Ariana Lyra Aurelia tidak pernah menyangka cinta tulusnya dibalas dengan pengkhianatan kejam dari sang kekasih yang tega menghabisi nyawanya.
Di ujung napas yang masih bisa Ia pertahankan, Kael Ethan Thomson, pria yang dijodohkan oleh ayahnya datang. Memeluk tubuh Ariana dengan air mata membasahi pipi pria itu. Pria yang selama ia abaikan karena perjodohan justru menjadi pria yang sangat tulus mencintainya dan selalu ada untuknya, bahkan ada disaat terakhirnya.
"Andai aku memiliki kehidupan kedua, aku akan mencintaimu setulus hatiku..."
Apa yang akan Ariana lakukan ketika kehidupan kedua benar-benar diberikan untuknya?
Ikuti kisah mereka...!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16.
Kael mengusap kasar wajahnya, berharap tindakannya dapat menghilangkan rasa cemas yang menelusup ke dalam hatinya saat mengingat Ariana merencanakan sesuatu tanpa melibatkan dirinya. Namun tiba-tiba, ia tersentak, segera menegakkan punggung dan segera meraih ponsel yang ia letakkan di atas nakas saat ia mengingat seseorang.
"Kenapa aku bisa lupa, aku bisa meminta bantuannya,"
Kael menggulir layar, terhenti pada satu nama seseorang yang menjadi sahabatnya. "Baim"
Seseorang yang ia kenal secara tidak sengaja dan menjadi sahabatnya sejak ia pindah meninggalkan Ariana kala itu. Seseorang yang memiliki kemampuan peretasan luar biasa dan memiliki minat yang sama dengan dirinya.
Kael menunggu dengan gelisah, mencoba melakukan panggilan lagi saat tiga kali panggilan tidak diangkat dan baru terhubung dipanggilan kelima.
"Ada apa menghubungiku di jam ini?"
Suara setengah berbisik yang Kael dengar melalui ponsel membuat dahi Kael berkerut. Ia menjauhkan ponsel sejenak untuk memastikan nama yang ia sentuh untuk panggilan tidaklah salah.
"Kenapa kau berbicara berbisik begitu?" tanya Kael bingung.
"Haih... Sebelum menghubungiku, pastikan kau melihat waktunya lebih dulu," desah Baim.
"Waktu?" ulang Kael bingung.
"Bukankah sekarang di tempatmu masih dini hari? Di sini menjelang siang dan aku masih di tengah kelas," terang Baim.
Kael mengerjap sesaat, menurunkan ponsel dari telinga untuk melihat waktu yang tertera pada layar ponsel, dan segera menepuk dahinya sendiri begitu melihat pukul berapa saat itu. 02:00am.
"Ah... Maaf, aku tidak menyadarinya. Kalau begitu hubungi aku setelah kelasmu selesai! Aku akan menunggu,"
"Kau gila! Ini waktu bagimu untuk tidur!" sembur Baim tanpa sadar meninggikan suaranya.
"BAIM...!"
"Pft... Sepertinya, kau-lah yang membuat masalah karena berteriak. Aku akan menunggu kabar darimu! Sampai nanti dan semoga beruntung," ucap Kael tanpa beban.
"Kau..."
Kael segera memutus panggilan begitu saja tanpa memberikan kesempatan bagi Baim untuk menyelesaikan protesnya setelah mendengar suara bentakan dari seseorang yang ia tebak sebagai dosen.
Hembusan napas panjang Kael kembali terdengar, punggungnya bersandar pada headboard dengan kepala sedikit tengadah, sesaat kemudian ia beranjak dari duduknya dan berpindah ke meja belajarnya yang memuat set komputer lengkap, lalu menghidupkannya sekaligus menyalakan perangkat lain untuk berjaga-jaga.
Dengan satu hembusan napas, Kael mulai memasukan serangkaian kode ke komputer miliknya, melakukan pencarian menggunakan akses khusus yang membuat dirinya dapat membuka satelit untuk melakukan pencarian serta menelusuri apa yang ia dapat.
Entah sudah berapa lama waktu berlalu, ponsel Kael berdering, menampilkan satu nama yang sebelumnya ia hubungi pada layar ponsel.
Kael tersenyum tipis, memasang headset pada kepalanya sembari memastikan posisi microphone terpasang dengan benar sebelum menggeser layar ponsel untuk menerima panggilan.
"Aku sudah menunggumu," ucap Kael begitu panggilan terhubung.
"Tak bisa kupercaya, kau benar-benar menunggu. Hal mendesak apa yang membuatmu sampai tidak tidur hanya untuk menungguku?" sambut Baim.
"Aku perlu bantuanmu untuk masuk ke akses cctv," jawab Kael.
"Bukankah itu hal mudah? Kamu sendiri bisa melakukannya," sambut Baim.
"Akses cctv sebuah casino," ucap Kael.
"APA?!? Kamu gila?!?"
"Jika itu di sini, akan terdengar mudah, tapi di kotamu tempat sejenis casino memiliki izin khusus dari pemerintah," sahut Baim.
"Itulah mengapa aku menghubungimu," sambut Kael.
"Aku tidak bisa melakukannya sendiri dan hanya kamu yang aku percaya untuk membantuku,"
"Tapi, untuk apa kamu melakukan itu?" tanya Baim.
"Hanya ingin memastikan seseorang yang penting bagiku tetap aman," jawab Kael.
Ada jeda keheningan sejenak setelah Kael menyelesaikan kalimatnya, seakan ingin memberi Baim waktu untuk berpikir sampai suara Baim kembali terdengar disertai helaan napas panjang.
"Haahh... Baiklah. Beri aku waktu untuk pulang ke rumah. Aku tidak bisa melakukannya tanpa komputerku," sahut Baim.
"Kamu bisa menggunakan laptop," ucap Kael.
"Tidak semudah itu," sambut Baim.
"Aku memiliki alat anti sadap jika itu yang kamu khawatirkan. Kamu hanya perlu masuk ke akses milikku dan datamu tetap aman," jawab Kael.
"Baiklah... Baik... Kamu memang tidak bisa dibantah," gerutu Baim.
"Beri aku waktu sebentar,"
Kael tidak mengatakan apapun, hanya fokus menatap layar komputer dan tersenyum saat melihat server asing mencoba untuk masuk.
"Selamat datang," sambut Kael.
"Cih... Cepat lakukan!" perintah Baim.
Tak ada lagi percakapan diantara mereka. Dari tempat berbeda, mereka bergerak seakan sudah menyusun rencana sebelumnya. Menyerang, bertahan dan saling melindungi data mereka untuk menembus pertahanan yang dimiliki server tujuan mereka. Serangkaian kode yang terus bermunculan, hilang dan digantikan dengan kode baru berlangsung selama beberapa waktu, sampai mereka bisa membuka semua cctv yang terpasang di casino tanpa terdeteksi.
"Hanya perlu sentuhan akhir," ujar Baim.
"Penyadap," ucap keduanya serempak dan diakhiri tawa renyah dari mereka seakan mereka terikat hubungan saudara.
"Baiklah... Ku akui, bagian ini kita memiliki pemikiran sama," sambut Baim.
"Semoga beruntung, Ethan,"
"Terima kasih sudah membantuku," ucap Kael.
"Senang bisa membantu. Hubungi aku jika kamu membutuhkan sesuatu, aku akan membantu sebisaku," sahut Baim.
"Tentu, sekali lagi terima kasih,"
.
.
.
# Keesokan harinya
"Ariana,"
Wajah Ariana terangkat saat mendengar namanya dipanggil, mengalihkan pandangan dari buku yang tengah ia baca hanya untuk melihat Ryder sudah berdiri di depannya.
"Ada apa menemuiku?" tanya Ariana datar.
Ryder tertegun. Selama beberapa saat ia terdiam, tidak menemukan kata yang tepat untuk ia ucapkan saat melihat sorot datar Ariana. Gadis itu bahkan tidak peduli dengan dirinya yang masih memiliki beberapa bekas luka di wajahnya.
"Apakah kamu marah padaku?" tanya Ryder.
"Tidak," jawab Ariana.
"Kamu tidak peduli lagi padaku?" tanya Ryder.
"Tidak," jawab Ariana.
"Apakah karena aku melakukan kesalahan?" tanya Ryder lagi.
"Entahlah." sahut Ariana sembari menaikan bahunya.
"Menurutmu, apakah kamu melakukan kesalahan?"
"Ariana..." keluh Ryder.
"Aku minta maaf jika aku melakukan kesalahan, tapi kenapa kamu harus memecat kami?"
Hembusan angin yang menerpa wajah Ariana, mengibarkan rambutnya yang terurai. Gadis itu menutup buku yang ia baca, lalu berdiri dari kursi panjang di bawah pohon yang menjadi tempat favoritnya bersama Kael.
"Bukankah seorang Tuan Muda tidak memerlukan pekerjaan? Kenapa kamu meminta pekerjaan pada putri seorang pelayan?" sindir Ariana.
"Ariana... Itu... Aku hanya..."
"Mengumbar kepada semua orang bahwa kamu putra dari keluarga kaya, menggunakan mobilku untuk kepentinganmu sendiri sekaligus mengaku-ngaku bahwa itu mobilmu, dan mengabaikan tanggung jawabmu dengan tetap mengambil gajimu, apakah menurutmu itu pantas?" potong Ariana.
"Aku mengambil apa yang pantas aku dapatkan!" bantah Ryder.
"Benarkah?" sambut Ariana tersenyum miring.
"Maksudmu, kau menjadi tutorku tapi tidak menjalankan tugasmu sebagai tutor?"
"Bukan salahku jika kamu bodoh. Kamu yang tidak bisa menerima materi yang aku ajarkan, sedangkan Sienna bisa melakukannya dengan baik," sahut Ryder.
"Tepat sekali," sambut Ariana cepat.
"Itulah sebabnya kamu tidak perlu lagi menjadi tutorku lagi di saat aku bisa mengalahkanmu dalam bidang akademik,"
"ARIANA...!"
Wajah Ryder memerah, amarahnya terpancing begitu cepat hingga satu tangannya terangkat dan terayun ke arah Ariana.
. . . .
. . . .
To be continued...
tetiba lampu mati dari pagi dan baru nyala sore😫🤧🤣
ngiriiiiii terossss kerjaannya 🤣🤣
uhukkk uhukk /Awkward//Awkward/
ehhhh
🏃♀️🏃♀️🏃♀️🏃♀️🏃♀️