 
                            Aprilia, gadis desa yang dijodohkan dengan Vernando, pria tampan dan kaya raya, harus menelan pil pahit kehidupan. 
Alih-alih kebahagiaan, ia justru menerima hinaan dan cacian. Vernando, yang merasa memiliki istri "jelek" dan "culun", tak segan merendahkan Aprilia di depan teman-temannya. 
Kesabaran Aprilia pun mencapai batasnya, dan kata "cerai" terlontar dari bibirnya. 
Mampukah Aprilia memulai hidup baru setelah terbebas dari neraka pernikahannya? Atau justru terjerat dalam masalah yang lebih pelik?
Dan Apakah Vernando akan menceraikan Aprilia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Surga Dunia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 8
20 Oktober!
Mentari pagi menyinari wajah Aprilia, menandai hari yang baru, lembaran baru dalam hidupnya. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai pelayan di Restoran Senja, sebuah tempat makan yang terkenal dengan pemandangan matahari terbenamnya yang memukau.
Dengan langkah mantap, Aprilia memasuki restoran yang masih sepi. Aroma kopi dan roti bakar langsung menyambutnya, memberikan kesan hangat dan nyaman.
Di balik meja resepsionis, seorang wanita berambut pendek dengan senyum ramah menyambutnya.
"Selamat pagi! Kamu Aprilia, kan? Selamat datang di Restoran Senja!" sapa wanita itu, yang ternyata adalah Haili, manajer restoran.
"Selamat pagi, Bu Haili. Terima kasih," jawab Aprilia, sedikit gugup.
"Jangan tegang begitu. Di sini semua seperti keluarga. Ayo, saya kenalkan dengan yang lain," ajak Bu Haili, menuntun Aprilia ke ruang belakang.
Di sana, beberapa karyawan sudah berkumpul, mempersiapkan diri untuk membuka restoran. Haili memperkenalkan Aprilia satu per satu.
Ada Mas Bagas, koki yang humoris; Mbak Dewi, pelayan senior yang ramah; dan Rio, barista yang selalu bersemangat.
"Aprilia ini anak baru di sini. Mohon bantuannya ya," kata Haili, memperkenalkan Aprilia kepada semua karyawan.
"Selamat datang, Aprilia! Semoga betah di sini," sapa Mas Bagas dengan senyum lebar.
"Selamat bergabung, Aprilia. Jangan sungkan bertanya kalau ada yang tidak tahu," timpal Mbak Dewi, menepuk pundak Aprilia dengan ramah.
"Hai, Aprilia! Nanti aku ajari bikin kopi yang enak," sahut Rio, mengedipkan mata.
Aprilia merasa lega dan bahagia. Sambutan hangat dari Haili dan rekan-rekan kerjanya membuatnya merasa diterima dan dihargai.
"Terima kasih semuanya. Aku senang bisa bergabung di sini," ucap Aprilia, dengan senyum yang tulus.
"Nah, sekarang kamu ikut Mbak Dewi dulu ya. Dia akan menjelaskan tugas-tugasmu dan mengenalkan area restoran," kata Haili
Mbak Dewi mengajak Aprilia berkeliling restoran, menjelaskan tentang menu, sistem pemesanan, dan tata cara melayani pelanggan.
Aprilia mendengarkan dengan seksama, berusaha menyerap semua informasi yang diberikan.
"Jangan khawatir, semua butuh proses. Yang penting kamu semangat dan mau belajar," kata Mbak Dewi, menyemangati Aprilia.
"Siap, Mbak! Aku akan berusaha sebaik mungkin," jawab Aprilia, dengan penuh semangat.
Hari pertama Aprilia di Restoran Senja berjalan lancar. Ia belajar banyak hal baru, bertemu dengan orang-orang yang ramah, dan merasakan suasana kerja yang menyenangkan.
Ia tahu, perjalanan ini baru saja dimulai, namun ia yakin, dengan kerja keras dan semangat yang tinggi, ia akan bisa meraih kesuksesan di tempat ini.
Saat matahari mulai terbenam, Aprilia berdiri di teras restoran, menyaksikan pemandangan yang indah.
Ia merasa bersyukur bisa menjadi bagian dari Restoran Senja, tempat di mana ia bisa belajar dan berkembang, meski ini bukan impian nya.
"Indah ya?" sapa Bu Haili, yang tiba-tiba berdiri di samping Aprilia.
"Iya, Bu. Aku senang bisa bekerja di sini," jawab Aprilia, dengan senyum yang tulus.
"Saya yakin kamu akan sukses di sini, Aprilia. Kamu punya potensi yang besar. Teruslah belajar dan berkembang," kata Haili ,menepuk pundak Aprilia dengan bangga.
Aprilia mengangguk, menatap matahari yang semakin tenggelam. Ia merasa siap menghadapi tantangan baru dan menciptakan kenangan indah di restoran senja.
***
Di Restoran Senja yang mulai ramai oleh pengunjung, Haili, sang manajer, berdiri dengan tegap mengamati setiap sudut ruangan.
Matanya terpaku pada sosok yang baru saja memasuki pintu restoran. Seorang pria berkarisma dengan aura bintang, tak lain adalah Yuka, teman sekelasnya dulu yang kini sukses dan dihormati banyak orang.
"Aprilia!" panggil Haili dengan nada tegas namun ramah. "Siapkan meja terbaik untuk tamu kita yang baru datang. Itu Yuka, kenalan saya waktu sekolah dulu. Dia orang penting sekarang."
Aprilia yang sedang menata meja, terkejut mendengar nama itu. "Yuka?" tanyanya, sedikit gugup.
"Iya, dia itu orang hebat sekarang. Kamu layani dengan baik ya. Jangan sampai ada yang kurang," pesan Haili, memberikan semangat pada Aprilia. "Kamu pasti bisa!"
Aprilia mengangguk, berusaha menenangkan diri. Ia berjalan menuju Yuka dengan senyum profesional, namun hatinya berdebar kencang.
Saat matanya bertemu dengan pria itu, sebuah ingatan lama tiba-tiba muncul. Pria itu... pria itu adalah papa Zio!
Aprilia ingin menyapa Yuka, menanyakan kabar Zio, namun keraguan menghantuinya. Apakah Yuka masih mengingatnya? Apakah Yuka ingin disapa olehnya, seorang yang tanpa sengaja menyakiti anak nya yang mungkin sudah dilupakannya?
"Selamat datang di Restoran Senja, Bapak Yuka. Mari saya antar ke meja Anda," ucap Aprilia, berusaha menyembunyikan kegugupannya.
"Terima kasih," jawab Yuka singkat, ia pun mengikuti langkah Aprilia menuju meja yang telah disiapkan.
Sepanjang jalan, Aprilia mencuri pandang ke arah Yuka. Pria itu terlihat lebih dewasa dan berwibawa.
Ia semakin ragu untuk menyapa Yuka. Ia takut mengganggu privasinya, takut membuatnya tidak nyaman.
"Ini meja Anda, Bapak Yuka. Silakan," kata Aprilia, mempersilakan Yuka duduk.
"Terima kasih," jawab Yuka, duduk dengan tenang.
Aprilia memberikan daftar menu kepada Yuka. "Silakan dilihat-lihat dulu, Bapak. Jika ada pertanyaan, jangan sungkan untuk bertanya."
Yuka mengangguk, membuka daftar menu. Aprilia mundur selangkah, memberikan ruang bagi Yuka untuk memilih. Namun, ia tetap berdiri di dekat meja, siap melayani jika dibutuhkan.
Di dalam hatinya, Aprilia berperang dengan perasaannya sendiri. Ia ingin menyapa Yuka, tapi ia takut ditolak.
Ia ingin menanyakan kabar Zio, tapi ia takut mengganggu kehidupan Yuka. Ia hanya bisa berdiri di sana, menatap Yuka dari kejauhan, dan memendam semua pertanyaan di dalam hatinya.
Sementara itu, Haili mengamati Aprilia dari kejauhan. Ia tersenyum bangga melihat Aprilia melayani Yuka dengan profesional.
Ia tidak tahu apa yang ada di pikiran Aprilia, namun ia yakin, Aprilia akan memberikan pelayanan terbaik untuk tamu istimewa mereka
Tiba tiba seorang wanita cantik dengan gaya modis dan serba mewah menghampiri Yuka.
Aura kemewahan terpancar dari setiap detail penampilannya, dari tas bermerek hingga perhiasan yang berkilauan.
"Yuka!" seru wanita itu dengan nada sedikit meninggi. "Kamu sudah pulang dari luar negeri? Kenapa tidak memberiku kabar?"
Yuka mendongak, menatap wanita itu dengan ekspresi datar. "Aku tidak merasa perlu memberitahumu," jawabnya singkat, kembali fokus pada menu.
"Tiga tahun kamu di luar negeri, dan ini yang kamu katakan padaku?" Wanita itu tampak tidak terima. "Apa kamu lupa siapa aku?"
"Aku tidak lupa," jawab Yuka, kali ini dengan nada memperingatkan. "Tapi, aku rasa kamu tidak perlu ikut campur urusanku."
Wanita itu terdiam, wajahnya memerah karena marah. Ia merasa harga dirinya terluka.
Dengan tatapan sinis, ia mengalihkan pandangannya pada Aprilia yang berdiri tak jauh dari sana, menunggu Yuka selesai memilih menu.
"Kamu!" bentak wanita itu, menunjuk Aprilia dengan kasar. "Kenapa kamu berdiri di situ seperti patung? Apa kamu tidak lihat aku sedang bicara dengan tunangan ku?"
Aprilia terkejut mendengar bentakan itu. Ia berusaha tetap tenang dan menjawab dengan sopan. "Maaf, Bu. Saya hanya menunggu Bapak Yuka selesai memilih menu."
"Menunggu? Aku jadi tidak selera makan melihat wajahmu!" Wanita itu mencibir, menatap Aprilia dari atas hingga bawah. "Lihat itu, jerawat di wajahmu! Menjijikkan!"
Aprilia tersentak mendengar hinaan itu. Ia merasa malu dan sakit hati. Ia berusaha menahan air matanya agar tidak tumpah.
Wanita itu terus mencaci maki Aprilia, membuat keributan di restoran. Beberapa pengunjung mulai memperhatikan mereka. Yuka hanya diam, menyaksikan kejadian itu dengan ekspresi dingin.
Melihat situasi yang semakin memanas, Haili, sang manajer, segera menghampiri mereka. "Maaf, ada apa ini?" tanyanya dengan nada tegas.
"Wanita ini!" Wanita itu menunjuk Aprilia dengan geram. "Dia tidak sopan dan membuatku tidak selera makan!"
Haili menatap Aprilia dengan tatapan bertanya. Aprilia menggelengkan kepala, berusaha menjelaskan bahwa ia tidak melakukan kesalahan apa pun.
"Maaf, Bu," kata Haili dengan sopan. "Saya mohon Anda untuk tenang. Kami akan berusaha memberikan pelayanan terbaik untuk Anda."
"Pelayanan terbaik? Aku tidak butuh pelayanan dari restoran murahan seperti ini!" Wanita itu semakin menjadi-jadi. "Aku akan adukan kejadian ini ke pemilik restoran!"
Haili menghela napas. Ia tahu, berdebat dengan wanita itu hanya akan memperburuk situasi. Dengan nada tenang, ia berkata, "Baik, Bu. Saya mengerti. Mari saya antar Anda ke meja lain yang lebih nyaman."
Haili berusaha membujuk wanita itu untuk pergi, namun wanita itu tetap menolak dan terus mencaci maki Aprilia. Keributan semakin menjadi-jadi, membuat suasana restoran menjadi tidak nyaman..
 
                     
                    