Resta adalah seorang pemimpin sekaligus pemilik salah satu perusahaan percetakan terbesar di kota Jakarta. Memiliki seorang kekasih yang sangat posesif, membuat Resta harus mengganti sekretarisnya sesuai kriteria yang diinginkan sang kekasih. Tidak terlihat menarik, dan tidak berpenampilan menggoda, serta berpakaian serba longgar, itu adalah kriteria sekretaris yang diinginkan kekasihnya dalam mendampingi pekerjaan Resta.
Seorang gadis berpenampilan culun bernama Widi Naraya hadir, Resta menganggapnya cocok dan sesuai dengan kriteria yang diinginkan kekasihnya. Hari-hari yang mereka lalui berjalan dengan aman dan profesional, sebagai bos dan sekretaris. Sampai ada satu hal yang baru Resta ketahui tentang Aya, dan hal itu berhasil membuat Resta merasa terjebak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkiTa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cokelat hangat
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN YA, BIAR NGGAK SEPI. 😚
***
“Oh, saya… bekerja di perusahaan ekspor-impor Pak,” jawab Aya sedikit gugup.
“Wah perusahaan besar ya, pastinya? bagian apa?” Resta menaikkan satu alisnya, sambil menatap Aya. Dalam hatinya, dia cukup bahagia. Karena karakter dan penampilan Aya yang begitu pas dengan apa yang dia mau. Jika seperti ini wujudnya, tentu Nadine tak akan marah-marah serta curiga.
“Begitulah Pak, sekretaris direktur keuangan, Pak.” Aya berkata jujur, berharap Resta tidak bertanya penyebab dia berhenti bekerja dan keluar dari posisi yang bagus seperti itu.
“Kenapa kamu berhenti dari sana?” Resta akhirnya bertanya.
Baru saja Aya berharap, tapi sepertinya pertanyaan demikian tidak akan bisa dia hindari. Resta pasti perlu tahu mengapa calon karyawannya berhenti dari pekerjaan yang lama. Agar bisa menimbang dan tepat dalam mengambil sikap.
“Karena pekerjaan yang semakin berat, Pak. Apalagi, saya juga sering berurusan dengan angka-angka, nominal uang yang nggak sedikit jumlahnya. Saya nggak sanggup menjalaninya, maka saya memilih berhenti,” jelas Aya. Tentu saja dia beralasan, itu bukanlah sebuah kebenaran tentang mengapa dia terpaksa berhenti dengan posisi bagus dan menjamin gaji yang bersar.
Resta mengangguk, “Oke baiklah, saya paham. Tenang saja, pekerjaan di saya nggak akan serumit yang kamu bayangkan. Nanti akan saya buatkan job description untuk kamu, bisa kamu pelajari dulu supaya paham.” Resta berpindah dari tempatnya, lalu menuju meja kerjanya.
Mendengar kalimat Resta, mata Aya berbinar-binar. Tidak menyangka dia akan diterima semudah itu. “Jadi, saya di terima, Pak?” tanya Aya dengan nada girang yang tak mampu dia sembunyikan.
“Ya, kamu diterima!” sahut Resta.
“Terima kasih Pak Resta. Saya mulai bekerja kapan?”
“Mulai hari ini, walaupun job description belum selesai, kamu bisa memulai pekerjaan dengan membereskan lemari penyimpanan saya. Susun mapnya sesuai dengan bulannya ya, berurut!” titah Resta, wajahnya mengarah pada sebuah lemari yang berada di sudut.
Kehilangan sekretaris selama hampir dua minggu benar-benar membuatnya kuwalahan. Banyak pekerjaan yang terbengkalai, termasuk lemari dan file yang berantakan. Resta bisa saja meminta karyawannya yang lain untuk membereskan. Namun, dia tidak mau membuat mereka kehilangan fokus pada pekerjaan yang sudah ada.
“Baik Pak, saya kerjakan sekarang.” Aya meletakkan tas dan map yang sempat dia pangku tadi di atas meja.
“Oh ya, meja kamu di luar ruangan ini ya. Kamu lihat ada meja sebelum kamu masuk ke ruangan?”
“Iya, Pak.”
“Nah itu meja dan lemari kamu, kamu bisa letakkan tas dan semua barang-barang kamu di sana.”
“Baik Pak.”
Dengan cekatan, Aya mulai mengerjakan apa yang diperintahkan Resta, jika hanya membereskan lemar dan menyusun file seperti ini, tentu akan sangat mudah baginya.
“Permisi Pak Resta, cokelat hangatnya.” seorang office girl membawa sebuah nampan berisi dua gelas cokelat hangat. Aya pun iku menoleh pada wanita itu, dia tersenyum ramah pada Aya dan Aya pun membalas tak kalah ramah.
“Oh ya, letakkan di atas meja saja!” titah Resta tanpa menoleh, dia sedang fokus menatap layar ipadnya.
“Baik Pak permisi.”
Sepertinya orang di sini ramah-ramah, kecuali di bagian informasi! Aya menggerutu dalam hatinya mengingat kekesalannya karena mendapatkan perlakuan kurang mengenakkan dari karyawan di bagian informasi.
“Minum Aya, itu cokelat hangat. Saya nggak tau kamu sukanya apa. Tapi, menurut saya, semua perempuan suka cokelat.” Resta berucap, masih sama seperti tadi, tidak menoleh pada lawan bicaranya.
“Iya Pak, terima kasih. Oh ya, Pak yang ini, saya bereskan juga ya?” Aya meminta izin sebekum menyentuh barang-barang berantakan di atas meja.
“Oh ya boleh, silakan!”
Mendapat persetujuan, Aya langsung bertindak. Dia paling tidak bisa melihat sesuatu yang berantakan.
“Nanti keburu dingin minumannya, Aya,” ucap Resta sambil melangkah mengambil segelas cokelat hangat miliknya lalu menyesap dengan penuh kenikmatan. Selain kopi, Resta juga suka minuman ini.
“Iya Pak, saya selesaikan ini dulu.” Aya menampilkan cengirnya sambil membenarkan letak kacamatanya. Merasa tidak enak karena sudah berulang kali Resta menyuruhnya minum.
Hari pertama bekerja, sepertinya Aya merasa nyaman dan betah. Resta baik, ramah dan tidak kasar apalagi arogan seperti para pimpinan di tempat kerjanya yang lama. Aya berharap, dia bisa bekerja di sini lebih lama.
Hening untuk beberapa menit, mereka lalui, Aya sibuk sendiri, begitu juga dengan Resta. Dia sedang mengetik sesuatu pada macbooknya dan terlihat sangat serius.
“Pagi baby!!” suara yang nyaring bersamaan dengan pintu yang di dorong kuat, memecahkan keheningan di ruangan itu. Baik Resta maupun Aya menoleh pada sumber suara.
“Hai,” sapa Resta alakadarnya. Setelah menoleh sesaat dia kembali fokus pada apa yang dia kerjakan, seolah kehadiran Nadine bukan suatu hal yang penting baginya. Apalagi, ini masih terlalu awal.
“Ini siapa?” tak segan-segan, Nadine menunjuk tepat kepada Aya yang sedang duduk sambil menyusun lembaran kertas.
“Oh ini Aya, sekretaris baru aku. Gimana?” Resta menanyakan pendapat pada sang kekasih, tentu saja karena selama ini Nadine selalu mempermasalahkan soal itu.
Nadine tertawa cekikikan, nada mengejek menguar dari sana. Aya hanya bisa mengangguk tanda sopan meski dia tahu wanita itu sedang mengejeknya melalui tawa.
“Oh ya, bagus. Kali ini aku setuju, sayang!” jawab Nadine dengan suara lantang, sambil menatap Aya cukup lama.
Bagaimana dia tidak mengatakan setuju. Saat ini penampilan Aya sedikit urakan. Rambut ikal sebahunya dia biarkan begitu saja. Kacamata dengan frame besar berbentuk bulat, serta tidak ada polesan make up sedikitpun di wajahnya, hanya liptint sebagai pelembab bibir. “Cocok!” ujar Nadine lagi. “Selamat bekerja ya, semoga betah menjadi sekretaris calon suami saya!” kali ini ucapan itu dia tujukan pada Aya.
Aya mengangguk lagi, “Iya Bu, terima kasih,” sahut Aya sopan, sadar kepada siapa dia berbicara. Tidak masalah jika Nadine menganggapnya jelek, culun atau sejenisnya, yang penting dia tetap bekerja di sini.
“Kamu tau ya aku mau datang ke sini? sudah nyiapin minuman kesukaanku.” Nadine meraih segelas cokelat hangat yang ada di atas meja tepat di hadapan sofa. Lalu menyicipnya tanpa rasa bersalah.
“Itu punya Aya!” tegas Resta.
“Nggak apa-apa, Pak. Saya bisa minum air putih aja,” timpal Aya.
“Ih kamu! jadi, minuman ini udah bekas kamu?” protes Nadine bergedik jijik.
“Enggak Bu, belum saya minum,” sangkal Aya.
“Syukurlah,” sahut Nadine, lalu meminumnya lagi.
Resta mendesah kesal, kehadiran Nadine yang seakan tak kenal waktu, benar-benar mengganggunya. Dia juga merasa tak enak pada Aya, karena sikap Nadine terhadanya.
sehat selalu yaa thor, selalu ciptain karya² yg luar biasa ❤️