NovelToon NovelToon
Petaka Jelangkung

Petaka Jelangkung

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Mata Batin / TKP / Hantu / Tumbal
Popularitas:849
Nilai: 5
Nama Author: lirien

Sekelompok remaja yang agak usil memutuskan untuk “menguji nyali” dengan memainkan jelangkung. Mereka memilih tempat yang, kalau kata orang-orang, sudah terkenal angker, hutan sunyi yang jarang tersentuh manusia. Tak disangka, permainan itu jadi awal dari serangkaian kejadian yang bikin bulu kuduk merinding.

Kevin, yang terkenal suka ngeyel, ingin membuktikan kalau hantu itu cuma mitos. Saat jelangkung dimainkan, memang tidak terlihat ada yang aneh. Tapi mereka tak tahu… di balik sunyi malam, sebuah gerbang tak kasatmata sudah terbuka lebar. Makhluk-makhluk dari sisi lain mulai mengintai, mengikuti langkah siapa pun yang tanpa sadar memanggilnya.

Di antara mereka ada Ratna, gadis pendiam yang sering jadi bahan ejekan geng Kevin. Dialah yang pertama menyadari ada hal ganjil setelah permainan itu. Meski awalnya memilih tidak ambil pusing, langkah Kinan justru membawanya pada rahasia yang lebih kelam di tengah hutan itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lirien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kembali

Ia menaruhnya seadanya, lalu kembali menoleh ke kaca, berharap ada seseorang di luar sana yang membukakan pintu untuknya.

Namun, setengah jam berlalu, tak seorang pun muncul. Ratna duduk kembali, membuka buku misterius itu. Iseng, ia mengeluarkan pena dari saku ransel, lalu menuliskan sesuatu di lembar pertama.

"Kenapa nasib baik seolah gak berpihak sama aku? Setiap hari cuma jadi bahan olokan manusia seperti Kevin dan teman-temannya. Bobi, Agam, Kila... emangnya kalian gak bosan nindas aku terus? Kenapa sih kalian puas banget bikin aku kayak gini?"

Ratna meluapkan kekesalannya lewat tulisan. Pena digenggam erat, seakan ingin dipatahkan. "Padahal kalau kalian sadar, ada hakikatnya tabur tuai. Apa yang kalian tanam, kalian juga bakal memanen hasilnya."

Dengan kasar, Ratna menutup buku dan menyimpannya. Kali ini tangisnya tak tertahankan lagi. Ia menunduk di atas lutut yang ditekuk, isakannya mengalun di ruangan sepi. Tanpa disadari, sampul buku yang ia letakkan di atas ransel mulai mengeluarkan asap tipis.

Tak lama kemudian, pintu kelas terbuka secara kasar, menghantam dinding di belakangnya. Ratna sontak terkejut, matanya melebar karena di luar tampak kosong. Namun detik berikutnya, seorang pria berpakaian sekuriti menolehkan kepalanya.

"Ya Allah... Neng Ratna. Ngapain Neng malah nangis di sini? Kirain tadi ada hantu." Ia bergidik. "Yang lain mah udah pada pulang, Neng."

"Pak Warjo." Ratna mengusap pipinya yang basah, lalu bangkit sambil merangkul barang-barangnya. "Pak Warjo makasih. Tadi aku kekunci di sini. Gabisa keluar."

Satpam itu menggaruk pelipisnya heran. Belum sempat bertanya lebih jauh, Ratna langsung pamit dan berlari menuju luar gedung, menuju pemberhentian bus. Ia harus mengirit karena uang kiriman tantenya menipis bulan ini, sehingga tak bisa memesan ojek online, meski ingin cepat tiba di kosan.

Setelah lima belas menit menunggu, sebuah bus pun tiba. Ratna lekas naik dan duduk di kursi kosong. Banyak tempat duduk tak berpenghuni, sehingga ia sedikit lega. Namun, ia hampir melempar senyum ramah ke arah seorang wanita yang duduk di jok paling belakang—beruntung, ia segera sadar. Wanita itu menatap kosong, dan separuh kepalanya tampak hilang.

"Sal... lebih baik kamu hati-hati. Di dunia ini banyak hantu. Manusia yang kelakuannya kayak setan juga gak sedikit," ucap Ratna pada diri sendiri, diakhiri helaan napas berat.

......................

Sampai di rumah, Kevin melempar tasnya sembarangan, begitu pula sepatunya. Ia jatuh ke kasur empuk berukuran super single. Dinding berwarna abu-abu dipenuhi lukisan abstrak hasil karyanya dan karya pelukis lain.

Usia 17 tahun, wajahnya terlihat lelah. Tubuhnya terasa lengket, namun ia terlalu malas untuk mandi—padahal kamar mandi tersedia. Matanya terpejam, menarik napas panjang, menghirup aroma citrus yang kuat.

Terdengar ketukan pintu. Kevin mempersilakan masuk. Seperti biasa, Bi Asih membawa susu setiap malam. Karena anak tuannya baru pulang, tentu ada sepiring nasi lengkap dengan lauk-pauk.

"Padahal gak usah, Bi. Lagian udah malem, udah jam delapan. Gak sehat makan malem-malem," ucap Kevin lemas.

"Ya gak apa-apa atuh, Mas. Kan, siapa tau Mas Kevin teh laper. Orang Ibu sama Bapak udah nyuruh kayak gitu tadi di telepon," ujar wanita berusia 55 tahun sambil menaruh nampan di atas nakas.

"Oh, mereka gak pulang lagi? Baguslah..."

"Katanya ada kerjaan. Emangnya gak nelepon ke Mas Kevin kitu?"

Kevin hanya menggeleng. Ia memutar tubuhnya membelakangi Bi Asih, yang berpamitan sambil mengingatkan agar makanan yang dibawa dihabiskan.

Pintu kamar ditutup. Kevin kembali bangkit, mengambil tasnya karena teringat ponsel ada di dalamnya. Ia membuka kantung depan—kosong. Lantas hendak membuka kantung belakang, tetapi tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.

"Masuk aja, Bi!" teriak Kevin.

Ketukan itu semakin keras dan cepat. Merasa aneh, ia turun dari ranjang dengan rasa kesal, mengira Bi Asih hanya bercanda. Saat pintu dibuka, di luar tak ada seorang pun.

"Bi, Bi Asih!" panggil Kevin dengan suara lembut, bulu kuduknya meremang. Ia mencoba menenangkan diri, menganggap itu hanya perasaannya saja.

Hening. Pintu menutup lagi. Kevin hendak berbalik, tapi ketukan terdengar kembali. Dengan kesal, ia menarik pintu, lagi-lagi sepi. Kali ini ia menutup pintu setengah membantingnya, lalu buru-buru naik ke ranjang.

"Bangsat! Mau coba ngerjain gue. Dahlah, gue cepek!" gerutunya.

Kembali ke awal, Kevin membuka tas ranselnya. Tapi, begitu melihat ke dalam, ia berteriak dan membanting tas ke dinding. Boneka jelangkung yang dulu mereka tenggelamkan, tiba-tiba muncul lagi di tasnya.

Napas Kevin tersengal, darahnya berdesir kencang. Seluruh tubuhnya mendadak dingin, jantung berdegup kencang. Ia berusaha menenangkan diri, turun dari ranjang, dan mengambil tas lagi untuk meraih ponsel.

Setelah berhasil, ia memotretnya, lalu mengirim ke grup genknya. Disertai kata-kata kasar, Kevin mencaci maki seluruh anggota grup supaya mengaku siapa yang memasukkan boneka itu ke tasnya.

Tentu saja, mereka yang masih online langsung kaget.

[Hah? Kok, bisa] balas Vani

[Sumpah, ini gak mungkin si Ratna lagi kan?] Kila muncul di grup.

Lalu Bobi ikut menimpali: [Shit! Gue yakin dari awal, ini pertanda. Ini gara-gara lu Kevin, ngapain juga lu pake ngajak main jelangkung]

[Heh, Bangsat! Lu jangan pura-pura lupa siapa yang nyalain api di gua.]

Semua mulai panik. Tidak ada lagi yangberani membalas. Ghali terus saja mengintimidasi Azzam, melimpahkan semua kesalahannya pada Azzam. Ghali mengatakan, mungkin kalau api tidak dinyalakan, setan-setan tidak akan muncul.

[Besok kalian datang ke sini, gue gak mau tahu! Kita buang benda silan ini. Gimana pun caranya]

Ghali melempar ponsel ke tempat tidur. Ia sendiri buru-buru keluar dari kamar. Ghali memilih berdiam di lantai bawah, tepatnya di ruang keluarga. Dengan ekspresi panik, ia mondar-mandri, mencoba mencari solusi.

Pandangannya beralih pada jendela besar yang menghadap ke kolam renang. Secara tiba-tiba ia melihat sesuatu jatuh ke kolam, dengan jeritan yang begitu melengking. Ghali langsung berlari, memastikan benda apa tadi. Ia menggeser paksa pintu yang juga terbuat dari kaca.

Suasana justru sepi. Hanya saja air di kolam tampak kurang tenang, bergerak-gerak seperti bekas dipakai seseorang. Ghali langsung berlari ke dalam, meraih telepon rumah untuk menelepon Bariz.

Semua mulai panik. Tidak ada lagi yang berani membalas. Kevin terus mengintimidasi Bobi, melimpahkan semua kesalahannya padanya. Ia menekankan bahwa mungkin jika api tidak dinyalakan, setan-setan itu tak akan muncul.

[Besok kalian datang ke sini, gue gak mau tahu! Kita buang benda silan ini. Gimana pun caranya]

Kevin melempar ponsel ke tempat tidur, lalu buru-buru keluar dari kamar. Ia memilih berdiam di lantai bawah, tepatnya di ruang keluarga. Dengan ekspresi panik, ia mondar-mandir, mencoba mencari jalan keluar dari masalah yang tiba-tiba menghimpit.

Pandangannya tertuju pada jendela besar yang menghadap kolam renang. Tiba-tiba, sesuatu jatuh ke kolam dengan jeritan yang begitu melengking. Kevin langsung berlari, ingin memastikan benda apa yang jatuh itu. Ia mendorong pintu kaca dengan paksa.

Suasana justru sepi. Hanya air kolam yang tampak bergerak tak tenang, bergelombang seolah baru saja disentuh seseorang. Kevin langsung berlari ke telepon rumah, hendak menelepon Agam.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!