JATUH KEPELUKAN SANG PANGERAN
Zhao, putri bangsawan yang terkenal cantik dan keras kepala, kembali membuat kehebohan di kediaman keluarganya. Kali ini, bukan karena pesta atau keributan istana… tapi karena satu hal yang paling ia hindari seumur hidup: perjodohan!
Dirinya dijodohkan dengan Pangeran Wang pangeran kerajaan yang dikenal dingin, tegas, dan katanya... kejam?! Zhao langsung mencari cara kabur, apalagi hatinya telah tertambat pada sosok pria misterius (pangeran yu) yang ia temui di pasar. Tapi semua rencana kacau saat ia malah jatuh secara harfia ke pelukan sang pangeran yang tak pernah ia pilih.
Ketegangan, kekonyolan, dan adu mulut menjadi awal dari kisah mereka. Tapi akankah hubungan cinta-benci ini berubah jadi sesuatu yang lebih hangat dari sekadar perjodohan paksa?
Kisah cinta kerajaan dibalut drama komedi yang manis, dramatis lucu, tegang dan bikin gemas!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarah Siti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERTEMUAN YANG MENENTUKAN
Pangeran Wang dan Pangeran Yu sedang berlatih pedang di halaman yang luas, dengan matahari pagi yang memancarkan cahaya keemasan di atas mereka. Pedang mereka beradu dengan suara yang nyaring, saling menyambut dengan kekuatan yang luar biasa. Namun, tiba-tiba, suara teriakan seorang pria muda menginterupsi kedamaian latihan mereka.
"Kakaaaaaaak!!" teriak Pangeran Jaemin dengan nada memelas, berjalan menghampiri mereka.
Kedua pangeran, yang tengah serius berlatih, menoleh dengan sedikit terkejut. Pangeran Wang menurunkan pedangnya, sementara Pangeran Yu menghentikan gerakannya.
Jaemin mendekat dengan pakaian kerajaan yang pas di tubuhnya, penampilannya cukup mencolok, meskipun sedikit canggung di tengah latihan ini.
Pangeran Wang mengernyitkan dahi, mencibir dengan senyum tipis. "Lihatlah... apa yang aku bilang," gumamnya sambil mengangkat alis.
Pangeran Yu, yang lebih banyak tersenyum dalam latihan, menggoda Jaemin dengan nada mengejek. "Tumben sekali Pangeran Jaemin mau menginjakkan kakinya di sini. Biasanya kau malah berlari ketika Ayah menyuruh kita berlatih," ujarnya dengan tawa kecil di ujung kalimatnya.
Pangeran Jaemin memasang wajah melas dan manja, berharap bisa mendapat perhatian. "Semalaman aku memikirkannya... bagaimana jika aku sudah memiliki seorang istri dan aku tidak bisa melindunginya?" ujarnya dengan nada serius, meskipun ekspresinya terkesan dibuat-buat.
Kedua pangeran itu terkejut, menatapnya dengan heran.
"Istri? Menikah?" Pangeran Yu bertanya, matanya menyipit penuh keingintahuan. "Sejak kapan kata-kata itu terlintas di pikiranmu, Pangeran Jaemin?" Ia menatap adiknya dengan serius, tampak bingung.
Jaemin tersenyum lebar dan sedikit maju ke depan, memperlihatkan ekspresi yang aneh. "Sejak aku mengenal Nona Zhao," ujarnya, bibirnya sedikit tersenyum menggoda.
Pangeran Wang dan Pangeran Yu serentak terkejut. "Nona Zhao?" Pangeran Wang mengulang, nada suaranya terdengar tajam. Wajahnya sedikit berubah.
Jaemin menyadari adanya reaksi yang aneh dari Pangeran Wang. Dengan cepat, ia berusaha menenangkan suasana yang mulai terasa tegang. "Yah, aku hanya mencari wanita yang seberani Nona Zhao. Hanya itu saja," ucapnya, mencoba terdengar ringan. Ia mengambil pedang yang ada di dekatnya dan mulai berlatih, meskipun gerakannya kaku dan tidak terlatih.
Pangeran Yu hanya menggelengkan kepala, menyaksikan tingkah Jaemin yang tidak bisa berbohong. Namun, ia juga memperhatikan ekspresi Pangeran Wang yang terlihat sangat berbeda, seperti ada sesuatu yang tersembunyi. Pangeran Wang menatap Jaemin dengan tatapan yang semakin sinis, seolah cemburu, meskipun ia berusaha menahan perasaannya.
---
Sementara itu, di kediaman Zhao, suasana di dalam ruangan terasa tegang. Zhao bersiap untuk pergi ke istana, tetapi wajahnya terlihat pucat. Meilan, yang berada di sampingnya, tampak khawatir.
"Nona, sebaiknya Anda beristirahat. Pernikahan Anda sudah tinggal menghitung hari," kata Meilan, nada suaranya penuh perhatian.
Zhao menatapnya dengan tatapan keras. "Aku baik-baik saja, Meilan. Aku harus bertemu dengan Pangeran Yu, dan aku ingin berbicara langsung dengan Pangeran Wang dan Pangeran Yu tentang kejadian semalam."
Meilan tahu ia tidak bisa menghentikan tekad Zhao. Dengan cemas, ia hanya bisa mengangguk. "Baiklah, Nona. Aku akan menemanimu," jawab Meilan sambil membuntuti Zhao dengan hati yang penuh kekhawatiran.
---
Kembali ke istana, Pangeran Jaemin mulai belajar bela diri di bawah pengawasan Pangeran Wang dan Pangeran Yu. Namun, ia terlihat sangat canggung, tidak seperti seorang pangeran yang terlatih. Gerakan pedangnya kaku, bahkan lebih mirip dengan seorang putri yang tidak tahu cara membawa pedang.
Namun, suasana di sekitar mereka segera berubah ketika seorang pangeran lain datang menghampiri mereka. Langkahnya berat dan penuh keyakinan, wajahnya tajam, dan senyum di bibirnya terkesan dipaksakan, membuat suasana langsung terasa dingin.
Ketiga pangeran itu menoleh, dan terlihatlah Pangeran Chun, putra kedua Kaisar, yang tampak gagah namun dipenuhi ambisi. Ia mendekat dengan langkah tegas, pandangannya penuh dengan kepalsuan.
"Masih dengan latihan semonoton itu?" Pangeran Chun mengeluarkan kata-kata penuh nada mengejek. Senyumannya terkesan dibuat-buat, namun ia berusaha menunjukkan kesopanan palsu.
Pangeran Wang tetap diam, hanya menatapnya dengan tatapan dingin, seolah tidak terpengaruh. Pangeran Yu tersenyum ramah namun dengan sedikit kehati-hatian, sementara Pangeran Jaemin, yang merasa ingin menunjukkan kedekatannya, berpura-pura sangat akrab.
"Ah, Pangeran Chun! Kenapa baru sekarang mengunjungi kami?" Jaemin berkata, mencoba terdengar akrab dan santai.
Pangeran Chun hanya tersenyum lebar, namun tatapannya tajam. "Aku hanya ingin tahu apakah kalian akan terus berlatih dengan cara yang membosankan itu. Tidak ada yang lebih menarik di sini?" ujarnya, seolah merendahkan mereka.
Pangeran Wang menyeringai tipis, tidak berkata apa-apa. Pangeran Yu menanggapi dengan senyuman dingin. "Berlatih adalah kewajiban kami. Tidak seperti menghabiskan waktu dengan percakapan kosong."
Pangeran Chun menatap mereka, namun sepertinya ia tidak terpengaruh oleh respon dingin tersebut. "Semuanya terlihat begitu serius, seolah kalian benar-benar berusaha menjadi pahlawan," ujarnya, dengan nada yang semakin mengejek.
---
Di luar istana, Zhao telah tiba dan mencari Pangeran Wang serta Pangeran Yu. Di tengah perjalanan, ia berpapasan dengan Pangeran Chun yang tengah berjalan dengan angkuhnya. Pangeran Chun menatap Zhao tanpa berpaling, tatapannya penuh keingintahuan.
Zhao membalas tatapan itu dengan tenang, menundukkan kepala sebagai bentuk penghormatan. "Dia adalah Pangeran Kedua, Nona," bisik Meilan pelan, mengingatkan Zhao.
Pangeran Chun mengangguk pelan, tetapi pandangannya tetap terfokus pada Zhao. Senyumnya tipis, namun Zhao tidak membalasnya dan melanjutkan langkahnya.
"Kenapa aku merasa tatapannya berbeda?" gumam Pangeran Chun pelan, matanya tetap mengikuti pergerakan Zhao.
---
Pangeran Wang yang berada di balai latihan, menyadari kehadiran Zhao yang tiba-tiba muncul. Ia melihat wajah Zhao yang tampak pucat, namun keindahan alami wajahnya tetap terlihat jelas. Pangeran Jaemin berpura-pura sigap dengan pedangnya, meskipun jelas terlihat kaku. Pangeran Yu lebih sigap dan dengan cepat bertanya tentang kondisi Zhao.
"Wajahmu terlihat pucat, apa kau baik baik saja?"" Tanya Pangeran Yu dengan lembut, menatap Zhao dengan perhatian yang jelas.
Pangeran Wang tetap diam, matanya menatap Zhao dengan penuh perhatian, namun ada kilasan rasa cemburu yang samar terlihat. "Kenapa kau tidak beristirahat saja?" tanyanya dengan nada dingin, mencoba menyembunyikan perasaan yang mulai menguasai dirinya.
Zhao tersenyum kecil, namun dalam hatinya ada banyak perasaan yang campur aduk. "Aku ingin menanyakan sesuatu pada kalian," ujarnya dengan serius, menatap ketiga pangeran.
"Apa tentang semalam?" Pangeran Yu bertanya dengan cepat, matanya penuh rasa ingin tahu.
Zhao mengangguk, matanya terlihat gelisah.
"Hal seperti itu mungkin memang biasa terjadi, target mereka... mungkin para pangeran," ucap Pangeran Wang dengan nada hati-hati, berusaha menenangkan Zhao.
Pangeran Yu dan Pangeran Jaemin menoleh ke arah Pangeran Wang, dan Zhao hanya diam, tampak sedang memikirkan sesuatu yang lebih dalam.
Pangeran Wang menatap Zhao dengan penuh perhatian, matanya melunak, tetapi ia segera menyadari dirinya mulai terhanyut dalam pandangan Zhao. Dengan hati yang berdebar, ia akhirnya mengalihkan pandangan dan berjalan menjauh, mencoba menenangkan dirinya.
Ketika perasaan Zhao mulai sedikit tenang, kilasan kejadian semalam kembali menghantui pikirannya. Kilasan saat Pangeran Wang menyelamatkannya muncul begitu jelas. Entah mengapa, perasaan itu semakin mengganggu hatinya, membuatnya merasa cemas, tetapi di sisi lain juga ada rasa lega yang mengalir.
Pangeran Yu melihat Zhao yang tampak semakin murung, dengan ekspresi yang sulit dimengerti. "Kau tidak perlu khawatir Nona. Kami akan menjagamu," katanya lembut, mencoba mengalihkan perhatian Zhao dari kekhawatiran yang mengganggu pikirannya.
Pangeran Jaemin yang selalu ingin menghibur, mencoba menambah suasana ringan. "Makanya, aku mulai berlatih juga! Selain untuk melindungi diri sendiri, siapa tahu aku bisa melindungimu juga," ucapnya dengan semangat, meskipun tingkah lakunya masih sangat kaku dan canggung.
Zhao tersenyum kecil, meskipun hatinya masih diliputi banyak kebingungan. Tapi tiba-tiba, kilasan wajah Pangeran Wang yang menyelamatkannya itu terlintas kembali di pikirannya. Perasaan yang datang begitu mendalam, membuatnya merasa tidak tahu harus bagaimana.
---
Sementara itu, di sisi lain istana, Pangeran Wang tengah merenung, terjebak dalam percakapan dengan Pangeran Chun yang terus menghantuinya.
"Dia bahkan selalu menekanmu hanya karena berharap kau bisa naik, dan seolah menyayangi ku padahal menyepelakanku. Aku datang bukan hanya untuk pernikahanmu, tapi mungkin saja menjadi badai untuk kapalmu," ujar Pangeran Chun dengan nada penuh ancaman. Matanya tajam, seolah berusaha menanamkan rasa ketakutan dalam diri Pangeran Wang.
Pangeran Wang menggigit bibirnya, menahan emosi yang mulai mendidih. Tatapannya tajam saat ia membalas, "Dan benar, dia akhirnya datang, bukan untuk hal lain selain aku." Nada suaranya sangat tajam, penuh keyakinan yang menyakitkan.
---
Di taman istana, Zhao akhirnya duduk sendirian, memandangi langit yang cerah, berusaha menenangkan pikirannya. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, rambutnya yang tergerai bergerak pelan, seakan menari-nari di udara. Meskipun sinar matahari tidak begitu terik, suasana di sekitar Zhao tetap terasa tenang, namun hatinya terasa gelisah.
Pangeran Chun yang sejak tadi memperhatikan Zhao, akhirnya melangkah mendekat. Dengan senyum sok ramah, ia berkata, "Kau sendirian, Nona Zhao?"
Zhao menoleh pelan, menunduk untuk memberi salam. "Hanya sedang menunggu Meilan sebelum pulang," jawabnya singkat, mengalihkan pandangannya ke bawah seolah tidak ingin berlama-lama berbicara.
Namun, Pangeran Chun tampaknya tidak begitu peduli. "Matamu indah," gumamnya pelan, meskipun terdengar jelas oleh Zhao.
Zhao terkejut, menatap Pangeran Chun dengan bingung. "Apa?" sahutnya dengan nada terkejut.
Pangeran Chun segera mengalihkan pembicaraan, mencoba merubah arah percakapan. "Kau Nona Zhao, calon dari Pangeran Wang, bukan? Apa aku benar?" tanya Pangeran Chun dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, mengangkat satu alisnya.
Zhao menatapnya tajam. "Anda mengenal saya?" tanyanya, suaranya terdengar serius meski sedikit tegang.
"Tidak, tapi seluruh istana mengenalmu," jawab Pangeran Chun dengan senyum sinis yang tidak bisa disembunyikan.
Zhao mengerutkan kening, bingung. "Saya tidak semenarik itu," katanya, merasa tidak nyaman dengan perhatian yang diberikan Pangeran Chun.
"Tapi Kaisar memilihmu," jawab Pangeran Chun dengan senyum licik, yang semakin memperjelas niat buruknya.
Zhao tidak menjawab, hanya terdiam. Pangeran Chun menambahkan dengan nada yang sedikit mengejek, "Aku kasihan padamu, harus hidup dengan patung istana yang dingin."
Zhao hanya terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Perasaan cemas yang sudah menguasai dirinya semakin kuat, dan ia merasa semakin terjepit di hadapan Pangeran Chun.
Pangeran Chun mengangkat bahunya, kemudian bertanya lagi dengan tatapan penuh tantangan, "Kenapa bukan Pangeran Yu, atau yang lain?"
Jika aku bisa memilih takdir, aku akan memilih takdirku sendiri. Zhao menelan kata-kata itu dalam hati, seolah menganggapnya sebagai pembelaan atas pilihan yang ia buat.
"Tentu saja," jawab Zhao, suaranya semakin tegang, "Jika aku bisa memilih takdir, aku akan memilih takdirku sendiri."
Pangeran Chun tersenyum tipis, tetapi senyum itu semakin lama semakin penuh dengan niat jahat. Ia melangkah lebih dekat ke Zhao, namun Zhao mundur sedikit, berusaha menjaga jarak. Pangeran Chun berdiri tepat di hadapannya, menghadap Zhao dengan tatapan penuh tantangan.
"Aku bisa membantumu untuk mengakhiri perjodohanmu," katanya dengan nada serius, suaranya penuh dengan ancaman halus.
Zhao terdiam, tubuhnya membeku mendengar kata-kata itu. Hatinya terasa kacau, namun tiba-tiba kilasan wajah Pangeran Wang yang menyelamatkannya muncul dalam benaknya, menguatkan tekadnya untuk menolak tawaran Pangeran Chun.
Tiba-tiba, Meilan datang dan mengajak Zhao pulang. Zhao menunduk dan memberi hormat pada Pangeran Chun, lalu segera berbalik dan berjalan pergi. Pangeran Chun menatap kepergian Zhao dengan tatapan penuh minat.
"Dia sangat menarik," gumam Pangeran Chun, suaranya penuh dengan rasa ingin tahu yang dalam.
Dari kejauhan, seorang dayang memperhatikan dengan tajam, lalu bergegas pergi. Ia menemui seseorang yang tengah duduk di depan paviliunnya, menikmati secangkir teh dengan anggun. Dayang itu memberi hormat pada orang tersebut, lalu berbicara dengan suara rendah.
"Pangeran tersenyum padanya," ucap dayang itu, melaporkan dengan ekspresi yang sedikit khawatir.
Wanita yang duduk di depannya menggenggam erat cangkir teh yang ia pegang, ekspresinya berubah kesal. "Hmph," desisnya pelan, matanya menyiratkan perasaan yang lebih dari sekadar kesal ada sesuatu yang lebih dalam dari itu.
Bersambung...