NovelToon NovelToon
A Promise Between Us

A Promise Between Us

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers
Popularitas:686
Nilai: 5
Nama Author: Faustina Maretta

Seorang wanita muda dengan ambisinya menjadi seorang manager marketing di perusahaan besar. Tasya harus bersaing dengan Revan Aditya, seorang pemuda tampan dan cerdas. Saat mereka sedang mempresentasikan strategi marketing tiba-tiba data Tasya ada yang menyabotase. Tasya menuduh Revan yang sudah merusak datanya karena mengingat mereka adalah rivalitas. Apakah Revan yang merusak semua data milik Tasya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Handoko Group

Setelah pemeriksaan darah dan pertemuannya dengan Tante Bella, Tasya pulang dengan hati yang penuh campur aduk. Kata-kata tes ulang masih bergema di kepalanya. Ia ingin menangis, ingin berteriak, tapi ia tahu itu tidak akan mengubah apa pun.

Begitu sampai di rumah, ia langsung masuk ke kamar. Alih-alih berbaring dan beristirahat seperti anjuran dokter, Tasya justru membuka laptopnya. Jari-jarinya sibuk menari di atas keyboard, mencoba menenggelamkan rasa takutnya ke dalam tumpukan angka dan laporan.

"Kalau aku terus kerja, aku nggak akan sempat mikir yang aneh-aneh," gumamnya lirih.

Hampir dua jam kemudian, pekerjaannya selesai. Ia membaca ulang sekali lagi sebelum akhirnya mengirimkannya lewat email ke Revan. Saat tombol send ditekan, Tasya menghela napas lega seolah beban di dadanya berkurang sedikit saja.

Sementara itu, di kantor, Revan baru saja menyelesaikan rapat ketika notifikasi email masuk ke laptopnya. Ia membuka, lalu menemukan nama Tasya tertera di kotak masuk.

Alisnya langsung berkerut. Membaca isi lampiran laporan itu membuat hatinya sedikit panas. Harusnya dia istirahat, kenapa malah kerja?

Revan menyandarkan tubuhnya di kursi, mengusap wajahnya pelan. Rasa kecewa bercampur khawatir menguasai dadanya. Dia menatap layar laptop itu lama, sebelum akhirnya menutupnya dengan kasar.

Sore harinya, setelah pulang kerja, Revan mampir ke toko buah. Tangannya sibuk memilih apel, jeruk, hingga anggur segar, semuanya dimasukkan ke dalam kantong besar. Ada sesuatu dalam dirinya yang tak bisa tenang sebelum memastikan Tasya benar-benar baik-baik saja.

Sesampainya di depan rumah Tasya, ia menarik napas panjang, menenangkan diri. Begitu pintu dibuka, Tasya berdiri di sana dengan wajah sedikit terkejut.

"Revan?" suaranya bingung. Matanya langsung tertuju pada kantong besar penuh buah-buahan di tangan Revan. "Ngapain kamu bawa ..."

Revan hanya mengangkat kantong itu sedikit. "Buat kamu. Biar cepet sembuh. Katanya vitamin penting buat pemulihan."

Tasya terdiam, bingung harus bereaksi seperti apa. Selama ini hubungan mereka lebih sering diwarnai persaingan dan sindiran. Kini, tiba-tiba Revan berdiri di depan pintunya dengan perhatian yang begitu nyata.

Ia berdeham, mencoba menutupi canggungnya. "Makasih … tapi kamu nggak perlu repot-repot."

Revan menatapnya lekat, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Kalau untuk kesehatan kamu, itu nggak bakalan repot, Sya."

Tasya akhirnya membuka pintu lebih lebar. "Udah keburu bawain segini banyak, ya udah … masuk aja."

Revan melangkah masuk, meletakkan kantong buah di meja ruang tamu. Ia duduk santai di sofa, matanya tetap mengawasi Tasya. "Harusnya kamu istirahat, bukan malah kerja dan bikin laporan."

Tasya menyilangkan tangan di dada, pura-pura tak peduli. "Aku nggak bisa diem. Lagian aku cuma ngerjain yang ringan. Nggak perlu khawatir segitunya."

Revan mendesah, menatapnya dengan ekspresi setengah kesal setengah khawatir. "Kamu keras kepala banget."

Tasya menahan tawa. Jujur, perhatian Revan yang tiba-tiba begini membuatnya geli. Dulu setiap mereka bertemu di kantor, obrolannya hanya seputar deadline, presentasi, atau persaingan untuk jadi yang terbaik. Dan sekarang? Revan duduk di ruang tamunya, membawakan buah-buahan, dengan wajah serius seperti seorang kakak yang menjaga adik.

"Lucu aja sih …" gumam Tasya tanpa sadar.

"Apa yang lucu?" Revan mengerutkan dahi.

Tasya buru-buru menggeleng. "Nggak, nggak ada."

Sebelum Revan sempat bertanya lagi, suara langkah terdengar dari arah lorong. Papa Tasya muncul, mengenakan piyama rumah. Matanya langsung membesar melihat seorang laki-laki duduk di ruang tamu bersama putrinya.

"Anastasya," suara Papanya penuh keheranan sekaligus curiga. "Kamu nggak pernah bawa teman cowok ke rumah. Ini siapa?"

Wajah Tasya langsung memanas. "Pa! Jangan salah paham. Ini Revan, atasanku di kantor."

"Oh … atasan," Papa mengangguk, meski sorot matanya masih penuh tanya. "Ya sudah. Papa masuk kamar dulu. Silakan lanjutkan ngobrolnya." Ia tersenyum tipis lalu melangkah pergi, meninggalkan suasana kikuk.

Begitu pintu kamar tertutup, Tasya langsung menatap Revan dengan canggung. "Maaf, Papa suka … salah sangka gitu."

Revan tersenyum miring, menatapnya dengan tatapan yang sulit ditebak. "Nggak masalah. Justru … aku baru sadar satu hal."

Tasya mengangkat alis. "Apa?"

"Kamu ternyata ambisius banget soal kerjaan. Mandiri. Padahal … aku kira anak orang kaya biasanya lebih santai."

Tasya langsung terdiam. Jantungnya berdegup kencang. "Kamu … tahu?"

Revan menyandarkan tubuhnya di sofa, menatapnya lekat. "Ya jelas tahu. Siapa yang nggak kenal Tian Handoko? Anastasya Putri Handoko … putri pemilik Handoko Group."

Tasya terperangah. Selama ini ia berusaha menyembunyikan identitas keluarganya di kantor, ingin dikenal karena kemampuannya sendiri, bukan karena nama besar ayahnya. Tapi Revan … rupanya sudah tahu sejak awal.

Tasya masih menatap Revan dengan mata melebar. Suaranya keluar lebih cepat daripada pikirannya.

"Revan … jangan bilang siapa-siapa di kantor, ya."

Revan menaikkan satu alis, ekspresinya tenang tapi penuh rasa ingin tahu. "Kenapa? Itu bukan hal buruk, Tas. Malah bikin semua orang segan sama kamu."

Tasya menggeleng keras, hampir panik. "Justru itu masalahnya. Aku nggak mau orang-orang ngehargain aku cuma karena nama Handoko. Aku kerja mati-matian biar mereka tahu aku mampu karena diriku sendiri, bukan karena Papa atau Handoko Group."

Revan terdiam, memperhatikan Tasya yang terlihat begitu serius. Baru kali ini ia melihat sisi lain dari gadis yang biasanya keras kepala dan selalu bersaing dengannya di kantor. Ada ketakutan yang benar-benar nyata di balik sorot matanya.

"Jadi selama ini kamu sembunyiin semua itu …" gumam Revan pelan.

Tasya menggigit bibir bawahnya, lalu menatap Revan penuh harap. "Iya. Jadi, tolong … jangan bocorin ini ke siapa pun. Anggap kamu nggak tahu apa-apa."

Hening sejenak memenuhi ruang tamu. Revan bersandar ke sofa, lalu menghela napas panjang. Senyum tipis akhirnya terlukis di bibirnya.

"Tenang aja. Aku bukan tipe orang yang nyebarin rahasia orang lain. Lagi pula, aku lebih respect sama kerja keras kamu daripada nama besar keluargamu."

Kata-kata itu membuat hati Tasya bergetar aneh. Ada rasa lega, tapi juga ada sesuatu yang hangat menjalari dadanya. Ia menunduk, berusaha menyembunyikan pipinya yang memerah.

"Thanks …" suaranya lirih.

Revan hanya menatapnya, kali ini tanpa senyum mengejek atau tatapan kompetitif. Yang ada hanyalah tatapan tulus, seakan ia baru menemukan sisi baru dari Tasya yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Tasya menyandarkan tubuhnya di kursi, matanya menatap lurus ke arah Revan. "By the way, ada perkembangan nggak soal siapa yang udah ngacak-ngacak data presentasi kita waktu itu?"

Pertanyaan itu membuat Revan terdiam sejenak. Rahangnya menegang, seperti sedang menimbang sesuatu. Ia menunduk, mengetukkan jarinya ke meja, lalu menghela napas pelan.

"Ada sih … beberapa orang yang aku curigai," jawabnya akhirnya, suara rendah dan hati-hati. "Tapi aku belum bisa sebut nama ke kamu, Sya. Soalnya … belum ada bukti kuat."

Tatapan Tasya makin tajam, tapi ia hanya mengangguk pelan, mencoba membaca ekspresi Revan yang jelas menyembunyikan sesuatu.

TO BE CONTINUED

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!