NovelToon NovelToon
Wajah Polos Penuh Jiwa Gelap

Wajah Polos Penuh Jiwa Gelap

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Perperangan / Identitas Tersembunyi / Action / Mafia / Romansa
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Komang basir

Arga adalah remaja SMA yang selalu terlihat ramah dan polos, bahkan dikenal sebagai kuli pikul yang tekun di pasar tiap harinya. Namun di balik senyumnya yang tulus, Arga menyimpan rahasia kelam yang hanya diketahui sedikit orang. Ia diam-diam menyelidiki siapa dalang pembantaian keluarganya yang tragis, terbakar oleh tekad balas dendam yang membara. Perjalanan mencari kebenaran itu membawanya bertemu dua gadis tangguh bernama Kinan dan Keysha, yang ternyata juga anak-anak mafia dari keluarga besar yang menyamar sebagai murid SMA biasa namun tetap memiliki jiwa petarung yang kuat di sekolah. Bersama ketiganya, kisah penuh intrik, persahabatan, dan konflik berseteru di dunia gelap mafia pun dimulai, menyingkap tabir rahasia yang tersembunyi jauh di balik wajah polos mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komang basir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

leo murid pendiam

Di saat Keysha dan Kinan sedang asyik berbicara, saling bertukar pemikiran di sudut kantin, suasana siang itu mendadak terusik oleh suara gaduh dari arah pintu masuk. Suara kursi bergeser, teriakan, dan denting gelas terdengar bercampur menjadi riuh yang langsung menarik perhatian banyak murid.

Keysha menoleh, alisnya terangkat.

“Apa yang terjadi? Kenapa terdengar ribut sekali?” ucapnya sambil bangkit dari kursinya.

Kinan ikut berdiri, matanya langsung tertuju ke arah sumber keributan. Ia tak berkata apa-apa, hanya mengangguk singkat, dan Keysha membalasnya dengan anggukan kecil. Tanpa basa-basi, mereka berdua melangkah cepat menuju kerumunan.

Begitu menerobos lingkaran murid-murid yang menonton, pemandangan yang mereka lihat membuat langkah keduanya sedikit melambat.

Di tengah kerumunan, Arga berdiri tegak, tubuhnya sedikit memiring melindungi Rindi yang bersembunyi di belakangnya.

“Maaf, aku nggak sengaja,” ucap Arga tenang, meski jemarinya terlihat sedikit menegang.

Di hadapannya, dua remaja bertubuh besar berdiri dengan sikap menantang. Salah satu dari mereka menunjuk wajah Arga secara kasar, jaraknya nyaris menyentuh hidung.

“Aku nggak peduli! Yang jelas, kamu sudah berani-beraninya bikin masalah sama kami!”

Rindi tampak ketakutan, matanya bergerak gelisah di balik bahu Arga. Tapi Arga sendiri masih berusaha tenang. Ia menarik napas pendek, lalu bicara dengan nada lembut, sengaja menekan emosi agar situasi tidak semakin panas.

“Maaf… aku itu nggak sengaja nyenggol kamu. Lagi pula, kamu juga tidak jatuh?”

Tapi permintaan maaf itu tidak mengubah ekspresi si pembuat onar. Justru tawa sinis terdengar dari mulutnya.

“Alasannya nggak penting! Yang penting, kamu udah nyentuh aku. Dan perbuatan itu harus di bayar!”

Suasana semakin menegang. Beberapa murid yang menonton mulai berbisik-bisik, sebagian bersorak pelan, seolah mengharapkan keributan pecah.

Kinan dan Keysha saling melirik. Mereka tahu dua remaja itu—tipikal pembuat masalah yang sengaja mencari alasan untuk memulai perkelahian. Langkah Keysha maju satu, matanya menatap tajam, sementara Kinan melipat tangannya di dada, senyumnya tipis namun penuh sindiran.

Dan di tengah ketegangan itu, Arga hanya berdiri, bahunya tetap tegap. Lalu… sudut bibirnya terangkat sedikit. Senyum tipis. Bukan tanda takut, bukan tanda marah—melainkan sesuatu yang sulit diartikan.

Senyum yang membuat Keysha secara refleks menghentikan langkahnya, seolah baru saja melihat bayangan dari masa lalu yang tak pernah benar-benar hilang dari pikirannya.

Meski senyum tipis Arga masih membayangi ingatan Kinan dan Keysha, keduanya tahu—keadilan harus tetap ditegakkan. Tidak peduli siapa Arga sebenarnya, perlakuan seenaknya dari dua pembuat onar itu tidak bisa dibiarkan.

Keysha maju selangkah, niatnya jelas: melerai sebelum situasi berubah jadi kekacauan. Namun, sebelum ia sempat membuka mulut, sebuah gerakan cepat dari arah samping memotong langkahnya.

BRRAKK!

Suara pukulan telak menggema di tengah kantin. Kepala salah satu remaja pembuat onar terhuyung ke belakang, tangannya refleks menutup pipi yang mulai memerah. Riuh penonton seketika berubah jadi gumaman kaget.

Keysha dan Kinan terhenti, pandangan mereka langsung beralih pada sosok yang baru saja mendaratkan pukulan.

“Jangan sok jadi jagoan di sini,” ucap remaja itu dingin, suaranya rendah tapi cukup jelas untuk didengar semua orang di sekitar. Tatapannya menusuk lurus ke arah pembuat onar itu, tak goyah sedikit pun.

Keysha memperhatikan wajahnya. Ia mengenali betul—remaja ini terkenal pendiam di kelas, jarang bicara, tapi tatapan matanya… tajam. Seperti elang yang sedang mengintai mangsa, menunggu waktu tepat untuk menerkam.

Kinan menyipitkan mata, lalu bergumam pelan, cukup untuk didengar Keysha.

“Leo…”

Nama itu saja sudah cukup membuat beberapa murid di sekitar menelan ludah.

“Apa yang kamu lakukan, Leo? Ini bukan urusanmu!” bentak remaja yang baru saja menerima pukulan telak.

Leo tak menjawab. Tatapannya tajam, dingin, dan tidak memberi ruang untuk perlawanan. Ia melangkah maju, mendekati remaja yang kini tersungkur sambil memegangi pipinya.

Tanpa aba-aba, tanpa sepatah kata pun, kaki Leo terangkat.

BRAK!

Tendangan keras menghantam wajah remaja itu. Tubuhnya terhuyung, lalu jatuh ke samping, suara ringkih kursi kantin bergeser mengikuti arah jatuhnya.

“AAARRGGHH!” teriaknya, tangan menutup hidung yang mulai mengucurkan darah segar. Beberapa penonton mundur setapak, sebagian lagi menutup mulut, terkejut dengan serangan brutal itu.

Namun Leo tidak berhenti. Wajahnya yang tadi tegang kini berubah—sudut bibirnya terangkat, lalu melebar menjadi tawa yang menggelegar.

“Hahahahahaha!”

Tawa itu terdengar nyaring, tapi bukan tawa biasa. Ada nada gila di sana—tawa seseorang yang menemukan kesenangan di tengah pertempuran. Tanpa ragu, Leo kembali menendang, satu kali, dua kali, hingga lawannya meringkuk di lantai, tidak lagi mampu membalas.

Keysha berdiri mematung, matanya menyipit. Dalam benaknya, kata-kata itu terlintas jelas:

Jadi ini sifat asli Leo…

Bukan sosok pendiam yang selama ini ia kenal di kelas. Bukan murid biasa yang selalu duduk di pojok tanpa suara. Di hadapannya sekarang berdiri seseorang yang liar, haus pertarungan, dan berbahaya.

“Cukup.”

Suara Arga terdengar datar, tapi tegas, saat ia meraih lengan Leo dan menghentikan tendangannya.

Leo langsung berhenti. Ia menoleh perlahan, wajahnya masih dihiasi senyum lebar. Tatapan matanya tajam, menusuk lurus ke arah Arga.

“Lepaskan tanganku,” ucapnya rendah, nyaris seperti ancaman.

Keduanya saling pandang, dan perlahan—di tengah ketegangan—senyum kecil muncul di wajah Arga. Anehnya, Leo juga membalas dengan senyum yang sama.

Keysha dan Kinan yang melihatnya sontak membeku. Ada sesuatu di balik senyum itu.

Bukan sekadar ekspresi—tapi pola yang persis sama dengan yang pernah mereka lihat sebelumnya. Senyum yang hanya mereka kenal dari satu tempat… dari satu orang… di blok B.

"Kenapa? Kenapa senyum mereka sama…?" batin Kinan, kebingungan merayap di wajahnya.

Keysha tak kalah heran. Matanya bergantian menatap Arga dan Leo. Gerak bibir, sudut mata, bahkan hawa yang dipancarkan… nyaris tak bisa dibedakan.

“Aku bilang cukup. Dia sudah tidak kuat lagi,” kata Arga, suaranya kini lebih keras.

Cengkeramannya pada lengan Leo menguat.

Leo bisa merasakan tekanan itu. Meski sakit, ia hanya menanggapinya dengan santai, senyum tipisnya tak pudar sedikit pun.

“Lumayan… untuk orang penakut seperti kamu,” ucapnya pelan, namun jelas, seolah ingin menguji batas kesabaran Arga.

Udara di sekitar mereka menegang. Penonton menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

emosi Arga mulai terpancing. Tatapan Leo, kata-kata tajamnya, dan senyum sinis itu membakar amarah yang selama ini ia kendalikan. Perlahan, ekspresinya berubah.

“Jangan menilai seseorang dari luar,” bisik Arga, suaranya rendah namun menusuk, mata tajam namun tetap tampak tenang di permukaan.

Leo menyipitkan mata. Ada sesuatu di balik topeng “penakut” Arga—sesuatu yang membuatnya penasaran. Ia berbalik sepenuhnya, kini berdiri berhadapan dengan Arga.

“Aku mau tahu… siapa sebenarnya orang yang bersembunyi di balik sifat penakut ini,” ucap Leo tegas.

Rindi, yang sejak tadi gemetar melihat situasi memanas, memberanikan diri mendekat. Ia menarik lengan Arga dengan cemas.

“Sudah, Ar… kita pergi yuk,” ucapnya, nadanya penuh ketakutan melihat tatapan dua remaja ini yang terasa seperti dua binatang buas saling menilai sebelum menyerang.

Namun Arga dan Leo tak bergeming. Mereka tetap saling menatap, diam, tapi pandangan mereka seperti berbicara dalam bahasa yang hanya mereka pahami. Waktu seakan melambat, suara di sekeliling lenyap, menyisakan suasana menekan.

Saat ketegangan mencapai puncaknya, dari balik kerumunan terdengar suara berat seorang pria separuh baya.

“Hentikan.”

Sosok itu muncul perlahan, menembus barisan siswa yang menonton. Pakaiannya sederhana, khas pekerja kantin sekolah, namun tatapan matanya tajam dan berwibawa.

Leo dan Arga tidak langsung bereaksi. Mereka tetap saling menatap, seakan suara itu tidak pernah terdengar.

Pria tersebut akhirnya berdiri tepat di antara mereka, lalu dengan gerakan mantap menaruh kedua tangannya di dada masing-masing remaja itu, mendorong mereka mundur setapak.

“Ini sekolah, bukan tempat untuk uji ketangkasan,” ucapnya, nada suaranya tenang namun penuh penekanan.

Udara di sekitar mereka seperti baru saja diremukkan, lalu dipaksa kembali tenang.

Leo hanya tersenyum tipis, menatap pria tersebut sejenak. Tanpa sepatah kata pun, ia berbalik, melangkah menjauh dengan langkah santai, seolah perkelahian barusan hanyalah hiburan singkat.

Kerumunan mulai bubar. Suara bisik-bisik pelan memudar. Arga, yang masih berdiri di tempat, menatap tajam pria itu.

“Jangan terlalu keras,” ujar pria tersebut sambil tersenyum, nadanya ringan namun matanya menyiratkan makna yang sulit dibaca. “Ini sekolah, bukan tempat untuk unjuk kemampuan.”

Keysha dan Kinan yang menyaksikan dari tadi ikut melangkah pergi, tapi tatapan mereka penuh tanda tanya. Senyum Leo dan Arga, sikap mereka, dan kini kemunculan pria penjaga kantin… semua terasa seperti potongan puzzle yang belum lengkap.

“Ar, kita ke kelas yuk,” ucap Rindi pelan, mencoba memecah suasana tegang. Ia menggenggam tangan Arga, berusaha menariknya.

Namun Arga tetap diam, matanya tak berpaling dari pria itu.

“Aku mau beli minuman dulu, Rin. Kamu ke kelas duluan saja,” katanya datar.

Rindi menatapnya sebentar, ragu. Ada sesuatu yang aneh—hubungan diam-diam antara tatapan Arga dan pria itu terasa seperti percakapan tanpa kata. Namun akhirnya ia memilih mundur.

“Baik… tapi jangan lama-lama, ya.”

Begitu Rindi menghilang di balik pintu kantin, suasana menjadi hening. Hanya tersisa suara langkah pelan Arga menuju meja kantin, matanya terus mengamati sekitar.

Pria penjaga kantin itu mengikuti dari belakang. Senyumnya tetap terpasang, tapi entah kenapa, senyum itu justru membuat udara terasa semakin berat.

Saat Arga mulai memilih jajanan di meja, penjaga kantin sudah berdiri di seberang, layaknya pelayan biasa yang menunggu pembeli. Tapi tatapan matanya tetap sama seperti tadi—tenang di permukaan, namun terasa menembus.

“Jangan lihat aku seperti itu,” ucap Arga pelan, suaranya nyaris seperti bisikan. Tangannya meraih roti bungkus, tapi gerakannya terasa kaku.

Pria itu hanya menghela napas, lalu menunduk, merapikan beberapa bungkus snack ke tempat semula.

“Kenapa? Apakah kamu merasa terganggu?” tanyanya, nada suaranya terdengar biasa, tapi di baliknya ada sesuatu yang lain—sesuatu yang membuat udara di antara mereka terasa padat.

Arga berhenti memilih. Ia mematung, roti bungkus masih berada di genggaman. Mata Arga perlahan mengangkat, menatap pria itu tanpa berkata-kata, seakan sedang menimbang-nimbang apakah ia harus menjawab… atau pergi begitu saja.

1
Corina M Susahlibuh
lanjut dong cerita nya Thor
nunggu banget nih lanjutannya
tukang karang: terimakasih atas penantian nya dan juga komen nya, bab apdet setiap hari kak di jam 12 siang🙏🙏
total 1 replies
Aixaming
Bener-bener rekomendasi banget buat penggemar genre ini.
tukang karang: makasi kak, maaf aku baru pemula🙏🙏
total 1 replies
Celia Luis Huamani
Wah, seru banget nih ceritanya, THOR! Lanjutkan semangatmu!
tukang karang: siap, bantu suport ya🙏🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!