Kecurigaan Agnes kepada suaminya di hari ulangtahun pernikahannya yang ke enam, membuatnya bertemu dengan pemuda tampan berbadan atletis di ranjang yang sama. Siapakah pemuda itu? Lalu apa kesalahan yang sudah diperbuat oleh suaminya Agnes sehingga Agnes menaruh kecurigaan? Di kala kita menemukan pasangan yang ideal dan pernikahan yang sempurna hanyalah fatamorgana belaka, apa yang akan kita lakukan? Apakah cinta mampu membuat fatamorgana itu menjadi nyata? Ataukah cinta justru membuka mata selebar-lebarnya dan mengikhlaskan fatamorgana itu pelan-pelan menguap bersamaan dengan helaan napas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lizbethsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu Tak Diundang
Keduanya lalu duduk selonjor dengan kepala menempel di daun pintu. Amos di luar kamar dan Agnes di dalam kamar.
Kenapa aku berkata kasar padanya tadi. Ia yang biasanya sopan berubah jadi liar karena aku. Aku memang brengsek! Agnes meremas rambutnya dengan kedua tangan.
Kenapa aku menciumnya dengan kasar dan menghinanya dengan sentuhanku. Ia adalah wanita yang sangat kau cintai, Mos. Kau seharusnya menjaga dia, melindungi dia, tidak kasar padanya. Amos meremas rambut cepaknya dengan kedua tangan.
Amos lalu berdiri dan berjalan ke kamarnya Archie sambil menelepon Bagaskara, "Jangan sampai Ronald ke vila pribadiku"
"Siap Komandan" Sahut Bagaskara.
Saat Amos duduk di meja makan, telepon dari Baskara masuk, "Halo?"
Suara Baskara langsung menusuk telinga Amos, "Perawat itu sudah kami temukan"
Amos berkata dengan suara lemas karena hatinya masih belum baik-baik saja karena rasa bersalah, "Apa ciri-ciri yang aku kasih ke kamu lengkap?"
"Lengkap. Ada tato angka delapan di ibu jari tangan kiri, ada tahu lalat kecil di bawah mata sebelah kanan, dan ada bekas luka di bahu kiri" Jawab Baskara.
"Aku akan interogasi dia besok pagi. Aku sekarang ada di vila pribadiku. Aku diikuti tadi. Periksa nomer plat mobil yang aku kirim ke kamu!"
"Siap Komandan"
"Lalu, James? Asistennya Ronald? Apakah ada petunjuk?"
"Belum ada. Kami menunggu hasil autopsi"
"Terima kasih untuk kerja keras kalian" Amos lalu menutup panggilan telepon itu dan menghela napas panjang saat ia memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.
Ketika Amos meraup kasar wajahnya, Agnes berdiri di depan meja makan dan duduk berseberangan dengan Amos. Agnes menunduk, memainkan tangan, dan berkata lirih, "Maafkan aku!"
Amos juga mengucapkan, "Maafkan aku," di waktu yang bersamaan.
Agnes mendongak kaget dan sontak menelan ludah saat menemukan Amos menatapnya intens.
Agnes lalu berdiri dan berkata, "A....aku akan lihat Archie dan bantu dia mandi"
"Aku udah siapkan baju untuk Archie"
"Te.....terima kasih" Agnes memundurkan bangku lalu berbalik badan dengan cepat.
Amos menatap punggung Agnes dengan helaan napas panjang. Asli, Guys, jatuh cinta itu bener-bener nggak ada manis-manisnya, hanya air mineral yang ada manis-manisnya gitu. Amos kembali menghela napas panjang.
Sepeninggalnya Agnes, Amos memberikan laporan ke atasannya via email dan ketika Agnes sudah muncul di depan meja makan bersama Archie, Amos memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya.
"Om yang masak?" Tanya Archie dengan alis terangkat dan senyum lebar setelah ia mencicipi sup ayam bikinannya Amos.
"Iya, Archie" Amos tersenyum, "Enak nggak masakannya Om?"
"Enak banget. Tapi, masakan Mama lebih enak, hehehehehe" Archie memamerkan gigi putihnya lalu menoleh ke mamanya.
Agnes tersedak saat Amos berkata, "Kapan Amos dimasakin sama Mama?"
Archie menoleh ke Amos lalu terkikik geli dan menoleh lagi ke mamanya untuk berkata, "Ma, Mama harus masak buat Om Amos karena Om Amos udah banyak nolongin kita"
Agnes melotot ke Amos sedetik lalu menoleh ke Archie dengan senyum lembut dan mengusap rambut Archie sambil berkata, "Iya, nanti Mama masak buat Om Amos"
"Yang spesial, ya, Ma" Sahut Amos.
Agnes menoleh ke Amos dan melotot.
Amos memilih menatap Archie dan terkikik geli bersama bocah tampan itu. Agnes hanya bisa mendengus sebal.
Makan malam hanya didominasi obrolannya Archie dan Amos karena Amos masih canggung menghadapi Agnes setelah apa yang sudah ia lakukan ke perempuan itu dan Agnes masih merasa bersalah untuk membuka obrolan dengan Amos. Setelah makan malam selesai, Agnes berdiri dan membawa semua peralatan makan ke wastafel untuk mencuci tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Amos ingin membantu Agnes tapi tangannya ditarik Archie, "Om, ayo menggambar lagi"
"Oh, apa?" Amos menunduk ke Archie.
"Kita menggambar lagi" Archie ragu-ragu mengulangi permintaannya, "Om, nggak mau ya?"
Amos mengerjap kaget lalu menggendong Archie sambil berkata, "Mau dong" Amos membawa Archie ke ruang tengah dengan posisi Archie terbang seperti Superman dan Archie tertawa senang. "Jangan berhenti dulu, Om, Superman masih ingin terbang" Ucap Archie saat Amos hendak menurunkan Archie ke sofa.
"Oh, oke baiklah" Amos menerbangkan Archie kembali sambil mengitari sofa dan Archie mengulurkan kedua tangannya ke depan, "Superman siap melindungi Mama dan Om Amos, Papa juga"
Amos tersenyum getir, hatinya tercubit sakit dan ia berucap dalam hatinya, yeeaahh, namanya juga anak, Mos, ngapain kamu cemburu, tentu saja Archie akan selalu ingat sama papanya.
Agnes bergabung ke ruang tengah sambil membawa nampan yang diatasnya ada tiga gelas teh hangat.
"Archie, Om Amos capek lho"
"Turun Om" Pinta Archie.
"Oke, Superman siap mendarat di sofa yang empuk" Ucap Amos dan Archie terkekeh geli.
Agnes duduk di sofa setelah Archie duduk tegak. Amos dengan sigap mengambil gelas lalu meniupnya setelah itu ia mengarahkan gelas di depan mulut Archie, "Minum pelan-pelan ya"
Archie mengangguk dan setelah minum beberapa teguk teh hangat bikinan mamanya, Archie tersenyum ke Amos, "Terima kasih, Om. Papa aja belum pernah bantuin Archie minum teh panas"
Deg! Agnes dan Amos bersitatap.
Lalu Agnes merengkuh Archie ke pelukannya dan bergegas berlari ke kamar sambil berkata, "Sudah malam, ayo tidur!"
Amos menatap punggung Agnes dengan helaan napas panjang lalu ia duduk di sofa sambil memencet remote.
Acara komedi lawas 'Friends' tidak bisa membuat Amos tertawa seperti biasanya.
Agnes duduk di samping Amos dengan canggung, ia ikut menyandarkan punggungnya di sofa lalu meluruskan kakinya di atas meja saat acara komedi 'Friend' yang biasa tayang selama dua jam sudah ada tulisan The End di layar televisi.
"Archie sudah tidur?"
"Iya. Dia cepet tidurnya kayak aku"
"Oh"
"Mos, berhentilah mencintaiku! Aku lebih tua lima tahun darimu dan aku sudah meni......."
"Umur itu hanya angka" Ucap Amos dengan nada suara yang terdengar lelah.
"Tzk! Yang bilang huruf siapa?" Agnes mencebikkan bibir.
Amos terkekeh geli, "Kamu kalau marah selain nampak semakin cantik juga lucu ya"
Agnes menyenggol ujung kaki Amos dengan ujung kakinya dan Amos terkekeh geli.
"Kamu sudah memaafkan aku?"
"Kalau kamu?" Agnes balik bertanya.
"Kamu nggak salah. Aku yang terlalu bodoh marah sama kamu"
"Aku yang bod........"
"Eh, di sekolah kamu dulu pernah ada pelajaran kurang-kurangan nggak?"
"Ada" Jawab Agnes dengan kening berkerut.
"Bohong! Buktinya kamu nggak ada kurangnya sama sekali dan itu artinya kamu nggak bodoh"
Agnes terkekeh geli dan kembali menyenggol pucuk kakinya Amos. Amos terkekeh geli lalu berkata, "Terima kasih udah maafin aku"
"Aku yang seharusnya berterima kasih sama kamu karena......."
"Ssstttt!!!!!" Amos tiba-tiba menaruh telunjuk di depan bibir.
"Ada apa?" Agnes menarik kakinya dengan alis menukik tajam.
"Kamu masuk ke kamarnya Archie dan kunci pintunya! Matikan lampu! Ada tamu tak diundang" Bisik Amos.
Agnes langsung berlari ke kamarnya Archie dan tak lupa mengunci pintunya dan mematikan lampu.
Amos berlari ke kamarnya setelah mematikan lampu