Cerita Mengenai Para Siswa SMA Jepang yang terpanggil ke dunia lain sebagai pahlawan, namun Zetsuya dikeluarkan karena dia dianggap memiliki role yang tidak berguna. Cerita ini mengikuti dua POV, yaitu Zetsuya dan Anggota Party Pahlawan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A.K. Amrullah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Budak Elf
Di Sore Harinya...
Nenek Martha yang kebetulan lewat mendekat, melihat Zetsuya yang duduk di luar sambil menatap rumah yang sedang dibersihkan.
"Zetsuya, ada apa ini? Kenapa Jack tiba-tiba membersihkan rumah itu?" tanya Nenek Martha dengan penasaran.
Zetsuya mengangkat bahu, masih sambil memperhatikan pekerjaan Jack. "Aku baru saja mendapatkan rumah ini dari Kepala Desa. Harga yang aku bayar cuma 10 sabun, yang ternyata kualitasnya luar biasa."
Nenek Martha terkejut. "10 sabun? Itu sangat mahal, Zetsuya. Bagaimana bisa kamu mendapatkan rumah dengan harga semurah itu?"
Zetsuya tersenyum, menenangkan. "Sebenarnya, aku beli rumah ini seharga 80 silver, Nenek. Pedagang itu tidak boleh banyak memberi tahu hal tentang harga sabun atau transaksi ini. Aku rasa aku mendapat kesepakatan yang sangat baik."
Mendengar itu, Nenek Martha mengangguk, meskipun masih merasa heran. "Itu benar-benar kesepakatan yang luar biasa. Tapi, hati-hati dengan tawaran-tawaran yang terlalu bagus. Dunia ini memang penuh kejutan."
Zetsuya hanya tersenyum, merasa puas dengan hasil transaksinya. "Aku akan berhati-hati, Nenek. Tapi, aku rasa ini langkah pertama yang baik."
Nenek Martha pun pulang kerumahnya...
Jack terlihat terkejut ketika dia baru saja menuruni bagian bawah rumah yang baru saja ingin dibersihkannya, kemudian berteriak keras, "Zetsuya, kamu perlu lihat ini!"
Zetsuya segera berdiri dan berjalan cepat ke arah Jack yang berdiri di dekat pintu ruang bawah tanah. Begitu Zetsuya turun ke ruang bawah tanah itu, matanya langsung tertuju pada seorang Elf cantik yang tergeletak lemah di lantai. Elf itu tampaknya terikat dengan rantai di dinding, tubuhnya tampak kurus dan pucat, dan nafasnya sangat lemah.
Jack tampak bingung, lalu berteori, "Aku rasa pedagang yang punya rumah ini sebelumnya membeli Elf ini sebagai budak. Mungkin setelah dia meninggal, tidak ada yang tahu dia harus dilepaskan dari rantai ini. Itu mungkin kenapa Elf ini sangat kurus dan terlihat seperti koma."
Zetsuya mendekati Elf itu dengan h,ati-hati, memperhatikan kondisi tubuhnya yang sangat lemah. Dia bisa merasakan ada sesuatu yang tidak biasa, ada aura mistis yang mengelilinginya. "Ini… bukan hal yang biasa," kata Zetsuya, lebih kepada dirinya sendiri. "Bagaimana bisa ada Elf terikat seperti ini? Ini jelas bukan perbuatan yang bisa diterima."
Jack mengangguk setuju, matanya penuh rasa kasihan pada Elf tersebut. "Aku rasa kita harus membantunya, Zetsuya. Mungkin ada sesuatu yang lebih besar di balik ini."
Zetsuya menghela nafas. "Ya, kita akan membantunya. Aku tidak bisa membiarkan seseorang terperangkap dalam kondisi seperti ini."
Dia kemudian dengan hati-hati mendekat dan mencoba memeriksa rantai yang mengikat Elf tersebut. Zetsuya merasa ada energi yang kuat mengalir dari tubuh Elf itu, meskipun tampaknya Elf tersebut tidak sadar. Dia kemudian menoleh ke Jack, "Bantu aku untuk membebaskannya. Kita perlu memeriksa lebih lanjut apa yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkannya."
Jack segera mencari alat untuk memotong rantai, sementara Zetsuya berusaha mencari cara untuk memulihkan Elf itu, berusaha menggunakan pengetahuan yang dia miliki dari dunia sebelumnya tentang pengobatan dan penyembuhan.
Namun, meskipun Zetsuya merasa bahwa membantu Elf itu adalah langkah yang tepat, dia juga tidak bisa menahan rasa penasaran tentang siapa Elf ini dan apa yang sebenarnya terjadi padanya. "Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang dirinya. Ini bisa lebih berbahaya daripada yang kita bayangkan."
Elf itu perlahan membuka matanya, dan walaupun masih terlihat sangat lemah, sepertinya ada sedikit harapan di matanya.
Setelah Zetsuya memastikan Elf itu dalam kondisi yang lebih aman, Jack pergi ke toko Nenek Martha untuk membeli roti dan air minum. Zetsuya memberinya 1 silver untuk membeli sekitar 12 roti, yang cukup untuk memberi makan Elf yang sangat lemah itu. Jack juga membawa air minum segar agar Elf tersebut bisa sedikit pulih.
Sesampainya di toko Nenek Martha, Jack datang dengan wajah serius, langsung menyerahkan 1 silver kepada Nenek Martha. "Tolong, Nenek. Aku butuh roti untuk seseorang yang sangat membutuhkan. Ini untuk Elf yang ditemukan Zetsuya di rumah baru."
Nenek Martha melihat Jack dengan mata penuh perhatian. "Elf?! Baik, ini dia roti dan air minum. Aku berharap dia bisa cepat sembuh." Nenek Martha segera mengemas 12 roti dan sebuah bejana air minum segar untuk dibawa Jack.
Jack membawa barang-barang itu kembali ke rumah Zetsuya dengan cepat, memastikan roti dan air itu cukup untuk memberikan Elf yang terbaring lemah itu sedikit kekuatan. Sesampainya di rumah, dia menyampaikan kepada Zetsuya bahwa roti dan air sudah siap.
Zetsuya segera memberi Elf roti dan sedikit air, mencoba membuatnya merasa lebih nyaman. "Semoga ini bisa membantu," kata Zetsuya dengan hati-hati, sementara dia melanjutkan untuk memeriksa kondisi Elf itu lebih lanjut.
Elf itu perlahan-lahan mulai menggerakkan tubuhnya. Setelah beberapa saat, matanya terbuka perlahan, dan ia menatap Zetsuya dan Jack. Meski lemah, ada rasa terima kasih yang terlihat di matanya. Zetsuya menundukkan kepalanya sedikit, "Kamu aman sekarang. Kami akan membantumu."
Elf itu mengangguk lemah, seolah mengerti bahwa mereka berdua tidak bermaksud buruk.
Dengan makanan dan air yang diberikan Jack, Zetsuya mulai merasa lebih yakin bahwa mereka bisa membantu Elf itu. Namun, ia tahu masih banyak hal yang harus diungkap. "Kita perlu mencari tahu siapa dia dan mengapa dia terikat di sini."
Jack, yang berdiri di samping Zetsuya, hanya mengangguk setuju. "Aku rasa kita bisa mencari petunjuk lebih lanjut. Jika ada yang tahu tentang Elf ini, itu mungkin penduduk desa atau Kepala Desa."
Elf itu perlahan membuka matanya, menatap Zetsuya dan Jack dengan pandangan yang penuh kesedihan. Dengan suara yang lemah dan gemetar, ia mulai menceritakan kisah hidupnya.
"Nama saya Tia... Saya berasal dari desa kecil di Karkolm. Suatu hari, desa kami diserbu oleh bandit. Mereka membunuh semua orang yang berusaha melawan mereka. Ibu dan ayah saya... mereka dibunuh di depan mata saya." Tia berhenti sejenak, menggigit bibirnya untuk menahan air mata yang hampir keluar. "Bandit itu tidak hanya membunuh mereka, mereka melakukan hal-hal yang tidak seharusnya terjadi... bahkan ke mayat ibu saya."
Zetsuya merasa tenggorokannya tercekat mendengar kata-kata itu. Melihat Tia, dia bisa merasakan penderitaan yang luar biasa. Jack, yang mendengar cerita itu, terlihat sangat marah. "Jika aku tahu tentang pedagang itu lebih dulu, aku tidak akan tinggal diam," katanya dengan wajah penuh kekesalan. "Tapi dia sudah mati, dan itu artinya dia tidak akan bisa merasakan hukuman yang seharusnya dia dapat."
Tia mengangkat tangannya lemah, mencoba menenangkan keduanya. "Saya tidak berharap kembali ke desa itu, atau bahkan untuk mengingat semuanya. Desa saya sudah hancur, orang tua saya sudah tiada. Saya hanya bertahan hidup, tapi..." Tia menghela napas panjang, lalu melanjutkan. "Saya tidak pernah bisa melupakan apa yang terjadi. Dan bahkan setelah semuanya, pedagang tua itu hanya menjadikan saya sebagai samsak, sebagai pelampiasan amarahnya. Luka-luka ini... ini semua yang saya dapatkan dari kehidupan yang saya jalani."
Zetsuya mendekat, mencoba menghibur Tia meski dia tahu tidak akan pernah bisa sepenuhnya memahami penderitaannya. "Kamu tidak perlu merasa sendiri lagi," kata Zetsuya dengan lembut. "Sekarang kamu sudah aman. Kami akan membantu kamu, meskipun tidak bisa mengubah masa lalu, tapi kami akan berusaha membuatmu merasa lebih baik."
Tia hanya menunduk, mengusap air matanya yang hampir jatuh, dan mengangguk pelan. "Terima kasih," bisiknya, meskipun rasa sakit masih tergambar jelas di wajahnya.
Jack memandang Zetsuya, lalu berbalik ke Tia dengan ekspresi serius. "Kita akan buat semuanya lebih baik untukmu. Tidak ada yang bisa mengubah masa lalumu, tapi masa depan itu masih ada untukmu."
Tia hanya terdiam, menghela napas panjang. Meskipun rasa sakit di hatinya belum hilang, dia merasa sedikit lega bisa berbicara tentang masa lalunya, dan merasa bahwa, mungkin, ada harapan bagi masa depannya.
Saat Zetsuya berbicara dengan Tia, sesuatu yang tak terduga terjadi. Tiba-tiba, gelang yang terikat di pergelangan tangan Tia mulai memancarkan cahaya lembut. Cahaya itu semakin terang seiring berjalannya waktu hingga akhirnya meredup, meninggalkan bekas ukiran di permukaan gelang itu. Zetsuya terkejut saat melihat ukiran tersebut. Nama pedagang tua yang tercetak sebelumnya telah digantikan oleh namanya sendiri, "Zetsuya" terukir dengan jelas di sana.
Tia merasakan perubahan itu dan menatap gelangnya dengan kaget. "Apa... apa yang terjadi?" tanya Tia, terkejut melihat tanda itu.
Zetsuya merasa sedikit bingung, namun ada perasaan aneh yang tumbuh di dalam dirinya setelah melihat perubahan tersebut. "Sepertinya, gelang ini memilihku," jawab Zetsuya pelan, sambil memandangi gelang tersebut dengan rasa penasaran. "Mungkin karena aku yang menyelamatkanmu."
Tia memandang Zetsuya dengan ekspresi yang lebih serius, mencerminkan bahwa dia tidak terlalu senang dengan kenyataan bahwa gelang itu kini milik Zetsuya. "Aku tidak meminta untuk menjadi milik siapa pun," katanya, sedikit tegang.
Zetsuya merasakan ketegangan itu, dan meskipun pikirannya mulai tergoda dengan perubahan situasi yang ada, dia memutuskan untuk tidak melanjutkan perasaan cabulnya. Dengan hati-hati, Zetsuya menjaga jarak, hanya memegang tangan Tia untuk memberi kenyamanan dan menghindari hal yang lebih jauh. "Aku... aku hanya ingin memastikan kamu merasa aman," ucapnya dengan suara yang lebih lembut, mencoba memberi ruang bagi Tia untuk merasa nyaman.
Tia memandangnya, sedikit lebih tenang, meskipun masih ada rasa canggung di udara. "Terima kasih," jawab Tia dengan nada yang lebih ringan, seolah mengerti bahwa Zetsuya tidak berniat untuk melakukan hal buruk.
Zetsuya menahan diri untuk tidak melanjutkan niatnya, memilih untuk tetap menjaga batasan dan memastikan bahwa Tia merasa aman. "Jangan khawatir, Tia. Aku akan pastikan semuanya baik-baik saja," katanya, memberi jaminan agar Tia merasa lebih nyaman dalam situasi ini.
Meski ada perasaan rumit yang bergulat di dalam dirinya, Zetsuya bertekad untuk menghormati Tia dan membantu sebaik mungkin.