Season 2 novel SANG PENGASUH
Arya, Ricky, Rendi, dan Wiliiam, adalah empat pria tampan sold out yang telah menjalani senasib sepenanggungan gagal malam pertama karena kejahilan diantara mereka. Menjalani kehidupan rumah tangga tidak selancar jalan tol. Keempatnya mengalami ujian.
Diantaranya, Arya. Kemunculan salah satu keluarga yang dikira telah meninggal, hadir mengusik ketenangan rumah tangganya.
Pun dengan Rendi. Kedatangan adiknya dari Turki dan kini tinggal bersamanya malah membuatnya was-was.
Kisah kehidupan keempatnya, author kemas dalam satu bingkai cerita.
Kisah ini hanya fiksi. Jika ada kesamaan nama, tempat/perusahaan itu hanya kebetulan semata.
Selamat menikmati kisah yang bisa membuatmu senyum-senyum sendiri.
Cover free by pxfuel
Edit by me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Kabar Pagi
Ricky tergelak saat mendapat pesan dari Willi. Tak ada kalimat yang dikirimkan, hanya emot kepala setan bertanduk dan kepalan tangan. Hanya membacanya saja, Ricky menyimpan kembali ponselnya di atas nakas. Ia keluar dari kamar menemui Safa yang sedang menonton TV.
"Mofa, lusa kita akan ke Yogyakarta. Liburan sekalian kunjungan ke cabang." Ricky duduk di sisi Safa. Mencomot popcorn yang dipegang istrinya itu.
"Kita? Maksudnya sama aku?" Safa menoleh ke arah Ricky untuk meyakinkan lagi.
"Ya iyalah sama kamu, masa sama si denok." Ricky menggigit pelan bahu Safa karena gemas.
"Kirain Aa sama Kak Arya. Berapa hari di sananya?
"Tiga hari. Sabtu sampai senin. Kita akan jalan-jalan ke banyak destinasi Jogja." Ricky menyambar tangan Safa yang akan memasukkan popcorn ke mulut menjadi berbelok ke mulutnya.
"Aww. Aa mah hobinya makan orang ya? Bentar-bentar gigit, bisa somplak nih semua kena gigit." Safa mengipas-ngipas jarinya yang kena gigit Ricky. Tadi bahu yang digigit, sekarang jarinya yang kena. Safa menggeser badannya menjauhi Ricky, pura-pura marah.
"Ulu-ulu ada yang ngambek. Bukan hobi makan orang, tapi hobi makan kamu." Ricky menarik tangan sang istri sampai jatuh kepelukannya. Memulai sentuhan-sentuhan kecil yang membuat Safa kegelian dan tertawa. Lama-lama tawanya hilang berganti desahan nikmat karena permainan apik sang suami. Dan malam panjang pun dimulai oleh dua sejoli, pengantin baru yang masih dahaga mereguk nikmatnya surga dunia.
****
Kesibukan mulai nampak di rumah Arya pagi ini. Terutama kesibukan para pekerja dengan tugasnya masing-masing. Sejak kehadiran pasangan Adang Edoh, atmosfer lingkungan rumah makin hidup karena kelakuannya selalu menghadirkan tawa.
Bila kamu di sisiku
Hati rasa syahdu
Satu hari tak bertemu
Hati rasa rindu
Kuyakin ini semua
Perasaan cinta
Tetapi hatiku malu
Untuk menyatakannya
Kang Adang menyapu daun-daun kering yang berserak di halaman dan seputaran taman sambil bibirnya bersenandung lagu Rhoma Irama. Sapu lidi yang dipakainya sesekali diangkat seolah sedang memainkan gitar ala bang haji.
Pak Asep yang sedang memanaskan mobil kesayangan tuannya hanya geleng-geleng kepala menyaksikan tingkah konyol Kang Adang. Mobil Pajero hitam makin mengkilat karena setiap saat di usap dan di lap oleh sang sopir.
Dari arah gerbang yang sudah dibuka, Papa Roby dan Mama Rita masuk dengan berjalan kaki. Sepertinya mereka selesai jogging pagi keliling komplek. Kang Adang yang akan menghadang, ditarik bajunya oleh Pak Asep. "Hei-hei diam, jangan diintrogasi. Mereka orangtuanya si boss. Rumahnya deket, empat rumah dari sini."
"Ah untung kamu ngasih tahu, Sep. Bisa malu saya," lirih Kang Adang takut kedengaran sama orangtua Arya.
"Selamat pagi Tuan, Nyonya." Pak Asep mengangguk sopan dan tersenyum diikuti oleh Kang Adang ketika dua orang yang nampak awet muda itu berjalan mendekat.
Mama Rita dan Papa Roby hanya membalas dengan senyum tipis. "Ini siapa?" tunjuk Papa Roby kepada Kang Adang.
"Saya Adang SH, Tuan. Security baru di rumah ini, baru kerja tiga hari." Kang Adang membungkuk dengan sopan mengenalkan dirinya.
"Sarjana Hukum kok mau jadi security rumah, kenapa nggak minta pekerjaan di kantor Arya?" Papa Roby menatap heran.
"SH di sini bukan sarjana hukum Tuan. Tapi nama panjang saya. Adang Saka Hayang."
Mama dan Papa langsung tergelak mendengar nama unik itu. "Ya sudah, kerja yang jujur ya. Semoga betah." Papa kembali berjalan menuju pintu rumah sambil merengkuh bahu Mama Rita.
"Siap, laksanakan Tuan!" Kang Adang berdiri tegak memberi hormat meskipun orang yang di hormatnya sudah berlalu.
"Si boss juga punya adik perempuan, sudah menikah dengan seorang dokter." Pak Asep kembali menambahkan informasi, ketika melihat tuan dan nyonya besar sudah masuk ke dalam rumah.
"Namanya siapa? Ada fotonya nggak, Sep?" Biar saya bisa pindai di kepala."
"Namanya Marisa, suaminya dokter Rendi. Nggak punya fotonya. Kamu ingat-ingat saja wajah nyonya tadi, mereka mirip kok."
Kang Adang hanya manggut-manggut. Semua informasi penting berusaha untuk diingatnya.
.
.
"Mana si cantik cucu Oma--" Mama Rita memasuki kamar anaknya yang terbuka. Ia melihat Baby Aqila sedang dipakaikan baju, tadi sudah selesai berjemur dan mandi.
Andina menoleh ke arah masuknya Mama Rita dan berseru senang. "Eh ada Oma. Aqila abis mandi Oma....sekarang sudah wangi--"
"Aih...si cantik sudah seger dan wangi...cepat besar ya sayang, nanti Oma ajak jalan-jalan--" Mama Rita menggendong Baby Aqila dan mengajaknya bicara. Bayi imut nan cantik itu tersenyum manis seolah menaggapi Omanya.
Dari arah kamar mandi, Athaya keluar memakai handuk sambil bernyanyi-nyanyi riang. Ia sudah dimandikan oleh Arya. Giliran Papinya sekarang yang mandi.
"Sini kakak pakai baju dulu!" Andina melambaikan tangannya agar Athaya mendekat karena anak itu malah berjingkrak-jingkrak depan cermin.
"Oma, adek mau dibawa ke mana?" Athaya berteriak saat Mama Rita akan keluar kamar sambil menggendong Baby Aqila.
"Mau dibawa ke rumah Oma ya. Biar Aqila bobonya sama Oma." Jawab Mama Rita menggoda Athaya.
"Ah ahh Nda boleh Oma. Ade dangan di bawa!" Athaya memberenggut sambil menarik baju Mama Rita agar tidak keluar.
Mama Rita tertawa melihat sikap posesif cucu pertamanya itu. "Nggak kok sayang, Oma hanya mengajak main di situ sama Opa." Mama Rita menggerakkan kepalanya menunjuk ruang keluarga dimana ada Papa Roby sedang duduk menonton berita.
Melihat itu, barulah Athaya melepaskan pegangannya dan minta segera memakai baju kepada Mama Andin karena mau ikut bergabung dengan kakek neneknya.
.
.
Andina menuju dapur melihat kesiapan menu yang dipasak untuk sarapan. "Bi Idah, masak banyak nggak? soalnya ada Mama dan Papa. Mau sekalian aku ajak sarapan."
"Banyak Neng. Tenang saja stok aman," sahut Bi Idah.
Andina tersenyum lega. Bersama Bi Idah, ia menyiapkan sajian di meja makan. Aroma ikan gurame goreng bersama capcay juga tempe goreng, sungguh sangat menggugah selera.
Berlima, mereka menikmati sarapan pagi. Kali ini Athaya sangat manja, tidak mau makan sendiri. Ia ingin disuapi oleh Mama Andin. Dengan telaten, Andina menyuapi Athaya bergantian dengan dirinya.
Baby Aqila dititipkan dulu kepada Ceu Edoh di ruang keluarga.
.
.
Marisa melajukan mobilnya memasuki pintu gerbang rumah Arya yang terbuka. Dengan tergesa-gesa ia turun tanpa mengindahkan sekitarnya. Wajahnya tampak sembab seperti habis menangis.
"Panjang umur. Nah itu adiknya pak boss. Sepertinya lagi ada masalah." Pak Asep berbisik memberitahu Kang Adang. Mereka sedang ngopi di bangku taman saat mobil Marisa datang.
"Sa, kamu kenapa?" Arya yang akan berangkat kerja diantar Andina menatap heran saat berpapasan dengan Marisa di ambang pintu.