Mungkin berat bagi wanita lain menjalankan peran yang tidak ia inginkan. Tetapi tidak dengan Arumi yang berusaha menerima segala sesuatunya dengan keikhlasan. Awalnya seperti itu sebelum badai menerjang rumah tangga yang coba ia jalani dengan mencurahkan ketulusan di dalamnya. Namun setelah ujian dan cobaan datang bertubi-tubi, Arumi pun sampai pada batasnya untuk menyerah.
Sayangnya tidak mudah baginya untuk mencoba melupakan dan menjalani lagi kehidupan dengan hati yang mulai terisi oleh seseorang. Perdebatan dan permusuhan pun tak dapat di hindari dan pada akhirnya memaksa seseorang untuk memilih diantara mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Sarapan Bersama
Bab 9. Sarapan Bersama
Fajar belum menyingsing ketika Dimas terbangun pukul 04.30 subuh itu. Matanya terbuka sempurna setelah tubuhnya di rasa lebih baik dari kemarin siang. .
Dimas bangun dan duduk bersandar pada dipan sambil memeriksa handphonenya yang sejak kemarin siang tidak tersentuh olehnya. Beberapa panggilan tak terjawab serta pesan masuk mulai dibaca satu persatu olehnya. Kemudian, ia pun mengetikan sesuatu di sana. Lalu setelahnya, bersandar sambil menutup mata.
"Haah...."
Dimas menghela napas berat. Padahal pikirannya sedang kosong tapi entah kenapa hatinya terasa lelah.
Lalu ada hal yang sejak tadi membuatnya penasaran yaitu, tidak terdengarnya suara lantunan ayat suci Al-Qur'an di subuh itu.
Dimas bangun dari tempat tidurnya. Ia berjalan perlahan keluar dari kamarnya. Lalu langkahnya terhenti di depan kamar Arumi, dan ragu-ragu perlahan ia mendekatkan telinganya pada daun pintu yang tertutup rapat di pagi buta itu.
"Ceklek!"
"Eh...!"
Arumi terkejut, begitu pula dengan Dimas ketika tiba-tiba pintu di buka oleh Arumi.
"Ehem!"
Dimas tampak malu dan canggung, namun dengan cepat ia mengontrol ekspresinya kembali ke pengaturan awal yaitu, datar.
"A... ada apa?" Tanya Arumi ragu-ragu, karena ia memergoki Dimas mendekatkan telinga pada pintunya.
"Kau..., ehem! Kau tidak mengaji?"
Arumi tertegun sejenak. Rupanya selama ini suaminya mendengar dan tahu ia suka mengaji di subuh hari, pikirnya.
"Oh, itu. Aku sedang berhalangan, jadi tidak boleh mengaji."
"Oh."
"Apa kamu perlu sesuatu? Lalu bagaimana dengan demammu?!"
Arumi spontan menyentuh dahi Dimas dengan tangannya, untuk merasakan suhu tubuh suaminya itu. Arumi begitu terlihat polos dan khawatir. Namun Dimas tampak canggung dan merasa tidak nyaman.
"Aku tidak apa-apa." Ucap Dimas sambil menahan pelan tangan Arumi.
"Oh, syukurlah. Berarti obat tadi malam ampuh. Kalau begitu kamu duduk santai dulu saja, aku buatkan sarapan sebentar."
Tanpa menunggu jawaban Dimas, Arumi mengambil langkah seribu menuju ke dapur. Dengan cekatan, ia segera memasak menu sederhana yang sehat untuk di makan pagi itu.
"Oh, kenapa kesini? Disini bau, nanti saja kalau sudah selesai kamu baru duduk disini." Ujar Arumi ketika melihat Dimas datang mendekat dan duduk di kursi meja makan yang letaknya tidak jauh dari dapur.
Dimas tidak menjawab. Hanya duduk tenang sambil memainkan handphonenya.
Lalu Arumi pun yang sudah biasa dengan sikap Dimas itu, berbalik badan dan melanjutkan kegiatan. Di sela-sela dirinya memasak, ia membuatkan teh jahe untuk Dimas.
"Minum ini, bagus untuk pemulihan." Ujar Arumi meletakkan secangkir teh jahe di hadapan Dimas.
Awalnya Arumi ragu ketika melihat Dimas sesaat diam dan hanya melihat teh di hadapannya.
"Terima kasih."
Namun kemudian senyum Arumi terbit ketika mendengar ucapan terima kasih dari Dimas dan melihat suami dinginnya itu perlahan menyeruput teh jahe panas buatannya. Lalu berapa menit kemudian, satu persatu menu masakan mulai di sajikan Arumi di atas meja. Ada tahu goreng, tempe bacem, rebusan beberapa jenis sayur, ikan asin yang sudah ia goreng garing dan disimpan di dalam toples, serta sop daging sederhana yang berisikan jamur, wortel, kentang, serta irisan daging tipis-tipis. Dan tentunya di lengkapi dengan sambal.
Dimas tertegun sesaat melihat cukup banyak menu tersaji di atas meja hanya dalam 1 jam saja. Dalam hati, ia cukup terkesan dengan kecakapan Arumi dalam memasak.
Dan lagi-lagi, isi kepalanya tanpa sadar membandingkan Arumi dengan Renata. Tentunya mantan kekasihnya itu sudah di pastikan tidak sebanding dengan kecakapan yang Arumi punya.
"Ini masih pagi. Tapi karena kamu habis sakit, kamu butuh banyak nutrisi untuk memulihkan tenaga dan kesehatanmu. Hari ini aku masak beras merah, jadi tidak apa-apa kalau kamu mau makan banyak. Sayur yang aku sediakan juga banyak untuk menyeimbanginya." Ujar Arumi mengambil nasi untuk Dimas.
Dimas hanya mendengarkan dalam diamnya.
"Segini cukup?" Tanya Arumi untuk ukuran porsi nasi yang akan di makan oleh Dimas.
"Kurangi sedikit."
"Segini?"
"Ya. Cukup."
Sekarang Arumi jadi tahu, seberapa banyak porsi nasi dalam piring yang di makan oleh suaminya. Dan dalam hati, ia senang karena perlahan ia mulai tahu sedikit demi sedikit tentang kebiasaan suaminya itu.
Ini kali pertama setelah 2 bulan tinggal satu atap mereka makan bersama. Biasanya Dimas hanya sarapan roti dan kopi dan terkadang pergi kerja tanpa menyentuh sarapan yang Arumi buat untuknya. Apalagi di malam hari, Arumi tidak pernah lagi menunggu Dimas untuk makan malam bersama, setelah Dimas memberi perintah untuk tidak menunggunya makan malam bersama.
Dimas mengambil beberapa menu dan mulai mencobanya. Dalam sikap diamnya yang tenang, Dimas tampak menikmati masakan Arumi.
"Kau cukup pandai memasak."
Arumi tersenyum senang.
"Itu pujian kan? Terima kasih. Berarti masakan ku cocok di lidahmu."
"Rasanya hanya lumayan bisa di cerna dalam lambung ku. Tetapi untuk cita rasanya, masih kalah dengan masakan restoran yang sering aku datangi." Ucap Dimas tanpa menoleh kepada Arumi.
Senyum Arumi redup berganti dengan bibir yang mengerucut. Ia sedikit kesal di bandingkan dengan seorang Chef yang pengalaman serta pengetahuannya jauh tinggi levelnya dibanding dirinya.
"Tapi kau cukup cepat menggunakan waktu dalam memasak."
Senyum Arumi kembali terbit.
"Aku sudah menyiapkan beberapa bumbu yang aku olah sendiri. Jadi ketika memasak, aku tidak perlu repot lagi. Paling hanya sekedar membersihkan dan memotong saja. Jadi waktu ku lebih hemat. Apalagi memasak dengan dua api, jadi lebih cepat." Jelas Arumi padahal Dimas tidak bertanya.
Lalu mereka pun makan dengan perlahan. Meski tidak bersuara, tapi Arumi senang Dimas terlihat menikmati masakannya.
"Apa, stok bahan dapur mu kurang?" Tanya Dimas setelah mereka selesai sarapan.
"Tidak. Cukup kok. Minggu lalu aku sudah belanja bulanan dengan Pak Hasan. Paling kurang-kurang sedikit atau ingin mencoba masak sesuatu, aku baru pergi berbelanja lagi untuk kekurangan bahan-bahannya." Jawab Arumi.
Dimas mengetikan sesuatu di handphonenya, lalu tidak lama sebuah notif terdengar di handphone Arumi yang berada dalam kocekan baju wanita itu.
"Itu, uang belanja bulan lalu dan bulan ini. Bulan depan, akan aku berikan lagi di tanggal yang sama."
Arumi tertegun sesaat mencerna ucapan Dimas.
"Handphone mu."
Ucap Dimas menunjuk dengan dagunya ketika melihat Arumi yang terlihat bingung dengan ucapannya.
"Oh!"
Arumi segera mengeluarkan handphonenya dan memeriksa notif yang tadi berbunyi. Ia terkejut melihat Mobile Banking-nya baru saja mendapatkan transferan yang cukup banyak.
Arumi hanya menatap Dimas. Dan saat ia mulai hendak berbicara, Dimas lebih dulu menghentikannya.
"Itu di luar gaji bulananmu. Gunakan saja untuk membeli bahan-bahan yang kau butuhkan."
Bukan itu yang ingin di tanyakan Arumi. Tetapi,kenapa suaminya itu memberikan jumlah yang begitu banyak sampai-sampai ia bisa membeli bahan untuk berjualan rasanya.
"Terima kasih. Tapi aku harap, kamu mau sarapan dan makan malam seperti ini jika ada waktu. Akan mubazir jika aku masak tetapi tidak ada yang memakannya." Ujar Arumi.
"Bersiap lah, satu setengah jam lagi aku tunggu di ruang tamu. Kita akan ke rumah orang tuaku."
Bukannya menjawab permintaan Arumi, Dimas malah memberi perintah yang lain.
"Iya."
Dan Arumi pun sudah pasti akan menurut. Wanita itu segera membereskan bekas sarapan mereka dan bekasnya memasak, untuk segera membersihkan diri dan bersiap menemui mertuanya.
Bersambung...
Jangan lupa dukung Author dengan like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
hari ini apes bener arumi.. bertemu org2 ##$$@## dpt tlp dr pamannya yg juga sama2 ##$@##$🙄
suka dgn gaya rumi yg tdk mudah memperlihatkan kelemahannya pd lawan bicara yg pd nyebelin itu..meski dlm hatinya remuk redam... pasti berat bagi rumi dlm situasi yg spt ini.. semangat arumi... semoga semua masalah cpt berlalu n kamu bisa hidup dgn lbh baik kedepannya
kamu yg ninggalin dimas... tp sekarang malah gk tau malu minta balikan... maksudmu piye? jgn takut arumi lawan aja itu si renata.. bkn kamu yg salah.. dia yg ninggalin dimas jd jgn kepengaruh sama renata...