Seira Adam Hanida adalah Ayi Mahogra atau Ratunya Kharisma Jagat yang harus memimpin pasukan kharisma jagat di zaman modern untuk melawan Bagaskara yang menggunakan makhluk ghaib untuk mengendalikan manusia agar menyembah iblis yang dia sembah.
Untuk melawan balik, Bagaskara hendak menculik anak kedua Ayi dan menggunakannya agar bisa mewujudkan kutukan kuno, kutukan itu adalah, setiap Ayi Mahogra atau ratunya kharisma jagat, kerajaannya akan runtuh digulingkan oleh anak perempuannya sendiri. Karena itu Ayi Mahogra meminta suaminya Malik Rainan dan juga pasukan kharisma jagat membawa kabur anaknya agar selamat dari penculikan dan dia bisa menjaga umat manusia dan kerajaannya dari serangan Bagaskara.
Selama proses pelarian ini, Malik dan pasukan kharisma jagat menemui banyak kesulitan karena serangan dari Bagaskara dan pasukannya, lalu apakah mereka berhasil melindungi anak perempuan Ayi Mahogra atau dia akan menjadi anak yang terkutuk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muka Kanvas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 7 : Mada 4
[Ibu kangen kak, kakak udah setahun loh nggak pulang.] Dita menelpon Adit, karena pelarian ini, Adit memang beralasan bekerja di luar kota, dia bilang dia bekerja di Papua, makanya tidak bisa pulang setiap saat, ini sudah setahun dia tak pulang.
[Iya Dit, kakak pulang kalau sudah bisa ya, kan kakak junior di sini, jadi nggak bisa izin pulang, kerja aja shift-shiftan Dit.] Aditia beralasan pada adiknya.
[Kak, makasi banget ya, uang bulanan yang kakak kasih banyak, walau Dita sedih karena kelulusan Dita aja kakak nggak ada, pas Dita pelantikan dan pengambil sumpah dokter juga kakak nggak ada, Dita tahu kakak cari uang buat kita karena ayah udah nggak ada, tapi bukan berarti kita suka kakak pergi terus, Dita baru selesai internship dan baru aja diterima di rumah sakit swasta, Dita sekarang sudah bisa cari uang sendiri loh kak, kakak cari kerja di sini ajalah, deket kita biar bisa pulang setiap hari, jadi supir angkot lagi juga nggak apa-apa, nanti Dita yang kerja keras kak, please ya kak.] Dita memohon di telepon.
[Dita adikku sayang, maaf banget ya, kamu harus jaga ibu sendirian, tapi kakak udah janji sama ayah untuk jadi kepala keluarga, jadi sampai Dita udah aman dan nyaman, ibu juga udah tenang, kakak masih harus kerja keras, kakak akan pulang kalau memang bisa ya, Dit.] Aditia tak bisa bicara yang sebenarnya, kalau ayahnya tidak hanya mewariskan angkot itu dan juga beban menjadi kepala keluarga, tapi juga warisan status kharisma jagat yang harus diemban seumur hidup.
[Yaudah, tapi jangan lupa telepon ibu ya, sekarang Dita lagi di rumah sakit, baru seminggu di sini kak, lingkungan kerjanya juga enak, Dokter senior dan para perawat membantu Dita untuk bisa adaptasi.” Dita terlihat senang dengan rumah sakit barunya, dia sudah jadi Dokter Umum.
[Yaudah, Dita pokoknya harus senang ya sama pekerjaannya, tapi kalau udah berat banget, nggak perlu dipaksa, cari tempat lain, ingat ya, Dita punya kakak, jadi nggak udah merasa berat kalau soal uang. Pokoknya Dita harus mendedikasikan diri sebagai Dokter yang hebat, belajar terus dan ambil spesialis yang Dita minati dan sesuai kemampuan, pokoknya kakak dukung Dita mengejar cita-cita.] Adit bangga dengan pencapaian adiknya, meski dia tak selalu bisa di sisinya.
[Iya kakakku yang paling menyebalkan dan suka ilang-ilang, yaudah ya, aku mau kerja lagi, bye.] Dita menutup teleponnya.
“Siapa? Kakakmu?” Dokter Bari seorang residen penyakit dalam bertanya pada Dita, dia lelaki yang cukup tampan, sudah beristri tapi belum punya anak, dia terkenal sebagai Dokter yang sangat ramah, telaten dan mudah berkomunikasi pada Dokter-Dokter baru di rumah sakit itu, termasuk Dokter Umum yang baru selesai mengambil sumpah seperti Dita dan 2 orang teman lainnya yang juga baru selesai internship dan mengambil sumpah dokter. Mereka berdua adalah dokter UGD yang sering sekali memiliki shift yang sama.
“Iya Dok, kakakku itu kerja di Papua, perusaaan tambang emas itu, sudah setahun belum pulang, dia sih nggak ilang beneran ya, uang bulanan selalu kirim buat kami, cukuplah buat kami makan dan bayar kuliahku, tapi aku rindu sekali, karena dia sudah setahun belakangan tidak pulang.”
“Oh, kasihan sekali ibumu, dia juga pasti sudah rindu.” Dokter Bari sedang memperhatikan salah satu pasian UGD yang semalam baru saja di rawat di sana karena kecelakaan dan belum bisa ke kamar rawat inap karena kondisinya masih belum stabil, seharusnya siang ini dia dipindahkan, menunggu kamar dan juga kondisinya stabil.
“Iya, kasihan sekali ibuku Dok, tapi mau gimana lagi, semakin besar, tanggung jawab besar, jadi yaudahlah, aku yang di sini menjaga ibu sendiri.” Dita ikut memperhatikan catatan pasien itu.
“Ayahmu juga kerja di luar kota?” Dokter Bari bertanya lagi.
“Tidak, ayahku sudah meninggal.”
“Oh, maaf Dita.” Dokter Bari terlihat menyesal bertanya.
“Tidak apa-apa, walau masih terasa sedih, tapi kami sudah menerima dengan lapang kok.” Dita tersenyum.
“Pertahankan sikap itu ya, selalu bersemangat tapi tetap pasrah pada ketentuan Tuhan.” Dokter Bari memberi wejangan, Dita tersenyum.
Dokter Bari selesai membaca dan pergi ke ruangannya, sementara Dita masih di sana tersenyum sumringah.
“Apa kau sudah menentukan dosis infus untuk pasien di sana?” Dokter Hanan bertanya pada Dita dengan wajah yang serius, rupanya Dokter itu ada di belakang Dita sejak tadi tanpa Dita sadari.
“Hmm, harusnya dia masuk ranap satu jam lagi, aku akan menentukan setelah melihat hasil labnya.” Dita menjawab dengan hati-hati, Hanan menatap Dita dengan kasar.
“Ke … kenapa Dok?” Dita bertanya dengan wajah bingung.
“Kau ini memang junior di rumah sakit ini, tapi bukankah sudah intern 1 tahun, masa kayak gini aja bingung.” Dokter Hanan terlihat marah meski nadanya rendah tapi penekanan pada kalimat sangat terasa, Dita tidak bermaksud menunda, tapi kan lebih baik membaca hasil lab dulu baru menentukan dosis.
“Dok, tapi saya tidak ingin asal dalam penentuan dosis, toh satu kantung itu sudah cukup, kita bisa lnajut berikan setelah hasil lab keluar.” Dita membela diri.
“Dia itu pasien syok hipovolemik akibat perdarahan, kau tidak perlu menunggu hasil lab untuk memberinya infus secara berkala, lanjutkan sesuai standar umum saja, kau ini benar-benar!” Dokter Hanan yang seorang Dokter residen jantung, dia memang orang yang kaku dan galak, meski yang terbaik di rumah sakit ini, tapi caranya berkomunikasi sungguh buruk, apalagi pada Dokter Umum baru seperti Dita dan 2 orang temannya.
“Dia marah lagi?” Catherine teman Dita yang juga Dokter Umum baru itu bertanya.
“Iya, dia tukang marah, padahal kan kondisi pasien stabil, daripada mubazir dengan dosis yang berlebihan, lebih baik menunggu hasil lab.” Dita masih tak mau disalahkan.
“Udah ikutin aja, lanjut pasang infus, ntar dia liat pasiennya nggak lanjut infus bisa-bisa marah loh. Hasil lab juga bentar lagi keluar, udah kerjain aja, udah tahu dia begitu.” Dita mendengar itu akhirnya melepas infus yang sudah terpasang semalam dan memberikan yang baru dengan dosis standar keadaan darurat.
Dita kesal sekali, Dokter Hanan memang yang paling ditakuti di sana, Dita tak suka caranya mendidik junior mereka.
Sementara di belakang UGD, seorang Dokter menelpon orang lain.
[Sudah pasti anak itu adalah adiknya Aditia, dia bodoh, aku akan terus mengawasinya.]
[Apakah kau sudah dapat informasi keberadaan kakaknya dari dia?] orang di seberang sana bertanya.
[Tadi kudengar dia bilang kakaknya di Papua, tidak mungkin, Aditia pasti berbohong pada keluarganya, tapi cepat atau lambat dia pasti pulang.] Dokter itu menjawab.
[Jadikan dia kartu terakhir kita, jangan sampai dia sadar diawasi, aku akan memastikan dia menjadi pasukan tuan, kakaknya pasti tidak sadar karena terlalu sibuk di tempat lain, jika tak bisa mendapatkan informasi darinya, kita akan membuat kakaknya memberi informasi dengan sukarela untuk menyelamatkan adiknya.] Suara di seberang sana berkata dengan mengerikan.
Dokter yang menelpon itu akhirnya menutup telepon dan berjalan menyusuri koridor, dia memang bukan Dokter yang baik.
…
“Dia tidak pulang juga, lalu apa?” Alisha bertanya, ini sudah pagi, hanya Yasa yang sudah sarapan.
“Kemarin anaknya Ayi hilang, sekarang suaminya. Bagaimana kita mempertanggungjawabkan ini semua? Kita benar-benar tidak kompeten.” Ganding terlihat kecewa, Jarni mendekatinya dan mengusap bahu Ganding.
“Kita cari dia sekarang, tapi sebelum pergi jauh, kita harus melihat tempat hilangnya kak Malik.” Aditia mengambil jaketnya hendak pergi, Ganding dan Hartino menyusul sementara para gadis hanya menunggu di rumah, ada Yasa yang harus dijaga.
Aditia mengetuk pintu rumah Mada, tak ada suara, Aditia mengetuk lagi, tetap tak ada jawaban.
Hartino melihat ke arah kiri, ada jalan menuju pekarangan belakang, Hartino mengajak yang lain untuk ke belakang saja, siapa tahu pintu belakang dibuka.
Begitu sampai, Aditia melihat bambu yang dibiarkan begitu saja belim jadi pagar, rumah itu memang hanya dikelilingi kebun yang tumbuh liar tanpa pagar dari depan hingga belakang rumah, pekarangan belakang inilah yang akan dibuatkan pagar sederhana, kata Mada dia butuh untuk melindungi tanaman hiasnya.
Aditia mendekati tumpukan bambu itu, tapi Ganding menahan tubuhnya, Hartino juga dilarang mendekati bambu itu.
“Aku mencium bau yang familiar, kalian ke pintu belakang saja, cek apakah Mada ada di rumah.”
Hartino dan Aditia mengikuti perintah Ganding.
Aditia mengetuk pintu belakang rumah Mada masih tak ada jawaban.
“Dia tak ada di rumah?” Aditia bertanya.
“Bagus dong, kita dobrak aja,” Hartino memberi usul.
“Untuk apa?” Aditia bingung.
“Ya, siapa tahu kakak ada di dalam.”
“Tidak mungkin, apakah kau merasakan energinya di sini?” Aditia tak setuju.
“Tetap saja, kita harus selidiki.”
“Dia tetangga baru Har, nanti kita dilaporkan ke polisi gimana?”
“Aku mencium aroma kimia yang samar di bambu itu makanya aku suruh kalian menjauh, benar saja, begitu aku mendekat dan menghirup bau kimia dari tumpukan bambu itu, seketika aku merasa pusing.
Aku yakin, itu pasti bubuk ketamin, karena begitu terhirup aku langsung pusing, efeknya mirip efek anestesi dan hanya ketaminlah yang paling tidak berbau, tapi memang kalau yang terbiasa mencium aroma kimia sepertiku akan sadar dengan bau samar itu, dulu aku sering menghirup berbagai bahan kimia untuk mempelajarinya.” Ganding rupanya tadi sudah sadar ada bau kimia samar ketika mendekati bambu, dia juga tadi langsung pusing begitu menghirup baunya.
“Kalau begitu, sudah pasti kakak diculik wanita itu?” Aditia bertanya.
“Tuh kan, apa gue bilang, sekarang gue dobrak ya pintunya, kita harus lihat ke dalam.” Hartino sudah bersiap, tanpa menunggu jawaban, dia mendobrak pintu itu satu kali, tidak terbuka, saat hendak mendobraknya sekali lagi, tiba-tiba dari dalam terdengar suara, rupanya ada orang yang membuka kuncinya, pintu terbuka dan Mada terlihat tersenyum.
“Kok kalian ada di pintu belakang? Ngapain?” Mada bertanya.
“Hmmm, Mada, kamu ….”
“Kalian sedang apa?” Malik keluar dari kamar, kawanan menebak itu kamar Mada, Malik keluar sambil memakai kaos, seolah di dalam tadi dia tidur dan tidak memakai baju, hanya celana olahraganya saja.
“Kak, kau menginap di sini?!” Ganding berteriak, dia sungguh tak percaya.
“Ya, semalam aku pingsan, Mada yang menolongku, dia mamapahku ke rumahnya dan aku tertidur.”
“Mada, kau bilang kemarin kak Malik tidak ada di rumahmu, kok sekarang ada!” Hartino sekarang segarang istrinya, entah kenapa dia merasa kesal.
“Ya, benar, itu memang benar, sore hari aku ke rumah kalian Malik tidak ada, lalu pada malam hari tiba-tiba aku melihatnya hampir pingsan di dekat hutan itu, makanya aku memapahnya ke rumahku, karena aku tidak kuat kalau harus memapahnya ke rumah kalian, jadi kubaringkan di kamarku saja.” Mada berkata dengan centil sambil memilin rambutnya.
“Kak, pulang ayo.” Aditia hendak menarik Malik, tapi Malik menarik tangannya, menolak pulang.
“Kalian pulanglah, aku akan menyelesaikan membuat pagar dulu.”
“Kak! Yasa menunggumu.” Aditia terlihat kesal karena Malik menolak dan bersikap aneh.
“Oh ya, Yasa kuajak ke sini saja ya, main bersamaku, gimana?” Mada bertanya pada Malik.
“Terserah kau saja.” Malik lalu berjalan ke meja makan dan makan nasi goreng buatan Mada.
“Oh ya maaf, aku tidak masak banyak, hanya untuk aku dan Malik, kalian pulanglah, nanti Yasa kujemput, biarkan kakak kalian menyelesaikan bambunya ya.” Mada lalu menutup pintu belakang rumahnya.
“Ada apa ini?” Aditia bingung.
“Kita pulang dulu, karena kau juga tak punya jawaban.
Lalu kawanan pulang, para gadis pasti akan mengamuk setelah ini. Karena mereka benci pelakor.
______________________________________
Catatan Penulis,
Kayaknya udah lama banget ya aku nggak nulis catatan di novel kita. Hmmm, aku memang akhir-akhir ini mengejar menulis saja dulu, banyak hal yang mulai mengaburkan impianku, dulu aku merasa impianku itu menjadi penulis, lalu setelahnya baru paham, menulis tidak mudah. Kadang terhambat rasa lelah, sakit, sibuk dan bosan. Meski aku terus berusaha tetap menulis, rasanya banyak hal menjadi hambatan, semakin lama semakin merasa tak punya hal untuk dituliskan lagi, gimana kalau tulisannya jadi membosankan, gimana kalau ekspektasi kalian terlalu tinggi dan tulisanku nggak sebagus dulu, gimana, gimana, gimana, akunya lupa kalau aku menulis sebenarnya untuk diriku sendiri, untuk mimpi lalu kenapa aku jadi takut sama kalian? Padahal dulu kan kita bersenang-senang ya, tebak-tebakan, tapi sekarang aku malah merasa tertekan.
Ya\, dengan penuh tekanan\, aku masih terus memaksa diriku menulis\, jadi kasih aku alasan ya\, supaya aku nggak akhirnya berhenti menulis\, bukan\, aku nggak berharap pujian\, karena tanpa dikasih tahu\, aku tahu kalau aku berbakat *berkata sambil kibas rambut kayak Mada*\, tapi aku berharap bahwa kita bisa tetap saling memberitahu apa sih yang membuat kalian suka membaca tulisanku\, bagian mana yang kalian suka\, karena tulisan horor ini terkadang aku merasa tak sehoror dulu lagi.
Oh ya, terima kasih yang udah dukung dan tetap kasih like meski kalian kesal karena aku bolong-bolong nulisnya.
Jangan lupa untuk follow aku juga di :
IG : @mukakanvas
Tiktok : mukakanvas_horor
Youtube : @mukakanvas
penasaran kelanjutannya besok hehe
selalu jadi moodbooster buat aku, emak2
yg tiap hari berjibaku di rumah
hehee
semngat 💪💪