Aisha Febriani menikahi seorang pria yang belum ia kenal sebelumnya. Sejak kecil ia tinggal di kampung halaman neneknya. Namun setelah ia menginjak usia 19 tahun, ia dijemput oleh kedua orangtuanya dan pindah ke kota.
Di saat yang sama, Aisha dilamar oleh seorang pria tampan yang belum ia kenal. Mereka menikah berdasarkan wasiat ayah pria itu. Tapi, tidak ada yang tahu bahwa ternyata pria itu memiliki seorang kekasih, dan mereka saling mencintai. Namun pria itu juga bersikap baik pada Aisha sampai suatu hari, kejadian tidak terkira membuat Aisha harus menerima penderitaan yang bertubi-tubi.
Aisha, tidak akan pernah menyerah. Meskipun pada awalnya ia tidak mengenal suaminya, tapi ia yakin, ia sudah lebih dulu jatuh cinta pada suaminya sejak pandangan pertama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queisha Calandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8.
Usia kandungan Aisha sudah hampir melewati trisemester pertama, perlahan perutnya juga semakin membesar. Namun Rey masih belum tahu tentang itu karena sejak saat pria itu marah, pria itu tidak pernah mendekat pada Aisha lagi.
Selama ini juga Aisha harus mengerjakan pekerjaan rumah sepenuhnya karena Rena lebih memilih untuk bermalas-malasan dengan kehamilannya.
Rena dan ibunya bahkan sering memanfaatkan keadaan Aisha yang tetap menolak untuk aborsi dengan menambah pekerjaan Aisha di rumah. Bahkan mereka memaksa Aisha mencuci pakaian dengan manual. Mereka sengaja merusak mesin cuci agar Aisha tidak bisa menggunakannya lagi.
"Kamu bisa nyuci tidak sih? Kenapa baju saya masih kotor?" Ibu Rena kembali membuat ulah. Saat Aisha mencuci piring bekas makan malam mereka, wanita tua itu melempar pakaiannya sendiri pada Aisha.
"Kenapa nyonya? Saya sudah mencucinya tadi pagi." Ucap Aisha.
"Sudah mencuci? Lalu ini apa? Kenapa bisa kotor? Atau kamu sengaja mengotorinya?" Ujar Ibu Rena. Aisha memeriksa pakaian wanita itu yang dikatakan kotor.
"Nyonya, jelas-jelas tadi tidak ada noda seperti ini." Kata Aisha.
"Kamu menuduh saya mengotorinya sendiri?" Tantang ibu Rena.
"Bukan begitu, nyonya."
"Alah, bilang saja kalau kamu tidak becus mengerjakan semuanya. Bisa-bisanya Rey menikahi wanita bodoh sepertimu." Ucap ibu Rena.
"Saya memang bodoh, tapi saya tidak seceroboh itu." Kata Aisha.
"Bagus kalau kamu ngaku bodoh. Sekarang tunggu apa lagi? Kamu segera tinggalkan Rey! Rey tidak pantas untukmu." Kata Ibu Rena.
"Saya tidak akan meninggalkan Rey apapun yang terjadi." Kata Aisha.
"Kalau begitu, jangan salahkan saya kalau saya bisa membuat Rey yang menendangmu keluar dari sini!" Ucap Ibu Rena.
"Silahkan! Saya yakin Rey tidak akan pernah melakukan itu." Kata Aisha.
"Kamu begitu yakin Rey tidak akan meninggalkanmu? Atas dasar apa kamu punya kepercayaan diri setinggi itu? Dia tidak pernah mencintaimu. Kalau bukan karena ayahnya yang sudah meninggalkan wasiat sialan itu, kau bukan siapa-siapa disini." Ujar Ibu Rena tidak menyerah untuk meruntuhkan ketegaran hati Aisha.
"Atas dasar karena dia menikahiku, dia tidak akan meninggalkanku sesuai janji pernikahan kami." Kata Rey.
"Janji? Kau yakin dia tidak akan mengingkari janjinya?" Sinis ibu Rey.
"Dia bukan pria seperti itu. Saya sangat yakin." Jawab Aisha membuat Ibu Rena semakin kesal.
"Pelakor tidak tahu diri." Ucap Ibu Rena.
"Tolong anda jaga bicara anda!" Ucap Aisha.
"Kenapa? Tidak terima? Sekali pelakor, tetap saja pelakor." Kata Ibu Rena lagi.
"Saya lebih dulu menikah dengan Rey, sedangkan Rena? Apa anda yakin putri anda bukanlah pelakor yang sebenarnya?" Sinis Aisha.
"Kamu. Dasar jalang tidak tahu diri. Aku akan pastikan kau akan keluar dari rumah ini." Ujar ibu Rena lagi.
"Saya tidak akan keluar apapun yang terjadi." Kata Aisha dengan kukuh. Ibu Rena menghentak-hentakkan kakinya kemudian pergi meninggalkan Aisha.
Aisha hanya menggelengkan kepalanya pelan. Darimana ia mendapat keberanian untuk menjawab orang yang lebih tua darinya? Dulu ia sangat menghormati orang, tapi setelah bertemu dengan ibu Rena. Entah mengapa ia tidak ingin lagi menghormati orang-orang seperti ibu Rena itu.
"Ah, jadi tidak selesai dengan cepat." Keluh Aisha. Gara-gara menanggapi Omelan ibu Rena pekerjaannya tidak selesai selesai. Ia harus lebih lama berada di dapur untuk mencuci piring dari biasanya. Setelah itu ia juga masih harus menghangatkan makanan dan menyimpannya lagi.
.........
Pukul 11 malam, Aisha baru saja selesai menyelesaikan urusannya di dapur dan mematikan semua lampu di rumahnya. Ia mendengar suara mobil Rey baru masuk ke halaman rumahnya. Pria itu baru saja pulang. Ia pikir suaminya sudah tidur sejak tadi dan melewatkan makan malam. Rupanya Rey kerja lembur malam ini.
Aisha bergegas pergi ke depan untuk membukakan pintu untuk Rey. Ia melihat Rey berjalan sedikit sempoyongan setelah keluar dari mobil. Aisha dengan cekatan mendekati Rey dan memapah pria itu.
"Tanganmu dingin? Kamu baru selesai dari pekerjaanmu di dapur?" Tanya Rey.
"Hanya beberapa menit lebih lama dari biasanya." Jawab Aisha.
"Kenapa tidak tidur saja? Lanjutkan besok." Tanya Rey.
"Aku belum cukup mengantuk." Jawab Aisha. "Kamu tidak apa-apa kan Rey? Apa kepalamu pusing?" Tanya Aisha melihat Rey beberapa kali mengerjabkan matanya.
"Iya. Sedikit pusing." Jawab Rey.
"Kamu juga demam." Komentar Aisha setelah menyentuh dahi Rey.
"Tanganmu yang terlalu dingin." Jawab Rey.
"Tidak. Kau memang sedang demam. Aku antar kamu ke kamar." Kata Aisha.
"Ke kamar kamu saja. Aku khawatir mengganggu Rena. Dia mungkin sudah tidur." Kata Rey.
Entah bahagia atau apa. Rey memilih beristirahat di kamar Aisha, membuat wanita itu merasa terobati rindunya selama ini. Tapi, yang membuat Aisha agak kecewa adalah kata-kata terakhir Rey. Ia takut mengangguk Rena. Bagaimana dengan dirinya? Apakah Rey juga pernah berfikir seperti itu?
"Sha?" Tegur Rey karena Aisha hanya diam dan tidak bersuara.
"I-,iya. Ke kamarku saja. Aku akan menyiapkan kompres untukmu." Ucap Aisha.
"Hm." Rey bergumam pelan.
Aisha memapah Rey sampai ke kamar dan membantu Rey tiduran di atas ranjang sebelum pergi ke dapur untuk membuat air kompres untuk Rey, menyiapkan makanan dan juga obat penurun panas untuk Rey.
Saat kembali ke kamar, Rey rupanya masih terjaga sambil memegangi pelipisnya. Aisha memasang handuk yang sudah ia basahi dengan air hangat ke dahi suaminya itu membuat Rey merasa sedikit nyaman.
"Sambil makan, aku suapin ya! Aku sudah siapin juga obat penurun panas juga." Ucap Aisha. Rey mengangguk. Ia sedikit tersentuh dengan perlakuan Aisha. Selama ini bagaimana ia bisa menutup sebelah matanya? Aisha masih bersikap lembut meskipun ia tidak menunjukkan kasih sayang yang besar padanya.
Dengan sangat telaten, Aisha menyuapi Rey makan dan minum obatnya. Ia melirik jam di dinding, sudah tengah malam dan ia baru saja selesai.
"Aku bawa ini ke dapur dulu, kamu tidurlah dulu!" Kata Aisha.
"Besok saja! Temani aku tidur!" Kata Rey.
"Sebentar saja. Aku akan kembali. Takutnya ada semut." Kata Aisha.
"Baiklah, kau memang yang paling bersih dan rapi dalam mengurus semuanya." Kata Rey dengan memberikan pujian pada Aisha. Aisha tersenyum tipis kemudian pergi meninggalkan Rey ke dapur.
Aisha, dalam hati Rey, ia sungguh tidak ingin menyakiti hati Aisha lebih dalam lagi. Walau bagaimana pun ia sudah menikahi Aisha sesuai dengan permintaan ayahnya. Sedangkan dirinya tidak bisa untuk meninggalkan Rena. Ia berfikir untuk segera membebaskan Aisha dari hidupnya agar Aisha bisa memulai hidup baru bersama pria yang juga mencintainya.
Aisha sangat baik, lembut, dan perhatian. Hanya pria bodoh seperti dirinya lah yang tidak menyukai Aisha. Rey menganggap dirinya bodoh, ia mengakui itu karena tidak bisa membuka hatinya untuk Aisha. Hubungannya dengan Rena yang sudah cukup lama, membuat ia buta akan segalanya. Ia hanya tahu mencintai Rena saja.
"Kenapa belum tidur Rey?" Tanya Aisha saat kembali dari dapur sambil menutup pintu kamarnya.
"Kemarilah!" Ucap Rey sambil menepuk bantal di sebelahnya. Aisha mengerti maksud Rey dan segera berbaring di samping.
Pria itu berfikir untuk mengucapkan apa yang ingin ia sampaikan pada Aisha. Tapi, sebaiknya ia mengatakannya besok setelah kesehatannya membaik. Lagipula Aisha sudah cukup lelah malam ini.
"Rey, cepatlah tidur! Besok kamu akan sembuh." Kata Aisha.
"Aku ingin peluk kamu." Jawab Rey. Aisha tersenyum, ia tersipu dengan kelembutan Rey yang sudah jarang ia dapatkan.
Aisha memejamkan matanya saat Rey mulai memeluknya. Namun seketika ia kembali membuka matanya saat Rey mulai menyadari sesuatu.
"Aisha. Kamu-" ucap Rey menggantung. Aisha mematung. Haruskah ia bicara sekarang? "Kamu, perut kamu-" kata Rey terbata-bata sambil bangkit dan duduk disusul oleh Aisha.
"Rey, bisakah kamu menerimanya? Menganggapnya seperti kamu menganggap anakmu bersama Rena?" Aisha bicara dengan nada pelan dan terbata-bata.
"Kenapa kamu tidak bilang, Aisha?" Bukannya menjawab, Rey malah bertanya.
"Karena kamu tidak pernah mencintaiku sedikitpun. Aku pikir kamu tidak akan peduli dengan hal ini." Jawab Aisha menusuk langsung ke hati Rey.
"Aisha-"
"Rey, bisakah?" Tanya Aisha memotong ucapan Rey. Pria itu menganggukkan kepalanya pelan dan memeluk Aisha.
"Sudah berapa bulan?" Tanya Rey.
"Memasuki bulan ke empat." Jawab Aisha.
"Maafkan aku, Aisha! Aku tidak pernah menyadari hal ini selama ini." Ucap Rey.
"Kamu tidak bersalah. Untuk apa minta maaf? Aku sudah sangat senang kamu mau menerima anak kita." Kata Aisha.
"Kalau begitu, jangan terlalu lelah! Sekarang mari kita tidur! Aku juga ingin memeluk anakku sambil tidur." Kata Rey, Aisha mengangguk dan akhirnya mereka kembali berbaring dan tidur saling berpelukan.
.........
Bersambung .....