Velira terjebak dalam pelukan Cyrill Corval pria dingin, berkuasa, sekaligus paman sahabatnya. Antara hasrat, rahasia, dan bahaya, mampukah ia melawan jeratan cinta terlarang itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melon Milk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 12
Bukannya Velira tidak berselera makan, tapi dia tidak mampu menelan makanan di depan Cyrill dalam situasi canggung seperti ini.
Rasa malu masih menghantuinya, dan dia menundukkan kepala dalam diam sampai terdengar suara tawa pelan dari pria itu.
Tawa rendah yang terdengar dari tenggorokannya membuat Velira terkejut. Dia mengangkat kepala dan menatapnya dengan mata membelalak.
"Kenapa kali ini kamu tidak mencoba menikam siapa pun dengan pisau?" tanya Cyrill dengan nada yang sedikit mengejek.
Pipi Velira langsung memerah mendengar sindiran halus itu.
"Kamu bertanya kenapa aku tidak menginginkanmu, tapi apakah kamu benar-benar menginginkan aku memilikimu?" lanjut Cyrill dengan nada datar.
Setelah menjaga Velira semalaman, mata kelam Cyrill tampak memerah karena kurang tidur, tetapi itu tidak mengurangi ketajaman tatapannya sedikitpun.
Cyrill tidak hanya memiliki latar belakang keluarga yang luar biasa, tetapi juga sangat tampan dan karismatik.
Velira sempat terpesona oleh senyum tipis di wajahnya, dan merasa bahwa pria ini, ketika tersenyum, tidak sedingin seperti yang dikatakan media dan dunia bisnis.
Tiba-tiba, akal sehatnya seperti menguap, dan dia berkata blak-blakan tanpa filter, "Jika kamu menginginkanku, hal seperti kemarin malam tidak akan pernah terjadi."
Sejujurnya, dia benar-benar tidak tahan disentuh oleh pria yang tidak disukainya, apalagi dengan cara seperti itu.
Itu membuatnya muak, sangat muak hingga ke tulang sumsum.
"Aku menyelamatkanmu, dan sekarang kamu menyalahkanku. Kamu sungguh mudah sekali mengubah sikap," senyum tipis Cyrill memudar, digantikan ekspresi dingin. "Jadi, katakan padaku, Nona Velira, mengapa kamu memilihku?"
"Aku penasaran, apa alasanmu memilihku?"
Cyrill adalah pria yang cerdas dan analitis. Velira tidak seperti wanita-wanita lain yang pernah mendekatinya.
Dia tidak bisa mendeteksi keserakahan atau ambisi tersembunyi di mata gadis itu.
Mata Velira jernih dan polos, seperti selembar kertas putih yang belum pernah ternoda tinta hitam.
Pertanyaan tajam Cyrill membuat Velira bergidik ngeri.
"Kamu tahu, aku tidak punya pilihan lain," jawab Velira dengan suara bergetar.
Velira mendongak, dan tanpa disadarinya, mata jernih itu telah berkaca-kaca.
Cyrill telah meminta Malrick untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi di hotel pada pertemuan terakhir mereka.
Perusahaan keluarga Drazel sedang mengalami krisis keuangan yang serius, dan tidak ada yang mau membantu, jadi mereka terpaksa menggunakan cara ekstrem ini.
Menggunakan putri kandung sebagai alat untuk aliansi pernikahan demi keuntungan bisnis.
Pernikahan bisnis memang hal yang lumrah di kalangan mereka dan bisa menjadi solusi yang menguntungkan kedua belah pihak.
Cyrill mengerutkan kening. Satu-satunya hal yang membuatnya heran adalah mengapa Velira yang masih begitu muda dan polos yang pertama kali dijadikan 'tumbal', bukan Camilla yang lebih tua.
Keheningan canggung menyelimuti mereka. Velira meletakkan garpu dan pisaunya dengan hati-hati, kemudian berkata dengan sopan, "Terima kasih, Tuan Cyrill, telah merawatku semalam. Saya mohon pamit pulang."
Dia tidak menginginkannya, dan berapa kali pun dia muncul di hadapannya, pria itu tetap bersikap acuh.
Kemarin malam, dia bahkan dalam keadaan hampir tanpa busana, tetapi Cyrill tidak tergerak sedikitpun untuk memanfaatkan situasi.
Cyrill tidak mencoba membujuk Velira untuk tetap tinggal. Setelah meninggalkan Apartemen mewah, Velira langsung naik bus umum untuk kembali ke rumah keluarga Drazel.
Setelah turun dari halte bus, Velira berjalan pelan sambil memikirkan berbagai alasan yang bisa dia berikan.
Dia tidak pulang semalaman, dan Camilla pasti akan menginterogasinya habis-habisan jika tidak menemukan jawaban yang memuaskan.
Dia bergegas pulang dan terkejut mendengar suara tawa riang Helena yang terdengar dari ruang tamu.
"Aku pulang!" kata Velira dengan suara lemah. Yang mengejutkannya, Helena hanya meliriknya sekilas dan tidak langsung memarahinya seperti biasanya.
Velira bingung dengan reaksi yang tidak biasa itu. Dia mengganti sepatu dan bergegas naik ke lantai dua, namun langkahnya terhenti saat mendengar suara Camilla yang penuh percaya diri dari ruang keluarga.
"Ibu, sudah kubilang Cyrill pasti tertarik padaku. Kalau tidak, kenapa dia menyuruh sekretaris pribadinya untuk mengantarku pulang dengan aman?"