggu angkot.
"Angkot akan lama tiba kalau hujan begini. Bagaimana kalau kita ngopi dulu di kafe sebrang itu, sebelum kamu pulang. Hitung-hitung sambil menunggu hujan reda," ujar Arda kembali mengungkapkan keinginan yang sudah dua minggu ke belakang ia ungkapkan kepada Davira.
Davira termenung. Dia ingin menolak. Selain ada hati yang ingin selalu ia jaga, Davira memang tidak mau memberi peluang pada pria manapun, sementara dirinya sampai saat ini masih istri dari Kaffa.
Arda menatap Davira lekat. "Ayolah. Hanya sekali ini saja." Ucapan Arda begitu memohon, sehingga Davira merasa tidak enak.
Akhirnya Davira mengabulkan permintaan Arda. Dia berjalan berdua di bawah payung yang sama menuju mobil Arda yang diletakkan agak jauh dari toko buku itu.
Mobil Arda sudah putar arah. Tidak lama kemudian tiba di depan kafe yang sebelumnya sudah ia sebutkan pada Davira.
Mereka turun dari mobil, Arda sigap memayungi Davira dan dirinya. Sekilas mereka seperti sepasang kekasih yang berjalan menuju kafe.
Kafe itu mulai ramai pengunjung. Untung saja mereka masih kebagian tempat duduk.
Baru saja Arda dan Davira akan menikmati pesanannya yang sudah dihidangkan pelayan. Dari pintu masuk kafe, terlihat beberapa pria berbaju tentara loreng memasuki kafe yang sama.
Jantung Davira berdegup kencang. Antara bahagia dan kaget. Davira berusaha menyembunyikan wajahnya dari pria berseragam loreng itu.
Satu per satu dia amati pria-pria itu. Davira mencari, apakah ada sosok Kaffa di sana?
"Vira, kamu kenapa? Jangan bengong, lebih baik kita segera nikmati pesanan kita."
Davira tersentak, beberapa saat ia hanya mampu terpaku.
Apakah ada sosok Kaffa di antara pria-pria tentara yang memasuki kafe?
dr awal sudah dianggap rendahan..
klo kafa g suka mending talak aja biarkan davira bahagia dgn caranya
krn tdk prnh mo jujur tu yg sdh bw davira dlm kebodohanx😏🙄
sm halx dgn diri qt,
suami mna yg tdk marah lo dpati qt ber2 sm laki" lain sx pun qt cm anggap tmn yg suami qt tdk knl???
psti mrh kan....
sm lo suami qt kdpatan ber2 sm perem lain qt j9 psti marah.
z ttap d pihak kafa, krn sbgai istri tdk mnjaga MARWAHNYA.
pinterx cm mghilang sj n jd prempuan bodoh.
z jd jemek jengkel dgn sifat davira ni, dsni jd tokoh utama tp tokoh utamax goblok bin o'on🙄🙄🙄
bner yg d blg kafa lo davira ni pengecut, kafa jg tdk slh dgn kata" yg d lontarkan buka sj hijab mu n menarikx hingga lepas
krn kafa jg py hAk krn suamix, lo kafa blg bk sj hijab mu mang benar ...
krn apa....krna davira goblok, sbgai istri tdk bs mnjaga MARWAHNYA
seenakx jln sm laki" lain bhkan smpe dbw krmh ortux,
untung ortux arda menolak
jd perempuan tu hrs tegas davira, jgn jd prempuan goblok trus.
lo ad apa" tu mulut mu bicara jgn diam jd pengecut.
lm" z jd pngin ulek mulut davira ni biar bs bicara jujur bkn jd pengecut trus mnerus