Di dunia di mana Spirit Master harus membunuh Spirit Beast untuk mendapatkan Spirit Ring, Yin Lian lahir dengan kekuatan yang berbeda: Kontrak Dewa. Ia tidak perlu membunuh, melainkan menjalin ikatan dengan Spirit Beast, memungkinkan mereka berkembang bersamanya. Namun, sistem ini dianggap tabu, dan banyak pihak yang ingin melenyapkannya sebelum ia menjadi ancaman.
Saat bergabung dengan Infernal Fiends Academy, akademi kecil yang selalu diremehkan, Yin Lian bertemu rekan-rekan yang sama keras kepala dan berbakatnya. Bersama mereka, ia menantang batas dunia Spirit Master, menghadapi persaingan sengit, konspirasi dari akademi besar, serta ancaman dari kekuatan yang mengendalikan dunia di balik bayangan.
Di tengah semua itu, sebuah rahasia besar terungkap - Netherworld Spirit Realm, dimensi tersembunyi yang menyimpan kekuatan tak terbayangkan. Kunci menuju puncak bukan hanya soal kekuatan, tetapi juga keberanian untuk menghadapi kegelapan yang mengintai.
⚠️pict : pinterest ⚠️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 9
Fajar masih menyelimuti desa kecil mereka ketika Yin Hao tiba-tiba berkata, "Ikut aku."
Yin Lian yang baru saja selesai membersihkan halaman menatap ayahnya dengan bingung, tetapi ia tidak bertanya apa-apa.
Tanpa banyak bicara, ia mengikuti langkah ayahnya yang tegas menuju hutan di belakang rumah.
Sesampainya di sana, Yin Hao berdiri di depan sebuah pohon besar dengan ekspresi serius. "Kau sudah menguasai teknik dasar. Mulai sekarang, aku akan mengajarkan sesuatu yang lebih sulit."
Yin Lian menatapnya penuh perhatian.
Tanpa peringatan, Yin Hao mengangkat kapaknya.
Srak!
Dalam sekejap, kapak itu meluncur begitu cepat hingga hanya terlihat kilatan peraknya.
Crack!
Kayu yang keras itu terbelah dalam satu ayunan.
Yin Lian terpana.
"K-Kenapa bisa secepat itu?" tanyanya takjub.
Yin Hao tidak langsung menjawab. Ia hanya mengangkat kapaknya lagi dan memperlihatkan posisi tangannya.
"Dengar baik-baik," katanya. "Menebas kayu bukan hanya tentang kekuatan. Jika kau hanya mengandalkan tenaga, kau akan cepat lelah. Yang terpenting adalah kecepatan dan teknik."
Ia lalu mulai menjelaskan satu per satu teknik yang akan diajarkan hari ini. “Nama teknik ini adalah Tebasan cepat (Quick Slash Technique).
"Pertama untuk grip yang stabil, Pegang gagang kapak dengan kuat. Tangan dominan di atas untuk mengendalikan arah tebasan, sementara tangan bawah untuk memberikan tenaga."
"Kemudian Rotasi Pergelangan Tangan, Jangan hanya menggerakkan lenganmu. Gunakan pergelangan tangan untuk menambah kecepatan tebasan. Jika kau bisa menguasainya, kau tidak perlu banyak tenaga untuk membelah kayu."
Yin Hao melirik kearah Yin Lian yang sedang mendengarkannya. “Jika kamu sudah mengusainya, kamu bisa menambahkannya dengan gerakan memotong di udara. Gerakan ini kamu tidak asal mengayun. Tebaskan kapak dalam garis lurus—baik dari atas ke bawah atau samping ke samping. Dengan begitu, hasilnya akan lebih bersih dan efisien."
“Jika kamu sudah cukup mengusai semuanya. Kau bisa gunakan target kayu atau bambu, lalu tebas secepat mungkin tanpa kehilangan kendali. Semakin cepat dan akurat, semakin sedikit energi yang kau gunakan dan itu bisa melatih kecepatanmu.”
Setelah selesai menjelaskan, Yin Hao menyerahkan kapaknya kepada Yin Lian.
"Coba."
Yin Lian menelan ludah dan mengambil posisi.
Ia menarik napas dalam, mencoba mengingat semua yang baru saja diajarkan ayahnya.
Hup!
Kapaknya meluncur cepat—namun,
Duk!
Hanya sedikit retakan yang muncul di kayu itu.
"Tsk," gumamnya, merasa frustrasi.
Yin Hao mengamati dari belakang, lalu berkata dengan nada datar, "Kau terlalu kaku. Peganganmu terlalu erat dan ayunanmu terlalu lambat."
Yin Lian mengerutkan kening. "Tapi aku sudah memegangnya dengan kuat seperti yang kau bilang tadi."
"Memegang dengan kuat tidak berarti kau harus menegangkan seluruh otot tanganmu," jelas Yin Hao. "Jika kau terlalu tegang, ayunanmu jadi lebih berat. Lihat ini."
Yin Hao mengambil kapaknya kembali, lalu menebas kayu dengan santai.
Crack!
Kayu itu terbelah dengan mudah.
"Kuncinya adalah kendali dan fleksibilitas," katanya. "Sekarang, aku akan membantumu memperbaiki posisimu."
Yin Lian mengangguk dan kembali bersiap.
Tiba-tiba, Yin Hao berjalan mendekat dan berdiri di belakangnya.
Ia meraih tangan Yin Lian, melonggarkan cengkeraman jemarinya di gagang kapak, lalu menyesuaikan posisi jari-jarinya.
"Jangan terlalu erat. Biarkan sedikit ruang untuk pergelangan tangan bergerak."
Kemudian, ia menggeser posisi kaki Yin Lian dengan ujung kakinya.
"Jangan terlalu kaku. Sedikit lebih terbuka, biarkan berat badanmu terbagi rata."
Yin Lian bisa merasakan betapa stabilnya posisinya sekarang.
Setelah itu, Yin Hao mundur beberapa langkah dan berkata, "Coba lagi."
Yin Lian menarik napas dan mengayunkan kapaknya.
💥 Crack!
Kali ini, kayu itu lebih terbelah dibanding sebelumnya.
Meskipun belum sempurna, hasilnya lebih baik.
Yin Hao mengangguk kecil.
"Semua terlihat sulit di awal," katanya. "Tapi begitu kau menguasainya, semuanya akan terasa lebih mudah."
Yin Lian menatap ayahnya dengan mata membesar.
Kalimat itu sederhana, tetapi memiliki makna yang dalam.
Untuk pertama kalinya, Yin Hao tidak hanya mengajarinya teknik, tetapi juga memberinya pelajaran tentang ketekunan.
Namun, sebelum Yin Lian bisa bertanya lebih jauh, Yin Hao sudah membalikkan badan dan berkata, "Cukup untuk hari ini. Kita pulang."
Ia mengambil beberapa kayu yang sudah dipotong, lalu mulai berjalan kembali ke rumah tanpa menunggu Yin Lian.
Gadis itu menghela napas pelan sebelum tersenyum kecil.
Hari ini, ia belajar sesuatu yang baru.
Dan meski ayahnya tetap terlihat dingin, ia tahu bahwa Yin Hao mulai mengajarinya sesuatu yang lebih dari sekadar menebang kayu.
Matahari mulai turun ke ufuk barat saat Yin Hao dan Yin Lian akhirnya tiba di rumah mereka. Langkah Yin Hao terdengar mantap saat memasuki ruangan, lalu ia menjatuhkan dirinya di kursi kayu yang sudah usang tetapi kokoh.
Tanpa menunggu perintah, Yin Lian segera berlari kecil menuju rak di sudut ruangan, mengambil sebuah gelas kayu, lalu menuangkan arak ke dalamnya dengan cekatan.
Dia tahu, setiap kali ayahnya selesai berlatih atau bekerja, arak adalah hal pertama yang dicari.
Dengan hati-hati, ia menyodorkan gelas itu kepada Yin Hao. "Ayah, ini."
Yin Hao menerima gelas itu tanpa berkata apa-apa. Matanya menatap cairan di dalamnya sejenak sebelum meneguknya perlahan.
Sementara itu, Yin Lian bergegas kembali ke dapur.
Dia mengangkat sebuah mangkuk kayu berisi bubur hangat yang telah ia siapkan sebelum mereka pergi ke hutan. Tangannya bekerja cepat, mengatur semangkuk bubur itu di atas meja di depan ayahnya.
Namun, saat ia baru saja akan duduk, suara berat ayahnya menggema di dalam ruangan.
"Yin’er."
Yin Lian menegang.
Nada itu terdengar biasa saja, tetapi entah mengapa, ia bisa merasakan hawa dingin yang tiba-tiba menyelimuti ruangan.
"Apa kau benar-benar ingin pergi ke balai desa?"
Jantungnya mencelos.
Ia menatap ayahnya yang masih duduk tegak, dengan ekspresi yang sulit dibaca.
Lagi... Ayah menanyakan hal itu lagi.
Baru saja tadi, ia merasa ada sedikit kehangatan dalam interaksi mereka. Namun, sekarang, semuanya terasa seperti menghilang begitu saja.
Yin Lian menundukkan kepala. Ia menggenggam ujung bajunya, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang mulai menyeruak.
Lalu, dengan suara pelan, ia berkata, "Aku... aku tidak terlalu ingin pergi ke sana, Ayah."
Yin Hao masih diam, menunggu kelanjutannya.
Yin Lian menarik napas dalam, lalu menatap ayahnya dengan sedikit senyuman yang dipaksakan. "Lagipula, aku tidak bisa meninggalkan Ayah sendirian di sini."
Suasana di antara mereka menjadi sunyi.
Yin Hao menatap gadis kecilnya dengan tatapan tajam, seolah sedang menilai apakah kata-kata itu benar-benar berasal dari hatinya atau hanya alasan yang dibuat-buat.
Setelah beberapa saat, Yin Hao mengalihkan pandangannya dan mengambil sendok kayu.
"Hmph. Lakukan sesukamu."
Yin Hao menyendok buburnya dengan tenang, tetapi suasana dalam ruangan masih terasa tegang.