Amel Fira Azzahra gadis kecil yang memiliki wajah sangat cantik, mempunyai lesuk pipi, yang di penuhi dengan kasih sayang oleh kedua orang tuanya. Namun sayang kebahagian itu tidak berlangsung lama. Setelah meninggalnya Ibu tercinta, Amel tidak lagi mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Bapaknya selalu bekerja di luar kota. Sedangkan Amel di titipkan ke pada Kakak dari Bapaknya Amel. Tidak hanya itu, setelah dewasa pun Amel tetap menderita. Amel di khianati oleh tunangannya dan di tinggal begitu saja. Akankah Amel bisa mendapatkan kebahagiaan?
Yukk ikuti terus ceritanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aretha_Linsey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31 Jalan Seperti Pinguin
Jam menunjukkan pukul 12.10 siang ketika Amel akhirnya terbangun.
Samar samar ia merasakan nyeri yang tumpul dan menyeluruh di seluruh tubuhnya, rasa sakit yang aneh, namun memabukkan. Semalam, Fatur benar benar menunaikan janji posesifnya. Pergulatan hasrat mereka tidak berhenti hingga menjelang subuh, meninggalkan Amel lelah namun dipenuhi kebahagiaan yang asing.
Amel mengerjapkan mata, menatap langit langit kamar suite yang mewah.
la menoleh, melihat Fatur tertidur pulas di sampingnya. Wajah suaminya tampak tenang dan damai, tangan kekar itu melingkari pinggang Amel dengan erat, seolah takut Amel akan menghilang. Amel tersenyum kecil menggerakkan tangannya untuk menyentuh bekas ciuman Fatur di dadanya.
Namun, ketika ia mencoba menarik diri, tubuhnya protes. Sebuah erangan pelan lolos dari bibirnya
"Mas Fatur.." bisik Amel, mencoba membangunkan suaminya.
Fatur, yang tidurnya ringan, segera membuka mata. la tersenyum, mencium kening Amel dengan lembut.
"Selamat pagi, Sayang. Sudah siang, " katanya serak, suaranya masih berat karena tidur.
"Bagaimana perasaanmu?"
"Sakit, Mas, " jawab Amel jujur, pipinya memerah.
"Maafkan aku. Aku terlalu gila semalam. Kau begitu nikmat, " Fatur tertawa kecil, memeluknya lebih erat.
Mereka berdua terbaring sejenak dalam keheningan yang nyaman, menikmati keintiman yang baru. Akhirnya Amel harus mandi.
"Aku harus mandi, Mas. Aku lapar " kata Amel, mencoba turun dari ranjang.
Fatur melepaskan pelukannya. la melihat Amel berhati hati menjejakkan kaki ke karpet tebal.
Satu langkah... dua langka...
Tiba tiba, kaki Amel terasa lemas. Otot otot di antara pahanya menolak untuk bekerha sama. Keseimbangan Amel hilang, dan ia ambruk.
"Aduh!"
Fatur tersentak kaget. la segera melompat turun tanpa memedulikan dirinya yang tidak memakai apapun.
"Sayang...!Astaga!"
Fatur bergegas menghampiri Amel yang terduduk di lantai, memegangi pinggulnya. Amel hanya bisa meringis malu.
"Aku... aku tidak bisa jalan, Mas, " bisik Amel, menahan air mata karena kombinasi rasa sakit dan rasa bersalah.
Fatur membungkuk, wajahnya terlihat panik bercampur haru. la menatap Amel, lalu tertawa kecil, tawa yang penuh kasih sayang dan penyesalan.
"Astaga, aku keterlaluan ya, Sayang? Aku minta maaf."
Tampa menunggu, Fatur mengangkat tubuh Amel yang ringan, menggendongnya dalam gaya pengantin, dan membawanya menuju kamar mandi.
"Mulai sekarang, aku yang akan memandikanmu. Kau adalah ratuku hari ini, " janji Fatur.
Di bawah pancuran air hangat, Fatur memandikan Amel dengan sangat hati hati, mencuci rambutnya, dan menyentuh tubuhnya seolah ia adalah porselen paling berharga. Sentuhan Fatur kini bukan lagi hasrat yang
membara, melainkan perhatian dan kelembutan murni.
Ketika Fatur selesai mencuci punggungnya, Amel berbalik menghadap Fatur. Air mata Amel tiba tiba menetes, bercampur dengan air pancuran.
"Hei, kenapa menangis?" tanya Fatur panik, mematikan air dan menangkup wajah Amel.
Amel menggeleng.
"Aku...aku hanya ingin mengucapkan terima kasih, Mas."
Fatur mengerutkan alis.
"Terima kasih untuk apa? Karena membuatmu tidak bisa berjalan?" candanya lembut.
Amel menggeleng lagi. la memeluk Fatur erat, menenggelamkan wajahnya di dada bidang suaminya.
"Terima kasih karena memilihku menjadi pasangan hidupmu, Mas Fatur. Kau tidak hanya menyelamatkan hidupku, tapi juga hidup Ayah dan adikku Alan, " isak Amel
Amel menarik napas dalam dalam, mengumpulkan keberanian. Fatur hanya mendengarkan dengan seksama.
"Sejak Ibu meninggal saat aku masih kelas 3 SD, hidupku dan Ayah benar benar gelap. Kami harus tinggal bersama keluarga Ayah, tapi mereka... mereka jahat. Aku dan Alan selalu diperlakukan seperti beban. Mereka membiarkan kami kelaparan, pakaian kami selalu lusuh."
"Dulu, saat Ayah merantau mencari uang, aku pernah
mendengar mereka bicara. Mereka berencana mengusir kami berdua. Katanya, kami tidak pantas tinggal di rumah itu, "suara Amel tercekat.
" Dan pada akhirnya aku dan adikku Alan benar benar di usir secara paksa, aku memutuskan mengontrak dengan hasil uang balapanku, lalu tak lama Ayah pulang dan membeli rumah sederhana itu".
"Aku sangat takut, Mas. Aku bekerja keras di balapan agar kami bisa punya uang untuk lepas dari mereka."
"Tapi kau datang. Kau mengubah segalanya. Rumah baru,
pekerjaan untuk Ayah.. Alan bisa sekolah dengan tenang. hidup kami yang kuning, sekarang berubah menjadi emas, Mas. Itu semua karena kau."
Fatur meremas pelukan Amel. Kemarahan dan rasa sayang memenuhi hatinya. la mencium puncak kepala Amel.
"Jangan pernah berpikir seperti itu, Sayang. kau pantas mendapatkan yang terbaik. Kau bukan beban. Kau adalah hadiah, " bisik Fatur.
"Aku memilihmu karena aku mencintaimu, dan aku akan melindungi keluarga kecil kita, selamanya."
Amel mendongak, matanya berkaca kaca.
"Aku ingin ke makam Ibu, Mas Aku ingin mengenalkanmu padanya. Mengatakan pada Ibu, bahwa aku sudah bahagia sekarang, dan menemukan pelindung terbaik di dunia."
Fatur tersenyum, menyeka air mata Amel.
"Tentu, Sayang. Kita akan ke sana. Itu prioritas kita setelah ini."
...----------------...
Setelah momen yang mengharukan, Fatur membantu Amel mengenakan gaun. Amel berjalan dengan sangat hati hati, bahkan dengan langkah tertatih tatih, didukung oleh tangan Fatur
Mereka turun ke area restoran hotel. Ayah Amel dan Alan sudah dipulangkan dengan pengawal Fatur pagi pagi, tetapi Mama Karina dan Papa Danu sudah menunggu.
Saat Fatur dan Amel mendekati meja, Mama Karina tersenyum lebar
"Selamat ya, sayang sayang Mama! Wah, wajah kalian terlihat sangat puas, " canda Mama Karina.
Papa Danu, yang sedang membaca menu, mendongak. la langsung mengerutkan alis melihat cara berjalan Amel.
Amel mencoba berjalan anggun, tetapi ia tidak bisa menyembunyikan kenyataan bahwa kedua kakinya sedikit terbuka, langkahnya kaku dan agak miring ke kanan dan kiri, persis seperti pinguin yang berjalan di daratan.
Fatur, menyadari tatapan papanya, segera merangkul Amel lebih erat, seolah itu adalah cara berjalan yang normal.
"Selamat siang, Ma, Pa, "sapa Fatur dengan senyum lebar dan penuh kemenangan, sama sekali tidak peduli dengan penampilan Amel.
Papa Danu hanya mengangguk kaku. la menoleh ke Mama Karina dan berbisik pelan, tapi cukup terdengar.
" *Astaga, jalan Amel*. *Anakku satu itu benar benar tidak kenal ampun*. *Semalaman ia menggempur menantuku sampai seperti itu*. *Sehebat apa sih, Fatur itu*? *Aku jadi penasaran* ". Batin Papa Danu dengan konyolnya
"*Aduh*, *menantu mama jalannya gemoy sekali*, *seperti pinguin*! *Pantas saja Fatur baru turun jam segini*. *Anakku* *memang jagoan. Semoga aku nanti cepat punya cucu*". Batin mama karina yang malah bersemangat
Amel, meskipun malu, tersenyum getir. Ia tahu ini adalah "hadiah" dari gairah semalam.
"Maaf kami telat, Pa. Kami harus bernegosiasi sedikit di kamar, " kata Fatur santai, mencium pipi Amel yang memerah.
Papa Danu hanya menggelengkan kepala, mencoba menyembunyikan senyumnya.
"Duduk, duduk. Kalian pasti lapar."
Saat Amel duduk, ia melakukannya dengan sangat perlahan dan hati hati, sebuah gerakan yang tidak luput dari perhatian Papa Danu dan Mama Karina. Mereka hanya saling pandang, menahan tawa, dan bangga dengan
"hasil kerja keras" putra mereka.