NovelToon NovelToon
Ranjang Kosong Memanggil Istri Kedua

Ranjang Kosong Memanggil Istri Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Kaya Raya / Beda Usia / Selingkuh / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Di balik kemewahan rumah Tiyas, tersembunyi kehampaan pernikahan yang telah lama retak. Rizal menjalani sepuluh tahun tanpa kehangatan, hingga kehadiran Hayu—sahabat lama Tiyas yang bekerja di rumah mereka—memberinya kembali rasa dimengerti. Saat Tiyas, yang sibuk dengan kehidupan sosial dan lelaki lain, menantang Rizal untuk menceraikannya, luka hati yang terabaikan pun pecah. Rizal memilih pergi dan menikahi Hayu, memulai hidup baru yang sederhana namun tulus. Berbulan-bulan kemudian, Tiyas kembali dengan penyesalan, hanya untuk menemukan bahwa kesempatan itu telah hilang; yang menunggunya hanyalah surat perceraian yang pernah ia minta sendiri. Keputusan yang mengubah hidup mereka selamanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, Rizal sudah melakukan aktivitas seperti biasa.

Ia sudah berpakaian rapi dan bersiap untuk pergi ke kantor.

Sebelum berangkat, seperti biasa Rizal menunggu Hayu yang sedang memasak nasi goreng kesukaannya.

"Selamat pagi, Yu." sapa Rizal sambil tersenyum tipis.

Hayu yang sedang menghidangkan nasi goreng langsung tersenyum tipis.

"Selamat pagi Pak Rizal. Bagaimana keadaan Bapak pagi ini?" tanya Hayu.

"Alhamdulillah sudah enakan, Yu. Dan ini semua berkat kamu juga. Kamu selalu setia menemani aku, Yu." jawab Rizal sambil menatap Hayu dengan tatapan yang intens dan hangat.

Ia tidak ingin lagi menunda apa yang ada di hatinya.

Setelah semua yang terjadi, ia yakin dengan keputusannya.

"Yu," panggil Rizal, suaranya tiba-tiba berubah serius.

Hayu yang sedang membereskan piring-piring kecil di dapur langsung menoleh ke arah Rizal yang memanggilnya.

"Iya, Pak?"

Rizal bangkit dari duduknya, berjalan mendekat ke arah Hayu yang masih memegang nampan.

"Aku tahu ini terlalu mendadak. Tapi aku tidak bisa memendamnya lagi, Yu." ucap Rizal, sambil mengambil napas dalam-dalam.

Hayu merasakan jantungnya berdetak kencang saat mendengar perkataan dari Rizal.

"Hayu, setelah semua yang aku lalui, aku sadar betapa berharganya ketulusan yang kamu berikan ke aku. Kamu tulus dan kamu membuat rumah ini kembali terasa seperti rumah. Aku tahu situasiku dengan Tiyas belum selesai, tapi perasaanku sudah sangat jelas, Yu. Sejak kamu datang, kamu mengisi kekosongan yang Tiyas tinggalkan. Aku butuh pendamping, bukan hanya di atas kertas, tapi di hati. Aku butuh kamu untuk membantuku kembali membangun hidupku."

Rizal mengeluarkan sesuatu dari kantongnya dan ia langsung duduk bersimpuh di hadapan Hayu.

"Hayu Deswita, maukah kamu menjadi istri keduaku?"

Hayu yang mendengarnya langsung membelalakkan matanya dan hampir menjatuhkan piring yang ia bawa.

"P-Pak Rizal! A-apa yang Bapak katakan? Saya hanya pembantu Bapak. Dan Ibu Tiyas, beliau sahabat saya," ucap Hayu dengan suara sedikit gemetar.

Rizal menghela nafas panjang dan ia masih duduk bersimpuh di hadapan Hayu.

"Aku hanya ingin menjalani sisa hidupku dengan orang yang tulus dan menghargaiku seperti kamu, Yu."

Rizal mencoba memberikan waktu pada

Hayu untuk mencerna ucapannya.

"Aku tidak akan memaksamu untuk menjawab sekarang. Aku tahu kamu butuh waktu untuk berpikir dan menimbang semuanya. Dan aku akan menunggu jawabanmu nanti malam."

Rizal bangkit dari posisinya yang bersimpuh dan berjalan mendekat ke arah meja makan.

Ia mengambil sendok dan mulai menyendok nasi goreng yang sudah dihidangkan Hayu.

"Begini saja, Yu. Kalau nanti malam, saat aku pulang dari kantor, kamu memasak Cumi Asam Manis berarti kamu menerima lamaranku. Tapi, jika kamu memasak yang lainnya, berarti aku harus menghormati keputusanmu, dan aku tidak akan memaksamu lagi.”

Rizal menatap Hayu yang masih terdiam mematung.

“Anggap saja ini tantangan untukmu, Yu. Dan sekarang, jangan memikirkan hal itu dulu. Nasi gorengmu ini aromanya terlalu menggoda untuk dilewatkan.”

Rizal mulai menikmati nasi goreng kampung buatan Hayu, seolah-olah baru saja meminta kenaikan gaji dan bukan melamar seorang wanita menjadi istri kedua.

Hayu, yang masih terkejut, hanya mampu meletakkan nampan dan piring di atas meja dapur. Pikirannya benar-benar kacau. Lamaran mendadak itu jauh dari apa yang pernah ia bayangkan.

Rizal mengambil tas kerjanya yang sudah disiapkan Hayu di ruang tamu.

“Nasi goreng buatan kamu sangat enak, Yu. Dan sekarang aku berangkat kerja dulu, ya." ucap Rizal dengan nada bicaranya kembali normal dan profesional seolah-olah lamaran barusan hanyalah obrolan ringan.

Hayu berjalan mengantar Rizal hingga ke ambang pintu depan.

Pikirannya masih dipenuhi permintaan Rizal barusan.

Tepat sebelum Rizal melangkah keluar, ia berhenti dan menoleh kembali ke arah Hayu.

Rizal mengangkat tangannya dan memegang lembut dagu Hayu.

Ia mencondongkan tubuhnya dan langsung mencium kening Hayu.

“Aku tunggu jawabanmu malam ini, Yu,” bisik Rizal.

Rizal berbalik dan kembali berjalan cepat menuju mobil mewahnya yang terparkir di halaman.

Ia masuk, menyalakan mesin, dan melajukan mobilnya menuju ke kantor, meninggalkan Hayu dalam pusaran kebingungan dan perasaan yang campur aduk.

Hayu memegang keningnya yang masih terasa hangat.

Air matanya yang sejak tadi ia tahan, kini menetes membasahi pipi.

Itu adalah sentuhan terintim pertama yang ia terima dari seorang pria, apalagi dari suami dari sahabatnya sendiri.

Ia menutup pintu rumah perlahan, bersandar di belakangnya, dan menghela napas panjang.

“Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?” gumam Hayu.

Hayu berjalan gontai menuju dapur dan mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih tidak karuan.

Ia mengambil ponselnya dan duduk di kursi makan.

Sebelum mengambil keputusan, ia harus mencoba menghubungi Tiyas sekali lagi.

Ia kembali menekan nomor Tiyas, namun hasilnya nihil.

Telepon itu tidak diangkat, bahkan kini muncul nada sambung yang menandakan nomor Tiyas tidak aktif.

Hayu membuka aplikasi media sosial

yang biasa dipakai Tiyas dan teman-teman sosialitanya.

Ia mencari akun Tiyas dan terkejut melihat unggahan terbaru yang dibuat Tiyas beberapa jam lalu.

Foto itu menunjukkan Tiyas yang sedang tertawa bahagia dan bersandar mesra di samping seorang lelaki lain di dalam sebuah kafe mewah di Bandung.

Unggahan itu diberi caption samar tentang kebebasan dan kebahagiaan yang baru ditemukan.

Melihat bukti pengkhianatan di depan mata membuat dada Hayu terasa sesak.

Air matanya kembali menetes, karena sahabatnya begitu tega berselingkuh dengan lelaki lain.

"Tiyas, kenapa kamu malah dengan lelaki lain? Mas Rizal mencintaimu, dan kamu mengkhianatinya sampai dia hampir meninggal dunia."

Hayu merasakan kepalanya berdenyut kecil dan kembali mengingat tentang lamaran Rizal yang ia anggap gila.

Disatu sisi ia juga kasihan dengan Rizal yang di perlakukan seperti itu.

Kemudian ia bangkit dari duduknya dan berjalan gontai menuju ke dapur.

Ia membuka kulkas dan melihat cumi asin dan Ayam fillet yang ada di lemari es.

Melihat cumi itu membuat air matanya kembali menetes.

"Ya Allah, kenapa jalan hidupku serumit ini? Kenapa harus aku yang berada di tengah masalah rumah tangga mereka?" bisik Hayu, suaranya parau.

Ia teringat ciuman hangat yang diberikan oleh Rizal.

Ia juga teringat betapa dinginnya rumah ini sebelum ia datang, dan betapa hidup Rizal kini bergantung pada kehangatan sederhana yang ia berikan.

Hayu tahu jika Rizal melamarnya bukan karena nafsu sesaat, melainkan karena butuh pendamping yang mengembalikan harga dirinya dan kehangatan dalam hidupnya.

Setelah merenung cukup lama, Hayu menghela napas panjang.

Ia mengambil keputusan yang terasa berat. Ia mengulurkan tangan ke dalam freezer dan mengambil bungkusan cumi-cumi segar.

Segera ia mengeluarkan cumi itu dari bungkusnya dan mulai membersihkannya di bawah air mengalir

Air matanya juga ikut mengalir deras membasahi pipi.

Hayu mulai mengiris cumi-cumi itu dengan tangan yang gemetar.

Ia mencoba fokus pada pekerjaannya, memotong bawang bombai dan menyiapkan semua bumbu.

Namun, setiap gerakan tangannya terasa diiringi isakan tangis.

"Aku minta maaf, Tiyas. Aku tidak bermaksud mengkhianati kamu. Tapi kamu sudah memilih jalanmu sendiri. Kamu meninggalkan Mas Rizal dalam keadaan sekarat. Kamu memilih kebahagiaanmu di atas penderitaan suamimu."

Ia memasukkan potongan cumi ke dalam mangkuk, menumis bawang, dan aroma harum tumisan bumbu segera memenuhi dapur.

Bau yang sama, masakan yang sama, tapi kali ini memiliki makna yang jauh berbeda.

Bau ini bukan lagi sekadar hidangan, tetapi sebuah jawaban dan pernyataan takdir yang akan mengubah seluruh hidupnya.

Hayu terus memasak, air matanya tak berhenti menetes, berpadu dengan uap masakan yang mengepul.

Ia memasukkan semua bumbu dengan sempurna, memastikan rasa masakan ini akan menjadi yang terbaik untuknya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!