NovelToon NovelToon
DULU AKU DITINGGALKAN, KINI DISAYANG SULTAN

DULU AKU DITINGGALKAN, KINI DISAYANG SULTAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Karir / CEO / Percintaan Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Alfiyah Mubarokah

Ketika cinta berubah menjadi luka, dan keluarga sendiri menjadi pengkhianat. Dela kehilangan segalanya di hari yang seharusnya menjadi miliknya cinta, kepercayaan, bahkan harga diri.
Namun dalam keputusasaan, Tuhan mempertemukannya dengan sosok misterius yang kelak menjadi penyelamat sekaligus takdir barunya. Tapi apakah Dela siap membuka hati lagi, ketika dunia justru menuduhnya melakukan dosa yang tak pernah ia lakukan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 08 Cangkir Kopi dan Luka yang Tak Pernah Selesai

Pagi-pagi sekali, embun masih menempel di dedaunan halaman rumah. Suara ayam berkokok bersahutan dengan derit pintu dapur yang dibuka oleh Dela. Matahari bahkan belum naik sempurna ketika perempuan itu sudah menimba air dan mencuci wajahnya. Udara pagi terasa dingin menggigit, namun Dela tak punya waktu menikmati hangatnya selimut seperti penghuni rumah lainnya.

Setelah mencuci wajah, Dela langsung menuju ke tumpukan baju di ember besar. Bau deterjen menusuk hidung, air sabun membuat kulit tangannya perih. Tapi ia terus mengucek, mencuci satu per satu baju seluruh penghuni rumah. Bahkan baju milik Eka kakak perempuannya yang sudah berkeluarga juga masuk dalam timbunan cucian itu termasuk baju suami Eka, Rian.

“Padahal Mbak Eka itu sudah berkeluarga sendiri,” gumam Dela dalam hati sambil membilas. “Tapi bajunya, bahkan baju suaminya masih aku yang cuci. Sampai kapan aku harus kayak gini?”

Sebenarnya Dela sudah pernah memprotes hal ini pada ibunya Rena. Namun seperti biasa setiap keluhan Dela selalu dianggap angin lalu.

“Lagian sama-sama nyuci mending sekalian aja dari pada nyuci sendiri-sendiri. Boros listrik nanti,” begitu alasan ibunya waktu itu.

Dela tidak pernah menang dalam perdebatan apa pun di rumah ini. Selesai mencuci, Dela lanjut bersih-bersih rumah. Lantai dipel, debu disapu, piring dicuci, dapur dibereskan. Semua dikerjakan sendirian sementara Rena sudah sibuk di dapur menyiapkan sarapan. Tika dan Eka baru bangun saat aroma masakan menyeruak, rambut mereka masih acak-acakan tapi wajah sudah tersenyum manja.

Dela hanya bisa menghela napas mereka bangun lalu langsung duduk di meja makan. Rumah sudah bersih, makanan sudah siap semua tampak sempurna kecuali untuk Dela yang masih memakai daster lusuh dan wajah lelah. Baru saja Dela dan Arsen duduk hendak sarapan, suara keras terdengar dari ruang makan.

“Dela! Mana kopiku?”

Rian suami Eka, berteriak dari kursinya. Dela menoleh perlahan masalah kopi pun harus ia tangani. Padahal di situ ada istrinya sendiri Eka. Tapi bukannya Eka yang membuatkan malah ia yang dipanggil. Dela mencoba menahan nada suaranya tetap sopan.

“Seharusnya Bang Rian itu bertanya begitu ke Mbak Eka, kan Mbak Eka istrinya Bang Rian bukan aku. Rasanya gak etis kalau urusan kopi dan baju Abang aku yang urus. Aku ini cuma adik ipar pamali rasanya kalau ikut campur urusan suami orang.”

Eka langsung menoleh dengan tatapan tajam.

“Alah bilang aja kamu malas! Kamu kan juga buatkan kopi buat suami kamu kenapa gak sekalian aja buat buat abangmu juga?”

Dela menarik napas panjang. Tapi belum sempat menjawab, suara ibunya, Rena, ikut menyambar.

“Urusan kopi aja kamu perhitungan banget sama Kakakmu! Lihat tuh Eka lagi hamil dan masih harus kerja juga. Sana kamu buatkan kopinya jangan banyak alasan!”

Dela baru akan berdiri, tapi tiba-tiba Arsen suaminya menahan tangannya. Lelaki itu menggeleng pelan, matanya menatap penuh pengertian.

“Udah jangan,” bisiknya lembut.

Namun Rena tidak tinggal diam.

“Kamu ini Arsen gak usah sok-sokan bela istrimu. Jangan ajari dia jadi pembangkang. Harusnya kamu bersyukur bisa tinggal gratis di rumah ini. Disuruh bikin kopi aja pakai ribut!”

Kalimat itu langsung membuat Dela terdiam. Kata “gratis” itu selalu jadi senjata ibunya setiap kali ia membela diri. Dela sadar jika ia keluar dari rumah, ia dan suaminya tidak punya tempat lain untuk ditinggali. Kontrakan kecil pun rasanya mustahil mereka sanggupi dengan penghasilan seadanya. Dela hanya penjual kue Arsen seorang kuli bangunan. Gajinya pas-pasan, cukup untuk makan sehari-hari saja.

“Udahlah Mas. Aku buatkan aja gak apa-apa,” ucap Dela lirih. “Dari pada ribut nanti malah tambah panjang urusannya.”

Arsen masih ingin menolak, tapi akhirnya ia hanya menghela napas. Ia tahu istrinya terlalu sabar untuk melawan ibunya sendiri.

Rena tersenyum tipis, merasa menang.

“Nah gitu dong kamu itu masih enak tinggal di rumah orang tua. Makan terjamin gak mikir bayar tempat tinggal. Kakak dan adikmu kerja di luar capek. Jadi wajar kamu yang ngurus semua pekerjaan rumah.”

Tika menimpali dengan nada mengejek.

“Begitu aja harus dikasih tau dulu.”

Setelah mereka semua makan dan pergi, rumah kembali sepi. Hanya suara piring dan sendok yang beradu, tanda Dela sedang membersihkan sisa makan mereka. Arsen menghampirinya lalu menahan tangan Dela yang hendak mengambil piring kotor.

“Biar aku aja yang beresin kamu istirahat. Kakimu baru sembuh Del,” ujarnya pelan.

“Tapi Mas...”

“Udah gak apa-apa kamu duduk aja.”

Dela akhirnya menurut ia memang lelah, tubuhnya pegal, dan mata terasa berat. Ia menatap suaminya yang dengan sabar membereskan meja makan. Meski sederhana, Dela bersyukur masih punya seseorang seperti Arsen satu-satunya orang yang membelanya tanpa pamrih. Setelah semuanya bersih, Arsen bergegas bersiap untuk kerja.

“Aku berangkat dulu ya. Kamu baik-baik di rumah.”

“Iya hati-hati Mas.”

Dela mencium tangan suaminya. Matanya menatap punggung lelaki itu yang perlahan menjauh di atas motor bututnya. Baju yang Arsen kenakan sederhana, warnanya sudah mulai pudar. Tapi bagi Dela setiap peluh di tubuh suaminya adalah bukti cinta yang nyata.

Saat motor Arsen hilang di tikungan, Dela berdiri lama di depan pagar. Dalam hatinya muncul banyak tanya.

“Kira-kira dia punya keluarga gak ya? Apa dia udah bilang ke keluarganya tentang pernikahan ini? Atau jangan-jangan…”

Pikirannya mulai melayang. Ia takut jika ternyata Arsen sudah punya istri. Pernikahan mereka terjadi begitu cepat, bahkan karena paksaan. Ia belum sempat mengenal suaminya lebih dalam.

“Aku harus nanya nanti aku juga harus kenal keluarganya. Masa iya aku gak tau siapa orang tua suamiku sendiri,” gumamnya lirih.

Hari terus berjalan. Seperti biasa Dela menyiapkan adonan kue, menggoreng, lalu menitipkannya ke toko-toko kecil di sekitar kampung. Sebagian uang dari Arsen kemarin satu juta rupiah ia simpan dengan hati-hati di dalam kaleng biskuit kosong. Ia tau uang itu akan sangat berarti suatu hari nanti. Menjelang malam, rumah kembali ramai. Tapi bukan karena keluarga Dela melainkan karena tamu.

“Eh ada Nak Riki! Ayo silakan masuk,” sapa Rena ramah sekali.

Ternyata Riki datang untuk menjemput Tika. Mereka akan membicarakan rencana pernikahan. Rena tampak begitu senang melihat calon menantunya ia bahkan memanggil Dela hanya untuk satu hal.

“Del di depan ada tamu! Buatkan minum sana.”

Tanpa banyak tanya, Dela menyiapkan teh hangat dan membawanya ke ruang tamu. Namun langkahnya terhenti sesaat begitu melihat siapa tamunya Riki. Lelaki yang dulu pernah membuat hatinya hancur. Lelaki yang dulu berjanji, tapi justru menikam dari belakang. Dela mencoba menahan ekspresi. Ia menunduk sedikit, meletakkan gelas di meja.

“Silakan minumnya,” ujarnya datar.

Dalam hati, ia mendesah. “Kalau tau tamunya dia, aku gak bakal repot-repot bikin teh.”

Riki menatapnya dengan senyum sinis.

“Hai Dela apa kabar?”

“Baik,” jawab Dela pendek tanpa senyum.

Riki terkekeh. “Aku dengar kamu udah nikah ya? Katanya gara-gara digrebek warga? Ya ampun miris banget. Untung aja aku gak jadi nikah sama kamu berarti pilihanku ke Tika itu tepat!”

Urat di pelipis Dela menegang. “Itu bukan urusan kamu. Urus aja hidup kamu sendiri.”

Riki malah tertawa pelan. “Aku cuma penasaran, suami kamu itu beneran kuli bangunan? Gak level banget sama aku.”

Dela mengepalkan tangannya di pangkuan. Tapi sebelum sempat ia bicara, Tika keluar dengan wajah cemberut.

“Eh Mas Riki udah datang! Ngapain sih Kak, kamu malah ngobrol sama calon suamiku?”

“Dia yang mulai nanya kabar bukan aku. Dan aku gak tertarik sama bekas sendiri,” balas Dela tenang namun tajam.

Wajah Tika langsung memerah. “Berani banget kamu ngomong gitu!”

Namun sebelum sempat Tika melanjutkan, suara motor butut terdengar di halaman.

“Assalamu’alaikum,” sapa seseorang dari luar itu suara Arsen.

Dela segera berdiri, wajahnya berubah lembut. Ia menyambut suaminya, mencium tangannya. “Wa’alaikum salam kok baru pulang Mas?”

“Tadi lembur Dek. Harus selesaikan pekerjaan,” jawab Arsen sambil tersenyum lelah.

Riki yang sejak tadi duduk langsung berdiri, menatap Arsen dari atas ke bawah. “Oh jadi ini suami kamu?” Ujarnya sinis.

Arsen hanya tersenyum sopan. Tapi Tika malah menimpali dengan nada meremehkan.

“Iya ini suaminya. Lihat tuh cocok banget kan sama Kak Dela sama-sama kucel.”

Dela langsung menatap adiknya tajam. “Maklumlah kucel karena baru pulang kerja. Namanya juga orang yang cari nafkah halal.”

Tika malah terkekeh. “Suaminya cuma kuli bangunan gak level banget Riki. Ayo Sayang kita pergi aja dari pada ketularan aura miskin.”

Tika menarik tangan Riki pergi. Dela hanya bisa menghela napas panjang dan beristighfar pelan.

Arsen memandangi istrinya. “Jadi dia mantan kamu yang malah nikah sama adik kamu?”

Dela mengangguk lirih. “Iya Mas. Tapi gak apa-apa mungkin memang jalannya begitu.”

Arsen menatap wajah istrinya lama. “Wajar kalau dia milih adik kamu. Tapi bagiku kamu tetap cantik.”

Dela memandang suaminya tak percaya. Pujian itu terdengar asing di telinganya. Selama hidup, hanya Ayah yang pernah bilang ia cantik bukan ibunya, bukan siapa pun.

“Kamu gak perlu bohong cuma biar aku senang, Mas. Aku memang gak ada apa-apanya dibanding adik atau kakakku.”

Arsen tersenyum lembut. “Kamu cuma kurang perawatan aja kurang percaya diri. Kalau kamu mau sedikit saja rawat diri dan pakai baju bagus mereka semua bakal kalah jauh.”

Dela menunduk, pipinya memerah. “Udahlah Mas. Jangan berlebihan memujiku. Aku udah siapkan air hangat buat kamu mandi.”

Arsen tertawa kecil, lalu mengangguk. “Baik Nyonya Kuli,” candanya ringan sebelum masuk kamar mandi.

Dela menatap punggung suaminya yang hilang di balik pintu. Dalam diam ia tersenyum kecil. Mungkin hidupnya masih penuh luka, tapi kehadiran Arsen perlahan mulai menjahitnya kembali dengan kesabaran, pengertian, dan cinta sederhana.

1
Nani Haryatiyati
bolehkan aku bahagia Tika 🤣🤣🤣🤣🤣
༄༅⃟𝐐.𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
ya gimana kemaren riki memperlakukan dela, begitu juga kamu diperlakukan 😂😂
Mimi Riza
keren
Mimi Riza
di tunggu update nya ya kak 😍
Nani Haryatiyati
nahhh gitu dong del
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Nani Haryatiyati
nahhhh gitu dong dela,tunjukkan pesonamu
Nani Haryatiyati
keluar dela,kluar. ngontrak
Mimi Riza
aku nungguin update nya kak
Nani Haryatiyati
bagus cerita nya 😭😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!