NovelToon NovelToon
Putri Modern Pembawa Keberuntungan

Putri Modern Pembawa Keberuntungan

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Time Travel / Fantasi Wanita / Cinta Istana/Kuno / Ruang Ajaib
Popularitas:78.2k
Nilai: 5
Nama Author: Yulianti Azis

Mei Lan, seorang gadis cantik dan berbakat, telah hidup dalam bayang-bayang saudari kembarnya yang selalu menjadi favorit orang tua mereka. Perlakuan pilih kasih ini membuat Mei Lan merasa tidak berharga dan putus asa. Namun, hidupnya berubah drastis ketika dia mengorbankan dirinya dalam sebuah kecelakaan bus untuk menyelamatkan penumpang lain. Bukannya menuju alam baka, Mei Lan malah terlempar ke zaman kuno dan menjadi putri kesayangan di keluarga tersebut.

Di zaman kuno, Mei Lan menemukan kehidupan baru sebagai putri yang disayang. Namun, yang membuatnya terkejut adalah gelang peninggalan kakeknya yang memiliki ruang ajaib. Apa yang akan dilakukan Mei Lan? Yuk kita ikuti kisahnya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Meninggalkan Desa Pao

Keesokan paginya.

Kini Mei, kedua kakaknya serta sang ibu akan meninggalkan desa Pao. Mereka memutuskan untuk tinggal di ibukota kekaisaran.

Sebelum berangkat, Mei berdiri di tengah ruang tamu, kedua tangannya melayang menggambar pola-pola rumit di udara.

Cahaya berputar membentuk formasisebuah penghalang halus yang membuat suara dan jejak sulit menembus. Ketika formasi selesai, ia menoleh pada ibu dan kedua kakaknya.

“Sudah aman,” katanya lega. “Tidak ada yang bisa masuk atau mengendus formasi ini sampai kapan pun. Ibu, jangan khawatir, rumah itu akan tetap menjadi kenangan kita.”

Rong memegang tangan putrinya lama, matanya berkaca-kaca. “Mei’er kau sungguh mampu. Hati Ibu tenang karena kau.”

Wei dan Dao memeriksa perlengkapan sekali lagi. “Baiklah, ayo kita berangkat. Ibu, istirahatlah kalau lelah kita akan menjaga semuanya,” ujar Wei sambil tersenyum lembut.

Mereka menaiki kereta kuda sederhana yang sudah mereka beli dengan tabungan kereta tertutup berlapis kain, dua kuda tarikan gagah.

Mei duduk di dalam kereta bersama ibunya, Wei dan Dao menunggang kuda di samping. Dengan isyarat dari Mei, kusir memacu kuda, dan kereta perlahan meninggalkan pekarangan.

Mereka melaju meninggalkan desa yang mulai sibuk, menuju jalan utama yang panjang menuju ibukota.

“Perjalanan akan memakan waktu sekitar seminggu,” kata Dao sambil menoleh ke belakang, matanya menyapu pemandangan desa yang menjauh.

“Seminggu bukan apa-apa,” jawab Mei. “Di ibukota kita urus pendaftaran akademi dan cari petunjuk tentang ibu asli daei Ibu,” bisik Mei di akhir kalimatnya agar sang ibu tidak mendengar suaranya.

Qing Rong menarik napas dalam dan menatap kedua anak lelaki dan putrinya, lalu tersenyum tipis.

*

*

Di kediaman keluarga Qing suasana jauh berbeda, di kediaman itu terasa sangat suram dan penuh kekalutan.

Seluruh aula terasa kosong karena harta yang dulu mengkilap kini telah lenyap.

Di kamar besar, Nyonya Lao terbaring lunglai di ranjang, wajahnya memucat. Ia meracau sambil menggenggam bantal.

“Hartaku … kembalikan hartaku … siapa yang berani mengambilnya?” suaranya melemah namun panik.

Pelayan di sekitarnya hanya berusaha menenangkan, namun sendiri ketakutan karena beberapa kali pelayan terkena amukan dari nenek tua itu.

Di ruang kerja, Tetua Qing duduk di kursi kayu rahangnya terlihat mengetat. Di sampingnya berdiri dua putra sulungnya, Qing Shan dan Qing Long, keduanya tampak emosi.

Mereka sedang merencanakan sesuatu hingga seorang pengawal masuk tergesa-gesa.

Qing Long menatap tajam, “Apa kau tidak punya sopan santun? Masuk seenaknya seperti apa!”

Pengawal itu menunduk, napas tersengal-sengal. “Ampuni saya, Tuan. Saya ... saya terburu-buru karena ada hal penting.”

Tetua Qing menatap dingin. “Katakan! Apa yang terjadi?”

Pengawal itu menelan ludah, suaranya bergetar, “Nona Mei ... Qing Mei bersama ibunya dan dua Tuan muda telah meninggalkan kediaman mereka, Tuan. Ketika kami sampai di rumah mereka, rumah itu kosong. Mereka telah pergi sebelum fajar.”

Kedua putra Tetua Qing serempak terkejut. “Apa?!”

Qing Shan hampir jatuh kursi. “Tidak mungkin mereka berani melarikan diri setelah mencuri harta kita?”

Brak!

Qing Long mendaratkan kepalan tangan di meja. “Bawa pasukan! Kita harus cegat mereka di jalan utama. Tidak boleh mereka lolos!”

Tetua Qing berdiri dengan wajah berubah murka, matanya menyala-nyala. “Benar. Selama aku hidup, tidak ada yang akan mempermainkan nama Qing. Cepat kumpulkan tujuh orang berkuda, bawalah prajurit elit, aku akan pimpin pengejaran.”

Pengawal itu membungkuk dalam-dalam. “Segera, Tuan!”

Sementara itu di kamar Nyonya Lao terdengar jeritan kecil. Pelayan menenangkan wanita tua itu yang mendesah: “Hartaku … kembalikan hartaku … kalian pencuri ....”

Suaranya melemah menjadi isakan tangis.

Qing Fu dan Qing Rou, yang terjaga dan pucat, hanya bisa saling memandang tanpa kata rasa malu dan marah mengaduk-aduk dada mereka.

Terlebih, berita tentang hilangnya hadiah-hadiah Mei karena keluarga Qing yang serakah, semua orang mencemoohnya mereka.

*

*

Kereta kuda berguncang pelan menyusuri jalan tanah yang mulai mengering. Di kiri kanan, hamparan sawah tandus membentang luas, batang padi kering bergoyang pelan tertiup angin musim panas.

Mei duduk bersandar di dalam kereta, matanya menatap ke luar jendela kecil. Angin lembut menerpa wajahnya, membawa aroma tanah dan rumput kering. Senyum tipis sempat muncul di bibirnya, tapi perlahan sirna, berganti tatapan kosong.

Ayah ... Ibu .... batinnya lirih.

Mei embayangkan wajah kedua orang tuanya di masa depan. “Apa kalian pernah merindukanku?” gumamnya nyaris tak terdengar.

Tapi segera senyumnya berubah getir. Tidak mungkin. Bukankah kalian justru lega saat aku pergi? Kalian tidak perlu lagi merasa malu punya anak yang pembawa sial, bukankah Mei Lin masih ada.

Mei menarik napas panjang, menatap jauh.

Qing Rong yang duduk di sampingnya memperhatikan perubahan ekspresi putrinya. Ia menatap lembut dan menggenggam tangan Mei. “Mei’er,” panggilnya pelan. “Kau terlihat sedih. Ada apa, Nak?”

Mei menoleh cepat dan tersenyum kecil, mencoba menenangkan ibunya. “Tidak apa-apa, Bu. Mei hanya penasaran.”

Rong menatapnya, menunggu lanjutan.

Mei berpura-pura berpikir sejenak lalu berkata, “Aku penasaran, Bu, siapa sebenarnya ayahku? Maksud Mei'er, apa marga ayah?”

Rong terdiam sesaat, tatapan matanya memudar, seolah terseret jauh ke masa lalu. “Ayahmu,” katanya pelan, “dulu semua orang memanggilnya Jiu. Ia tak pernah menyebutkan marganya. Ibu pun tak berani bertanya, waktu itu.”

“Jadi Ibu tidak tahu marga ayah?” tanya Mei lagi, suaranya penuh rasa ingin tahu.

Rong menggeleng perlahan. “Tidak, Mei’er. Ayahmu orang yang pendiam. Tapi dia sangat baik. Dia menolong Ibu saat semua orang menjauh. Kami hidup bahagia, meski sebentar.”

Mei mengangguk perlahan, menunduk. Dalam hatinya, pikirannya berputar cepat.

Kalau ayah benar menyembunyikan marganya, berarti dia bukan orang biasa. Tapi kenapa harus sembunyi?

Tapi Mei hanya mengangguk sopan dan berkata lembut, “Aku mengerti, Bu.”

Rong menatap putrinya dan tersenyum hangat, tak menyadari gejolak di mata Mei.

*

Hari mulai beranjak sore ketika kereta mereka memasuki kawasan hutan. Pepohonan tinggi menjulang di kanan kiri jalan, menaungi jalan tanah yang mulai gelap meski matahari belum terbenam.

Wei yang menunggang kuda di depan memberi isyarat tangan. “Hati-hati, jalan di depan mulai licin. Roda bisa terselip,” katanya.

Dao mengangguk dari belakang. “Aku akan awasi bagian belakang. Mei’er dan Ibu tetap di dalam kereta.”

Mei yang duduk di sisi jendela mendadak menegakkan tubuh, matanya menyipit, pupilnya bergetar halus.

Aura spiritual tipis terasa mengalir di sekitarnya. Ia mengerutkan alis dan menatap tajam ke arah pepohonan di sebelah kanan.

Rong yang menyadari perubahan itu bertanya, “Mei’er, ada apa?”

Mei tidak langsung menjawab, ia menutup mata sejenak, merasakan fluktuasi udara di sekitar. Angin di hutan itu berputar aneh, seperti bergerak melawan arah alami. Jantungnya berdegup pelan seolah akan terjadi sesuatu.

Perlahan, Mei membuka matanya. “Kak Wei! Kak Dao!” serunya.

Kedua kakaknya langsung menghentikan kuda mereka dan menoleh cepat. “Kenapa, Mei’er?” tanya Wei.

Mei menjulurkan tangan ke luar jendela. “Berhenti. Ada sesuatu yang tidak beres.”

1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
sumpah part ini buat saya emosi tingkat dewa Thor kl mereka ada di hadapan saya akan saya jadiin samsak biar mampus 😤😤😤
Miss Typo
semua pasti karna Mei Lin yg pinter bersandiwara, dan keluarga ini emang bodoh selalu memihak pada yg salah, awas kalian menyesal seumur hidup
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
akhirnya ada jg kisah keluarga Mei di zaman modern 👍👍👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
ternyata BESTie nya Mei sama transmigrasi ke zaman kuno ya 😅
Miss Typo
apa akan sedih mendengar Mei Lan kecelakaan, kayaknya sih gak
Miss Typo
Alhamdulillah Mei ketemu kedua sahabatnya, jadi skrg punya teman sahabat dari dunia modern. jadi putri dari jendral juga Kaisar
Lala Kusumah
lanjuuuuuuuuut
Fransiska Husun
👿👿🤬/Panic//Panic/
Umi Pipin
najis....Gedeg bnget
Chauli Maulidiah
lanjoooooootttt thoorrrr
V
lagi kak lagiii update yang banyak² pokoknya 😤😤😤😤
ratu
maaf tambah lagi Thor 🥺
vj'z tri
persahabatan bagai kepompong merubah ulat menjadi kupu-kupu ahay🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Ariska26
ikut emosi boleh gk si,,pngen ngebantai tu kluarga rasanya
Fransiska Husun: sampe ke ubun2 emosi q
total 1 replies
mama_im
gilaaaaaaa 🤬🤬🤬🤬🤬🤬🤬🤬🤬🤬🤬🤬
bunda kk
keren
Yuni Alyssa
nanggung Thor lg donk biar ga penasaran 😂😂
Zea Rahmat
gregetannnnnnnnnnn🤬🤬🤬🤬🤬
Zea Rahmat
si peaaaaa🤬🤬🤬🤬🤬🤬🤬
Nurhayati Nurhayati
bikin penasaran 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!