Sebuah kota yang ditimpa tragedi. Seseorang baru saja membakar habis gedung pengadilan di Withechaple, Inggris. Beruntung tidak ada korban jiwa.
Seorang detektif hebat ditugaskan menangkap sang pencuri Lupin. Waktu yang dimiliki Wang yi semakin terbuang sia-sia. Semakin ia merasa bisa menangkap pencuri Lupin, semakin ia terjebak dalam permainan menyebalkan yang dibuat oleh musuh. Beruntungnya gadis cantik bernama Freya, yang bekerja menyajikan bir untuk para polisi di kedai setempat selalu memberinya motifasi yang unik.
Selama beberapa Minggu, Wang yi menyusun rencana untuk menangkap sang Lupin. Hingga sebuah tugas melindungi mahkota Atlantis tiba di kota itu. Wang yi akhirnya berhasil mengetahui siapa sosok sang Lupin. Namun, ketika sosok itu menunjukan wajahnya, sebuah rahasia gelap ikut terkuak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Anonimity, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8 : Malam Ini Adalah Milik Mereka
Zhou Shiyu membuka pintu lebih dulu, melangkah dengan sepatu hak yang menimbulkan suara khas di atas batu basah. Wang Yi mengikuti di belakang, menatap punggung gadis itu yang tertutup mantel krem, gerakannya ringan tapi penuh perhitungan. Begitu pintu dibuka, aroma teh hitam dan debu buku tua menyambut. Interior rumah itu seperti dunia lain—perabot kayu gelap, rak buku tinggi, dan sebuah lukisan besar di dinding yang menampilkan perempuan dengan wajah setengah tersenyum, setengah murung.
"Kau tinggal sendirian di sini?" tanya Wang Yi sambil melepaskan mantelnya.
Zhou Shiyu menaruh payung di pojok ruangan, lalu menoleh, senyumnya samar. "Ya. Ibuku meninggal ketika melahirkanku. Dan ayahku...aku tidak ingin membicarakan bajingan itu. Tapi meski tinggal sendiri, aku tahu bagaimana mengatasi bahaya."
"Berbahaya?" gumam Wang Yi.
"Segalanya berbahaya di kota ini, Detektif. Tapi aku tahu bagaimana menutup pintu." Ia berjalan ke dapur, langkahnya nyaris tanpa suara. "Mau teh? Atau kau lebih suka sesuatu yang bisa membakar tenggorokanmu?"
Wang Yi menarik kursi, duduk di dekat jendela. "Kau terlihat tahu banyak tentang apa yang disukai orang."
"Aku memperhatikan," jawab Zhou Shiyu. Ia kembali dengan dua gelas kecil berisi cognac. Kilau amber cair itu memantul pada mata hitamnya yang tajam namun lelah. Ia menyerahkan satu gelas, lalu duduk di hadapannya. Mereka tidak berbicara untuk beberapa waktu. Hanya suara hujan di luar dan denting halus gelas yang bersentuhan.
"Kau terlihat tidak seperti orang-orang Whitechapel," ucap Wang Yi akhirnya.
"Karena aku tahu bagaimana menyembunyikan kotoranku."
"Kau bicara seperti orang yang pernah melakukan dosa besar."
Zhou Shiyu menatapnya lama. "Mungkin aku masih melakukannya."
Wang Yi mencondongkan tubuh sedikit ke depan. "Kau ingin aku menebak?"
"Tidak perlu. Kadang lebih baik membiarkan seseorang menebak daripada membenarkan." Zhou Shiyu menyisir setiap sudut rumahnya, meski pada kenyataan, ia sendiri sudah hapal. Bahkan ia tahu kapan suara tikus akan muncul di genteng rumahnya. "Kau tahu apa yang paling menakutkan dari kehilangan seseorang, Detektif? Bukan karena mereka pergi... tapi karena bagian dari kita ikut mati bersamanya."
Wang Yi menatap dalam, lalu berdiri mendekat. Ia tidak mengatakan apa pun, hanya mengambil gelas dari tangannya dan meletakkannya di meja. Hujan di luar terdengar lebih keras, hampir menutupi suara napas mereka.
"Zhou Shiyu," panggilnya pelan.
"Ya?"
"Jika kau berbahaya seperti yang kau katakan... maka aku seharusnya pergi sekarang."
Zhou Shiyu mendekat satu langkah, cukup dekat untuk Wang Yi mencium aroma parfum halus yang bercampur dengan alkohol dan tembakau. "Tapi kau tidak pergi."
"Tidak," ucap Wang Yi. "Tidak malam ini."
Ia memejamkan mata sesaat, membiarkan dunia di luar jendela tenggelam dalam hujan. Lalu, dengan nada suara rendah seperti bisikan dalam gereja tua, Zhou Shiyu berkata,
"Kalau begitu, biarkan aku membuatmu percaya bahwa dosa bisa terasa lembut." Zhou Shiyu tanpa malu-malu duduk di pangkuan Wang Yi.
"Apa kau selalu bersikap seperti ini, pada semua laki-laki yang berkunjung ke rumahmu? Entah kenapa dengan memikirkannya saja aku sangat marah." Ujar Wang yi. Tangannya dengan lembut menyusuri setiap lekukan tubuh indah itu.
"Bagaimana jika aku bilang, kau yang pertama?" Zhou Shiyu bertanya, sejujurnya sedikit menggoda.
"Dan kau harap aku percaya?" Balas Wang Yi.
"Meskipun seandainya itu benar, pertanyaanku hanya satu."
"Apa?" Tanya Wang Yi.
"Apa kau memiliki Hak untuk marah?" Tanya Zhou Shiyu.
Wang Yi mendengus pelan, bibirnya tersenyum miring. "Untuk sekarang tidak, tapi sebentar lagi iya." Dengan tenaganya, Wang Yi berdiri mengangkat Zhou Shiyu di pangkuannya. Zhou Shiyu tidak takut, ia balas mengalungkan lengannya pada leher Wang Yi. Ia sudah siap jika seandainya keperawanannya hilang malam ini.
"Dimana kamarmu?" Tanya Wang Yi.
"Di lantai dua." Jawab Zhou Shiyu.
Tangga menuju lantai dua berderit pelan setiap kali kaki Wang Yi menapak. Ia masih menggendong Zhou Shiyu dalam diam, hanya terdengar napas keduanya yang perlahan berubah irama. Cahaya lampu dari bawah memudar, menyisakan bayangan mereka di dinding—dua bentuk yang menyatu dan terpisah dalam gerakan yang nyaris tanpa bunyi.
Kamar Zhou Shiyu sederhana, dinding abu-abu, satu ranjang dengan seprai putih, dan jendela besar yang menatap langsung ke jalan basah di luar. Di pojok meja, lampu belajar kecil menyala, meninggalkan aroma manis yang samar.
Wang Yi menurunkan Zhou Shiyu dengan hati-hati. Tatapan mereka bertemu, dan untuk sesaat, waktu seolah berhenti di antara bunyi hujan dan degup jantung yang tak sinkron.
"Tidak ada yang harus terburu-buru," katanya pelan.
Zhou Shiyu menatapnya. "Aku tidak pernah tergesa-gesa dalam hal yang tidak bisa diulang."
Wang Yi mengangkat tangannya, menyentuh wajahnya seperti seseorang yang mencoba mengingat bentuk sesuatu yang rapuh. "Kau tahu ini tidak akan membuat segalanya lebih mudah."
"Yang aku tahu," bisik Zhou Shiyu, "kadang satu malam bisa membuat seseorang merasa hidup lagi, meski hanya sementara." Ia mendekat, menyandarkan dahinya di dada Wang Yi. Wangi kulitnya tercampur dengan aroma hujan, dan sedikit alkohol.
Wang Yi mencium ubun-ubun Zhou Shiyu dengan lembut, tanpa niat lain selain menenangkan. Tapi ketika Zhou Shiyu menatapnya lagi, matanya sudah berubah—ada sesuatu di sana, keinginan untuk dilihat bukan sebagai tubuh, tapi sebagai seseorang yang masih bisa dirindukan. Lalu, tanpa perlu penjelasan, mereka membiarkan jarak menghilang. Gerak mereka tenang, perlahan, seolah masing-masing takut akan kehilangan kendali jika terlalu cepat. Tak ada yang liar, tak ada yang mendesak—hanya dua manusia yang membiarkan kesunyian berbicara untuk mereka.
Mulut Wang Yi melumat mulut Zhou Shiyu, Tangannya terangkat ke rambut Zhou Shiyu. Kaki Zhou Shiyu melingkari Pinggang Wang Yi. Tubuh Wang Yi mendesak Zhou Shiyu ke kasur, menindihnya, Dan Wang Yi berat, tapi Zhou Shiyu menginginkan lebih. Ia ingin lebih dekat dengan Wang Yi, ingin menyentuh menembus Tubuh Wang Yi.
Zhou Shiyu mengulurkan tangan kebawah Untuk melepaskan celana Wang Yi. Wang Yi memejamkan mata, Dan menempelkan keningnya pada kening Zhou Shiyu. "Aku tidak tahu kalau kau bisa seliar ini ketika berada di atas ranjang."
"Aku bisa melakukan yang lebih liar daripada ini." Balas Zhou Shiyu.
Zhou Shiyu menyelipkan tangan ke balik Celana Wang Yi yang ketat, dan merasakan kulit panas di sana. Ia menggigit daun telinga Wang Yi. Di bawah tangannya, Ia bisa merasakan getaran menjalari tubuh Wang Yi. Wang Yi menarik Celana Zhou Shiyu sampai terlepas, lalu berdiri untuk melepaskan pakaiannya sendiri. Wang Yi duduk di ranjang, Dan Zhou Shiyu duduk di atas Pangkuannya. Kedua lututnya mengapit Pinggul Wang Yi.
Deru nafas Wang Yi bisa di rasakan oleh Zhou Shiyu, Saat wajahnya berada dekat dengan wajah Wang Yi, Sampai Zhou Shiyu bisa melihat bintik-bintik Coklat yang berbeda di wajah Wang Yi. Wang Yi tersenyum, Menarik wajah Zhou Shiyu ke arahnya dan menciumnya lagi. Sebelah tangannya mencengkram rambut Zhou Shiyu, Sementara tangannya yang lain membelai punggung Zhou Shiyu. Zhou Shiyu mendorong tubuh Wang Yi kedalam tubuhnya dengan perlahan, Lalu menjatuhkan diri dengan keras kedalam pangkuan Wang Yi. Desakan itu membuatnya ingin menjerit lega. Mereka bergerak bersama Dan Zhou Shiyu menarik lepas Bra yang dia pakai, ingin merasakan kulit hangat Wang Yi di kulitnya. Wang Yi mencengkram pinggang Zhou Shiyu.
"Kau ingin lebih pelan?" Bisik Wang Yi.
"Tidak." Zhou Shiyu mencengkram bagian bawah punggung Wang Yi, mendorong masuk lebih dalam, Begitu dalam sampai terasa nyaris menyakitkan. Ia tidak peduli apabila berakhir terlalu cepat, Waktu adalah milik mereka.