NovelToon NovelToon
Istri Yang Tak Di Inginkan Pengacara Terkenal

Istri Yang Tak Di Inginkan Pengacara Terkenal

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Cinta pada Pandangan Pertama / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:11.4k
Nilai: 5
Nama Author: Putri Sabina

Maya Amelia, seorang mahasiswi hukum Universitas Bangsa Mulya, tak pernah menyangka kalau takdir akan mempertemukannya dengan Adrian Martadinata pengacara muda,tampan,dan terkenal di kalangan sosialita.
Awalnya, Maya hanya mengagumi sosok Adrian dari jauh. Namun, karena sebuah urusan keluarga yang rumit, Adrian terpaksa menikahi Maya gadis magang yang bahkan belum lulus kuliah, dan tak punya apa-apa selain mimpinya.
Setelah Menikah Adrian Tak bisa melupakan Cinta Pertamanya Lily Berliana seorang Gundik kelas atas yang melayani Politisi, CEO, Pejabat, Dokter, Hingga Orang-orang yang punya Kekuasaan Dan Uang. Lily Mendekati Adrian selain karena posisi dirinya juga mau terpandang, bahkan setelah tahu Adrian sudah memiliki istri bernama Maya, Maya yang masih muda berusaha jadi istri yang baik tapi selalu di pandang sebelah mata oleh Adrian. Bahkan Adrian Tak segan melakukan KDRT, Tapi Ibunya Maya yang lama meninggalkannya kembali Greta MARCELONEZ asal Filipina untuk melindungi Putrinya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Sabina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Maya Dan Ayahnya Menggunakan Aplikasi Gofood.

Jam masih menunjuk pukul 05.00 pagi, tapi Maya Amelia sudah sibuk di dapur. Dengan mengenakan kaos rayon longgar dan celana kulot santai, rambutnya disanggul seadanya, Maya dengan cekatan menyiapkan sarapan untuk sang ayah. Aroma ikan kembung yang dibakar dengan bumbu khas perlahan memenuhi ruangan, menyatu dengan udara pagi yang masih segar.

Terdengar suara langkah dari kamar. Ahmad, ayah Maya, yang baru selesai salat Subuh, berjalan ke dapur, mengendus aroma yang menggoda.

“Kamu masak apa, Nduk?” tanyanya sambil tersenyum kecil, matanya menghangat melihat anak gadisnya begitu sibuk.

“Ikan bakar, Pak,” jawab Maya tanpa menoleh, masih fokus membolak-balik ikan di atas wajan grill.

“Kan Ayah suka. Lagian suatu saat nanti, aku yang lanjutin usaha Ayah. Jadi pengacara sambil urus warung makan kita. Siapa tahu bisa buka cabang,” lanjut Maya penuh semangat, matanya berbinar.

Ahmad tersenyum, bangga. “Wah, Ayah jadi makin semangat, tuh. Ya udah, Ayah mandi dulu ya. Abis itu kita sarapan bareng.”

“Iya, Pak. Aku juga hari ini nggak ada mata kuliah, jadi bisa bantu di warung.”

Ahmad mengangguk, lalu berjalan ke kamar mandi. Maya kembali menata ikan bakar di piring saji, menambahkan sambal dan lalapan di sampingnya. Ia menyiapkan dua cangkir teh manis hangat.

Sesaat kemudian, dari kamar terdengar suara Ahmad, “Nduk, Ayah udah mandi, ya. Lagi cari baju.”

“Oh ya udah, Pak. Aku makan duluan aja, ya. Nanti Ayah nyusul,” sahut Maya sambil duduk di meja makan.

Setelah sarapan nanti, Maya berencana mengajari sang ayah cara menggunakan aplikasi ojek online—khususnya fitur GoFood—supaya warung mereka bisa ikut masuk ke dunia digital. Ia tahu, warung sederhana itu bisa berkembang, asal sabar dan terus belajar.

Hari ini Maya libur kuliah. Tanpa ragu, ia putuskan untuk membantu sang ayah seharian penuh di warung makan mereka. Setelah sarapan bersama, ayah dan anak itu segera berangkat, mengendarai motor tua kesayangan Ahmad.

Sesampainya di warung, suasana masih lengang. Langit pagi mulai cerah, udara masih sejuk, dan aroma bumbu dapur menyambut mereka saat pintu warung dibuka.

Maya langsung menggulung lengan kaosnya, menyingsingkan semangat. Ia mulai membantu menata bahan-bahan masakan di dapur—sayur-sayuran segar, ikan, ayam, dan berbagai bumbu.

Tangannya cekatan mengelap meja, merapikan kursi, memastikan semuanya bersih dan siap menyambut pelanggan.

Di sisi lain, Ahmad tengah berdiri di depan para pegawai warung—dua pelayan dan satu juru masak tambahan. Ia memberikan briefing singkat pagi itu.

“Pokoknya hari ini kita jaga kualitas makanan, ya. Jangan asal-asalan. Kebersihan tetap nomor satu. Dan jangan lupa senyum ke pelanggan,” ucap Ahmad tegas tapi bersahabat.

“Iya, Pak,” jawab para pegawai serempak.

Maya ikut berdiri di samping ayahnya, mengangguk pelan. Meski statusnya masih mahasiswi, para pegawai menghormatinya sebagai anak pemilik warung, juga karena sikapnya yang selalu sopan dan tak pernah sok kuasa.

“Ayah, nanti siang aku ajarin GoFood ya. Biar warung kita bisa makin rame lewat online,” bisik Maya pelan.

Ahmad hanya mengangguk kecil sambil tersenyum bangga. Pagi itu, warung sederhana mereka terasa hidup. Bukan cuma karena persiapan dagang, tapi karena ada semangat keluarga yang saling mendukung.

Menjelang pukul 11 siang, satu per satu pelanggan mulai berdatangan. Suara deru kendaraan dari jalanan depan bercampur dengan aroma tumisan bumbu yang mengepul dari dapur. Warung kecil itu pun mulai sibuk.

Maya berdiri di belakang meja kasir, membantu mencatat pesanan sekaligus menata ulang beberapa botol sambal dan kecap. Sementara itu, Pak Ahmad cekatan di dapur, sesekali mengintip ke ruang makan untuk memastikan semuanya terkendali.

Seorang pelanggan tetap, seorang pria paruh baya berambut tipis, melambai ke arah Maya.

“Maya, seperti biasa ya, nasi ayam sambel ijo pedes banget!” teriaknya dari meja sudut.

“Siap, Pak Darto!” sahut Maya dengan senyum ramah, lalu mencatat cepat.

Pelayan warung lalu melesat membawa pesanan ke dapur. Suara piring beradu, sendok logam, dan percakapan para pengunjung mulai membentuk simfoni khas jam makan siang.

“May, itu pesanan meja dua udah jadi ya! Tolong antarin sekalian ke meja tiga yang baru duduk!” teriak salah satu pegawai dapur.

Maya mengangguk cepat, mengambil dua piring nasi ikan bakar dan sepiring tahu tempe goreng.

Ia berjalan lincah di antara meja, menyapa pelanggan satu per satu dengan sopan. Beberapa pelanggan bahkan menyapanya lebih dulu—mereka sudah terbiasa melihat Maya di warung, meski tak setiap hari ada.

“Wah Maya bantu lagi nih hari ini,” ujar seorang ibu muda sambil menyuapi anak kecilnya.

“Iya Bu, mumpung libur kampus,” jawab Maya sambil tersenyum.

Di sisi lain, Pak Ahmad sesekali berdiri di dekat dapur, memperhatikan. Pandangannya jatuh pada Maya yang sibuk namun tetap santai, melayani pelanggan dengan senyum.

Dalam hatinya, Ahmad kembali berdoa diam-diam, memohon agar Maya selalu sehat dan tetap menjadi anak yang rendah hati.

Tak terasa, warung mulai penuh. Kursi-kursi hampir tak tersisa. Suasana ramai, padat, namun teratur. Dari dapur, aroma kuah sayur asam dan ikan bakar memenuhi udara.

Tengah hari itu, warung milik Ahmad tak hanya dipenuhi pelanggan lapar—tetapi juga oleh rasa syukur dan semangat yang diam-diam menyelimuti seluruh ruangannya.

Menjelang pukul 3 sore, pelanggan mulai berkurang. Meja-meja yang tadi penuh kini mulai kosong, hanya menyisakan beberapa orang yang masih menikmati makanan mereka sambil ngobrol santai.

Maya menghela napas pelan sambil duduk di kursi dekat kasir. Ia menyeka keringat di pelipis dengan tisu, lalu menenggak air putih. Sementara itu, Pak Ahmad duduk di kursi dekat dapur, melepas apron dan mengendurkan kerah kemejanya.

“Capek ya, Pak?” tanya Maya dengan senyum kecil.

“Lumayan. Tapi seneng, rame banget hari ini. Rejeki,” sahut Pak Ahmad sambil tersenyum puas.

Maya bangkit, mengambil ponselnya dan duduk di sebelah ayahnya.

“Pak, aku ajarin sesuatu ya. Biar warung kita bisa makin rame,” ujarnya sambil membuka aplikasi GoFood.

Pak Ahmad mengernyit. “Apaan tuh? Goput? Go-Fut?”

“GoFood, Pak,” kata Maya tertawa kecil. “Aplikasi buat jualan makanan online. Jadi nanti orang-orang bisa pesen makanan kita lewat HP, gak usah datang langsung ke sini.”

Pak Ahmad masih kelihatan bingung. Tapi ia memperhatikan dengan seksama saat Maya menunjukkan cara mengunggah foto menu, mengetik nama makanan, harga, dan cara menerima pesanan.

“Lha ini mesti pakai foto-foto gitu?” tanya Pak Ahmad.

“Iya, biar menarik. Besok aku fotoin makanan kita yang paling laris ya. Ikan bakar, ayam goreng, sama sambelnya.”

Pak Ahmad mengangguk pelan. Dalam hatinya, ia bangga tapi juga merasa agak canggung dengan teknologi. Namun melihat anaknya semangat dan sabar mengajarinya, ia hanya tersenyum.

“Yaudah, Ayah nurut aja. Yang penting bisa nambah pelanggan,” katanya.

Maya memeluk ayahnya dari samping. “Ayah tenang aja, nanti Maya bantu urus semua. Biar warung makin maju, Ayah gak kerja berat terus-terusan.”

Pak Ahmad menatap langit-langit warung, matanya mulai berkaca-kaca. Ia tak menyangka anaknya, yang dulu ia gendong kecil-kecil, kini sudah bisa berpikir sejauh itu.

“Terima kasih ya, Nduk...”

“Untuk Ayah, selalu,” sahut Maya pelan.

Di luar, matahari mulai condong ke barat. Cahaya senja menyorot pelan ke dalam warung makan kecil itu—tempat sederhana yang menyimpan banyak cinta, kerja keras, dan harapan masa depan.

1
partini
🙄🙄🙄🙄🙄
Azka Bara
kapan maya bahagianya,,terus itu Adrian kq tidak si pecat sih
Azka Bara
mosok Adrian masih mau sama lily sih,di tunggu karmamu Adrian
Daplun Kiwil
semangat up nya thor
partini
ini baru lawan sepadan good girl 👍👍 adikmu terlalu lemah lembut gampang di sakiti ,, pertarungan seperti apa yah selanjutnya di antara mereka lanjut thor
partini
OMG ini mah wow buangttt kalau masih balikan double wow no good
partini
suami gemblung
Uthie
sebenarnya sy kadang aga malas kalau baca di awal, dimulai proses yg panjang nya dulu 😁
Pinginnya gak panjang-panjang awalan ceritanya...
malah kadang suka lebih seru kalau awalan nya langsung yg konflik atau sudah jadi nya aja 👍😁
Ditengah atau setelahnya baru dehh bisa di ceritakan lagi sedikit atau pelan-pelan proses dari awalan Konflik tsb 👍😁🙏

kalau di awalin sebuah perjalanan cerita tsb,kadang suka nimbulin boring dulu baca nya... kelamaan ke konflik cerita tsb nya 🙏🙏🙏
Putri Sabina: berarti suka yang alurnya mundur ya daripada maju/Smile/
total 1 replies
partini
nyeseknya,,so kita lihat the next episode apakah anding nya bersatu lagi seperti ana dan adam atau berpisah
Uthie
ketidak beranian kadang meninggalkan penyesalan dikemudian hari .. saat seorang wanita butuh laki2 yg berani dan pasti-pasti aja 👍😁
Uthie
coba mampir 👍
Eridha Dewi
kok kasihan Maya ya Thor, dah cerai saja
Qian Lin
tapi memang bukan perempuan baik2 kan li? adrian tau engga ya kamu simpenan2 lain? kamu terlalu pinter nutupin atau memanh si adrian yang buta.
Qian Lin
yaaampun,. menyadari kalau kamu ani - ani. ya sifat manusia sih.
Qian Lin
yang bener Mario Santiego atau mario Dantes. wkwkwkw lupa ganti kah autor
Putri Sabina: Mario Dantes Santiago
total 1 replies
Qian Lin
aduh bingung ai, diawal bapak bilang, ibu bakal balik, ini dia nglarang buat jangan panggil ibu. Kontradiksi. jadi gimana sifat bapak ahmad ini, dingin dan tegas atau lembut penyayang?
Putri Sabina: nanti revisi Kakakku/Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!