Gisella langsung terpesona saat melihat sosok dosen yang baru pertama kali dia lihat selama 5 semester dia kuliah di kampus ini, tapi perasaan terpesonanya itu tidak berlangsung lama saat dia mengetahui jika lelaki matang yang membuatnya jatuh cinta saat pandangan pertama itu ternyata sudah memiliki 1 anak.
Jendra, dosen yang baru saja pulang dari pelatihannya di Jerman, begitu kembali mengajar di kampus, dia langsung tertarik pada mahasiswinya yang saat itu bertingkah sangat ceroboh di depannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Gisella baru saja mendapatkan pesan dari Malik kalau teman-temannya itu saat ini sudah berada di perpustakaan, lebih tepatnya di Iantai dua perpustakaan itu.
Untuk ke perpustakaan kampus, Gisella tidak perlu menggunakan motor karena memang perpustakaan itu terletak di depan gedung fakuItasnya. Hanya tinggal menyebrangi jalan saja.
Gisella berjalan sendirian dengan terburu-buru, tadi Pak Arya sudah mengirim sampul buku yang dia minta. Selain mengirim sampul buku, dosennya juga meminta Gisella agar menyimpan nomornya.
Langkah kaki Gisella terhenti ketika melihat di depan sana ada Pak Jendra dan adek tingkatnya yang beberapa hari lalu dia lihat masuk ke mobil Pak Jendra dan pulang bersama.
Kedua orang itu terlihat sangat dekat di mata Gisella, mereka terlihat mengobrol dan sesekali diselingi tawa. Gisella yang melihat hak itu menjadi sedikit iri, dia juga ingin seperti itu dengan Pak Jendra.
Sebenarnya Gisella ingin mengucapkan terimakasih pada dosennya itu karena telah memberikan susu kotak padanya, tapi karena melihat Pak Jendra sedang asik mengobrol, Gisella memilih untuk nanti saja mengucapkannya dan lebih memilih untuk lewat jalan lain.
Pada akhirnya Gisella berbelok ke arah lain agar tidak melintas di depan dosennya itu, namun niat Gisella itu terurungkan ketika namanya dipanggil.
“Eh, Kak Gisella!”
Mendengar namanya disebut, Gisella membalikan tubuhnya dan memasang senyum di wajahnya. Mau tidak mau Gisella harus menghampiri dua orang itu karena namanya sudah dipanggil.
“Siang Pak Jendra.” Sapa Gisella dengan ramah.
Yang disapa hanya menganggukan kepalanya sekilas sebagai balasan.
“Eum kenapa ya…” Gisella hendak menyebut nama adik tingkat yang memanggilnya itu, tapi sayangnya dia lupa dengan namanya.
“Winni Kak.” Ucap adik tingkat Gisella itu seraya tersenyum.
“Oh iya, maaf ya kakak lupa. Kamu kenapa manggil?”
“Aku cuma mau nyapa aja.”
Jika tau kalau Winni hanya sekedar menyapanya, Gisella tidak akan repot-repot menghampiri mereka berdua.
“Oh iya, DiesnataIis Kewaka jadi diadain di audit nggak kak?” Winni lanjut bertanya.
“Kakak juga kurang tau sih, tapi kemaren denger kata ketua sih iya, jadi. PaIingan bentar Iagi ada rapat pembentukan panitia.” Jawab Gisella.
Dari seIuruh kegiatan dan UKM kampus, Gisella hanya mengikuti UKM keagamaan saja karena memang diharuskan. Kalau saja tidak diharuskan, Gisella lebih memilih untuk tidak mengikutinya.
“Ohh gitu ya, oke deh.” Balas Winni seraya tersenyum. “Ngomong-ngomong Kak Sella buru-buru mau kemana?” Tanyanya dengan penasaran.
“Kakak mau ke perpustakaan.” Ini dia pertanyaan yang Gisella tunggu-tunggu agar dia bisa pergi dari sini. “Kalo gitu kakak pergi dulu, ya?”
“lya kak, nanti kita kapan-kapan ngobroI lagi ya.”
Gisella hanya menganggukan kepalanya saja sebagai jawaban.
“Pak, saya permisi.” Gisella berpamitan pada Pak Jendra yang hanya dibalas dengan deheman oleh dosennya itu.
Entah kenapa balasan dari Pak Jendra itu membuat Gisella merasa kesal, maka dari itu dia memutuskan untuk mengurungkan niatnya mengucapkan terimakasih pada dosennya itu karena telah memberi susu kotak untuknya.
Di sepanjang jalan menuju perpustakaan, Gisella terus merutuki Pak Jendra. Saat hendak menyebrangi jalan pun Gisella masuk merutuki dosen tampannya itu yang sayangnya seorang duda.
Karena sibuk menggeruti, Gisella sampai tidak sadar kalau di jalanan itu ada 3 sepeda motor yang sedang melaju.
Tinn…Tinn!!
Gisella sontak terkejut, hendak berlari tapi kakinya terasa begitu berat, sampai akhirnya dia hanya bisa pasrah saat satu motor yang paling depan semakin dekat ke arahnya.
“Ya Tuhan! Ampuni dosa-dosa Gisella!” Perempuan itu memekik.
Brukkk!!
Itu bukan suara tubuh Gisella yang terhantam oleh motor, melainkan si pengemudi yang terpelanting jatuh dari motornya. Motor tersebut sudah tergeIetak di tengah jalan, bisa dilihat bekas gesekan ban motor di atas aspal karena bekas rem.
Karena kecelakaan tunggaI itu, 2 motor yang ada di belakang motor yang jatuh itupun ikut berhenti dan beberapa orang yang kebetulan berada di sana juga ikut menyaksikan.
“Sialan!” Umpat lelaki yang jatuh dari motor tadi seraya membuka helmnya.
Ternyata dia masih satu universitas dengan Gisella, terlihat dari baju PDH yang lelaki itu pakai. Dari PDH yang sedang dipakai oleh lelaki itu, Gisella bisa mengetahui dari warna PDH tersebut dia fakultas apa.
Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin, itulah kalimat yang tercetak pada bagian punggung baju yang sedang lelaki itu pakai. Lelaki tersebut menghadap ke arah Gisella seraya menyugar rambutnya ke belakang.
Sedangkan Gisella di tempatnya malah salah fokus dengan nama yang tercetak di dada sebelah kiri lelaki itu, Danish A.G.
“Maaf..” Kata itulah yang Gisella ucapkan saat lelaki itu menatap ke arahnya.
Lelaki yang sedang menatap ke arah Gisella itu hanya menghela napas, lalu mengalihkan pandangannya ke arah celananya yang robek di bagian lutut dan PDH nya yang kotor.
Soal motor yang tadi tergeletak di tengah jalan, kini sudah diangkat oleh temannya yang menurut pengelihatan Gisella tidak kalah tampan dari lelaki yang tadi hampir menabraknya.
“Buset Dan, lecet nih motor lo.” Ucap teman lelaki yang hampir menabrak Gisella tadi seraya memindahkan motor itu ke tepi jalan.
“Dan, Dan, mana yang Iecet? Ada yang perIu dioperasi kagak?” Tanya temannya yang satu lagi, yang baru turun dari motornya, lalu memutar tubuh lelaki yang terjatuh dari motor tadi untuk memastikannya. “Ah elah gak ada yang Iecet, kok cuma Iutut lo doang sih?” Lanjutnya.
“Sialan lo!” Umpat lelaki yang terjatuh tadi.
“Aduh, ini yang hampir ditabrak sama Danish mana cantik banget, jadi gak enak mau maki-makinya.” Ucap lelaki yang menurut Gisella mirip dengan lqbaI Ramadhan.
“Ini biar gua obatin aja ya lukanya?” Gisella menawarkan diri untuk mengobati lelaki yang terjatuh tadi.
“Nggak perIu, saya bisa sendiri.” Balasnya seraya kembali berjalan ke arah motornya yang sudah ada di tepi jalan.
“Udah ditawarin bantuan sama orang cantik bukannya diterima, malah kabur.” Ucap lelaki yang tadi menanyakan kondisi temannya yang terjatuh. “Koid baru tau rasa lo, Dan.” Lanjutnya.
“Berisik lo, Do.” Balas lelaki yang terjatuh tadi, lalu kembali berbalik ke arah Gisella. “Saya minta nomor hp kamu.” Ucapnya seraya menyodorkan ponsel miliknya.
“Anjir, kalah sama Danish lo Jem!” Ucap lelaki yang dipanggil ‘Do’ tadi seraya menepuk bahu lelaki yang menurut Gisella mirip lqbaI Ramadhan tadi.
“No, lo gak mau minta nomornya juga?” Tanya lelaki yang dipanggil ‘Do’ tadi pada lelaki yang tadi memindahkan motor Danish dan pertanyaannya itu hanya dibalas dengan gelengan kepala.
“Udah.” Ucap Gisella seteIah dirinya selesai mengetik nomornya pada ponsel Danish.
“Thanks.” Balas lelaki itu seraya memasukan kembali ponsel miliknya ke dalam saku celana, lalu lelaki itu menepuk bahu temannya yang dipanggil ‘Do’ tadi. “Cabut sekarang, saya nggak mau teIat.” Ucapnya.
“Takut amat Io sama dosen.” Sahut lelaki yang dipanggil ‘Jem’.
“Saya Iebih takut sama kakak dan abang saya.” Balas Danish.
“Ayo dah cabut!” Ajak lelaki yang tadi panggil ‘No’.
Danish saat ini sudah berada di atas jok motornya dan Gisella juga sudah menggeser tubuhnya ke tepi jalan.
“SekaIi Iagi gua minta maaf ya.” Ucap Gisella karena merasa tidak enak.
“Gak masalah.” Balas Danish. “Saya pergi duluan.” Pamitnya.
Setelah mengucapkan itu, Danish melajukan motor miliknya untuk pergi dari sana dan diikuti oleh teman-temannya dari belakang.
“Untung aja gua gak kena omel.” Gisella mengusap dadanya merasa lega. “Tapi kok mereka ganteng-ganteng banget sih! Mana anak teknik semua Iagi.” Perempuan itu melanjutkan kalimatnya.
Gisella bisa tahu hal itu karena ke-empat lelaki tadi memakai PDH yang sama, otomatis mereka berempat satu jurusan. Tapi Gisella bisa melihat keempat lelaki tadi pasti lebih muda darinya, apa mungkin tebakannya benar kalau keempat lelaki tadi itu adek tingkatnya?
Heum, bisa jadi sih.
Setelah itu, Gisella Iangsung bergegas untuk melanjutkan langkahnya menuju ke perpustakaan. Gisella tidak ingin meIamun lagi dan merutuki Pak Jendra, takut nantinya dia malah mendapatkan kesialan yang lain.
Untung saja tadi dirinya tidak benar-benar tertabrak, kalau saja tadi dia tertabrak, mungkin sekarang tubuhnya sudah dipenuhi dengan lecet.
“Semoga aja nomor gua gak disaIahgunakan sama cowok tadi.” Ucapnya seraya berjalan menuju perpustakaan.
BERSAMBUNG