Hidup Edo menderita dan penuh hinaan setiap hari hanya gara-gara wajahnya tidak tampan. Bahkan ibu dan adiknya tidak mau mengakuinya sebagai bagian dari keluarga.
Dengan hati sedih, Edo memutuskan pergi merantau ke ibu kota untuk mencari kehidupan baru. Tapi siapa sangka, dia malah bertemu orang asing yang membuat wajahnya berubah menjadi sangat tampan dalam sekejap.
Kabar buruknya, wajah tampan itu membuat umur Edo hanya menjadi 7 tahun saja. Setelah itu, Edo akan mati menjadi debu.
Bagaimana cara Edo menghabiskan sisah hidupnya yang cuma 7 tahun saja dengan wajah baru yang mampu membuat banyak wanita jatuh cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HegunP, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Mencari Tempat Tinggal
“Pacar?” Edo kaget. Bisa-bisanya datang cewek asing langsung ngajak jadi pacar.
“Mau gak? Harus mau ya,” desak si cewek cantik sambil merangkul lengan Edo kuat-kuat.
Edo bingung antara kaget dan merasa aneh. Baru pertama kali dalam hidupnya dirangkul dan dimintai jadi pacar. Biasanya selalu dijauhi dan dikucilkan.
“Tunggu. Aku juga mau jadi pacar dia!” Tiba-tiba datang cewek cantik lain yang juga memaksa untuk jadi pacar Edo. Dia pun langsung merangkul kuat lengan Edo yang satunya.
“Nama mas siapa?”
“Anu … namaku E—”
“Pergi! Aku yang nemu cowok ganteng ini duluan!” potong cewek cantik pertama sambil menarik kuat lengan Edo. Mengusir cewek kedua.
“Siapa cepat dia dapat!” balas cewek kedua, balas menarik lengan Edo agar mendekat ke dirinya, tidak mau kalah.
“Kaka ini punyaku!”
“Gak. Ini punyaku!”
Dan akhirnya, cewek pertama dan cewek kedua saling tarik-menarik lengan Edo, seperti mainan yang sedang diperebutkan. Itu membuat Edo kesakitan akibat dua lengannya ditarik paksa.
Karena tidak tahan diperlakukan seperti boneka, Edo melepas paksa dua lengannya sendiri dari dua cewek tersebut.
“Aku gak tahu kalian berdua siapa, tapi jangan tarik-tarik. Sakit. Saya pamit pergi dulu!” ujar Edo, tetap berusaha ramah.
Akan tetapi, saat Edo akan melangkah pergi, terlihat segerombolan cewek lain dari arah lain mendekat sambil teriak-teriak.
“Cogan. Minta nomor HP dong!”
“Nikahi aku Kaka Ganteng!”
“Hai cogan. Kokop aku dong.”
Terlihat jelas cewek-cewek itu nampak seperti singa-singa betina yang kelaparan dan ingin memangsa Edo.
“Woy, ganteng jangan kabur! Tunggu kami!” teriak salah satu dari mereka saat melihat Edo yang dengan cepat ambil langkah seribu.
Jelas Edo melakukan itu karena ia yakin akan ditarik-tarik seperti tadi. Dua cewek saja bikin lengan kesakitan, apalagi cewek sebanyak itu.
Edo terus berlari sampai ia tidak melihat rombongan cewek-cewek lagi di belakangnya. Dia lalu bersembunyi di sebuah gang.
“Kenapa cewek-cewek itu sampai tergila-gila begitu, sih?” seru Edo sambil mengatur napasnya.
Cuaca siang hari ini terasa sangat panas. Sekujur tubuh Edo jadi makin dibuat berkeringat. “Begini toh rasanya jadi orang ganteng. Seru, sih, bisa dikejar-kejar cewek cantik. Tapi ko aku takut, ya?” ucapnya sambil menyeka keringat di dahinya.
Otaknya jadi berkhayal, andai tadi tidak lari dan membiarkan gerombolan cewek itu menangkap dirinya, Edo yakin akan dibawa paksa ke sebuah gudang, disekap, lalu dipakai sepuasnya.
Edo bergidik hebat, melihat akhir cerita dari khayalannya sendiri. “Pasti begitu nasibku. Ngerinya!”
Tidak mau berlama-lama duduk, Edo melanjutkan perjalanannya untuk mencari kosan murah. Ia menyusuri jalan perumahan yang cukup asri yang tidak terlalu ramai.
Karena sudah waktunya makan siang, perutnya jadi keroncongan. Edo memutuskan mencari makan dulu baru lanjut mencari kosan. Dia menemukan sebuah warung makan bertuliskan ‘Warung Makan Pak Taufik’ yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.
Edo pergi masuk ke warung tersebut. Ternyata di dalam sepi, tidak ada satupun pembeli. Hanya ada seorang bapak-bapak paruh baya yang tidur pulas, merebahkan kepala ke tepi meja makan pembeli.
“Permisi, apa warungnya buka? Saya mau makan!” panggil Edo sambil mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Berharap suara kerasnya bisa memanggil pemilik warung yang entah dimana sekarang.
Dari arah pintu dalam, seorang remaja cantik keluar. Dia melihat kehadiran sosok Edo dan seketika diam bak membeku di tempat.
“Permisi. Kamu yang punya warung, ya? Aku mau beli.” Edo menyapa ramah cewek itu.
Bukannya menjawab, cewek itu tetap diam terperanga. Di matanya, ia melihat wajah Edo bersinar bagaikan rembulan. Serta tubuh tinggi Edo yang atletis membuat jantungnya berdebar-debar.
Secepat kilat, cewek itu datang mendekat sampai wajah cantiknya berjarak hanya 5 cm dengan wajah tampan Edo.
Edo tentu kaget sampai mundur beberapa langkah.
“Pangeran … ” kata si cewek dengan tatapan penuh cinta dan suara sedikit men-des ah.
“Bukan. Aku bukan pangeran. Bisa aku beli sesuatu untuk makan siang?”
“Bisa-bisa. Tapi boleh kenalan dulu gak? Namaku Miya, kalau Kaka?” Si cewek menjulurkan tangannya.
“Namaku Edo.” Edo menyalami tangan Miya dengan sedikit grogi.
“Edo? Ko gak cocok sama wajah gantengmu. Aku ganti nama Kakak jadi Pangeran aja, ya.” Miya memberikan tatapan imut layaknya kucing.
“Te–terserah kau saja. Yang penting bisa makan. Aku lapar.”
Wajah Miya langsung jadi sumringah. Dia lalu cepat mendatangi seorang bapak-bapak yang dari tadi sedang tidur itu.
“Pak bangun! Ada pembeli, nih!” teriaknya sambil menggerak-gerakkan bahu si bapak.
Rupanya, bapak-bapak yang tidur itu adalah si pemilik warung dan si cewek bernama Miya adalah putrinya. Sontak si bapak penjual terbangun.
“Wah. Ada pembeli, mau makan apa?” sambutnya sambil berdiri tegak dan mengusap-usap sudut bibirnya.
“Nasi putih, sayur, sama orek tempe aja, Pak.”
“Siap. Tunggu ya.” Si bapak itu kemudian pergi ke etalase menu, menyiapkan makanan pesanan Edo.
Tidak sampai satu menit, hidangan pun tersaji. Sepiring menu makan siang dan es teh siap disantap.
Baru saja Edo akan menyantap menu makan siangnya, si cewek bernama Miya itu datang lagi dan duduk di sebelah Edo dengan tangan membawa sepiring nasi juga.
“Makan siang bareng, yuk,” katanya, tersenyum lebar.
Edo mengangguk ragu, lalu menyantap makanannya.
Selama menikmati makanan, tidak ada obrolan yang terjadi. Tapi tetap saja, Edo merasa terganggu dengan kehadiran cewek di sebelahnya itu.
Bagaimana tidak, Miya ikut makan tapi sambil terus memandangi Edo dengan tatapan cinta dan penuh kagum dari samping. Itu membuat Edo jadi terus salah tingkah.
“Benar-benar gak nyaman dilihatin terus kaya gini,” keluh Edo dalam batin.
Edo paham kalau perilaku aneh cewek di sebelahnya ini pasti terpikat kepada wajah tampannya. Meski begitu, bagi Edo yang aslinya cowok jelek yang berubah jadi tampan gara-gara kutukan, mendapatkan perlakuan spesial seperti ini jadi terasa sedikit geli.
Mungkin karena dia belum terbiasa dan masih kaget saja. Apalagi sebelum ini habis dikejar-kejar gerombolan cewek-cewek.
Tak butuh waktu lama, Edo selesai menyantap makan siangnya. Karena perutnya sudah terisi, itu membuat otaknya jadi lancar mendapatkan ide untuk menemukan kosan.
Edo menepuk jidat. “Astaga, ngapain aku cari kosan ke sana kemari. Aku kan bisa pakai HP. Tinggal ketik di pencaharian, nanti keluar kosan di sekitar sini yang harganya murah.”
Edo mulai mengetik di pencarian HP-nya. Muncul banyak pilihan tempat kosan di sekitar perumahan ini, tapi harganya sekitar satu jutaan per bulan. Uangnya tidak cukup jika harga segitu.
“Oh, Kak Pangeran dari luar kota, ya, terus lagi nyari kosan.” Tanpa Edo sadar, Miya ternyata dari tadi mengintip layar HP Edo dari samping.
Edo menoleh kaget. “Iya. Aku perantau. Baru semalam nyampe sini. Kamu tahu gak dimana kosan di wilayah ini yang biaya bulanannya gak sampek sejuta?”
“Gak ada. Harga segitu sudah harga umum.”
“Oh begitu.” Edo tertunduk lemas. Bingung harus apa sekarang. Uangnya benar-benar tidak cukup.
“Tapi kalau Kak Pangeran mau, bisa kok tinggal di sini. Kebetulan ada kamar kosong. Kaka juga bisa ikut kerja jualan bareng bapak. Kalau mau sih,” tawar Miya sambil memangku dagu, tak bosan-bosan melihat ketampanan Edo.
“Hah beneran? Kalau dibolehin, aku mau!” ujar Edo dengan mata berkaca-kaca, membuat Miya jadi tersipu malu.
“Tapi ada syaratnya,” ucap Miya.
“Syarat?”
“Iya. Gampang ko. Kak Pangeran harus tidur sama aku malam ini.”