NovelToon NovelToon
Balas Dendam Si Pecundang

Balas Dendam Si Pecundang

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Identitas Tersembunyi / Dendam Kesumat / Persaingan Mafia / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: nurliana

kehilangan bukan lah kesalahan ku, tetapi alasan kehilangan aku membutuhkan itu, apa alasan mu membunuh ayah ku? kenapa begitu banyak konspirasi dan rahasia di dalam dirimu?, hidup ku hampa karena semua masalah yang datang pada ku, sampai aku memutuskan untuk balas dendam atas kematian ayah ku, tetapi semua rahasia mu terbongkar, tujuan ku hanya satu, yaitu balas dendam, bukan jatuh cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

rumah kita

Liora sudah boleh pulang dari rumah sakit, namun Leon sama sekali tidak yakin bahwa dengan keadaannya ini, Liora benar-benar layak untuk pulang. Jadi, ia meminta kepada dokter agar Liora dirawat beberapa hari lagi, sampai benar-benar pulih.

Pagi ini, Leon menerima pesan dari Ahmad. Dia mengatakan bahwa dirinya dan Zelena harus mencari rumah dan menata barang-barang mereka, karena pernikahan tinggal dua hari lagi.

Setelah menerima pesan itu, Leon langsung menuju ke rumah untuk menjemput Zelena. Ia menunggu di depan rumah karena sudah tidak ada waktu lagi jika harus masuk ke dalam.

Sekitar dua puluh menit Leon menunggu, Zelena datang. Ia membuka pintu mobil dan menatap Leon.

“Pagi, Kak,” sapa Zelena, karena ia tidak ingin Leon terlalu merasa bahwa dirinya sedang marah.

Leon menatap Zelena. Sudah hampir dua hari mereka tidak bertemu. Ada rasa rindu di hati Leon, namun tidak bisa ia katakan, karena sekarang Leon harus semakin fokus pada rencananya.

“Pagi, Zel. Udah makan kamu?”

Zelena menatap Leon. Ada banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan, namun ia tahan. Ia merasa tidak punya hak untuk bertanya, walau sekarang status mereka sudah bertunangan.

“Udah, Kak,” jawabnya singkat.

“Kamu nggak ada yang mau ditanya, atau minta aku buat jelasin sesuatu, Zel?”

Ini adalah hal yang sulit dikendalikan di mana otak dan mulut tidak bisa bekerja sama. Leon sama sekali tidak ingin membuka pembicaraan, tetapi pikirannya selalu mengatakan bahwa Zelena harus tahu apa yang sedang terjadi.

“Harusnya Kakak tahu, apa yang perlu Kakak jelaskan tanpa aku minta. Karena kalau mau hubungan kita baik-baik saja, Kakak harus jujur dan terbuka tanpa aku minta.”

Zelena menjadi lebih dewasa. Selama dua hari tidak bertemu Leon, ia mempelajari apa saja yang seharusnya dilakukan oleh pasangan, apa saja yang harus dijaga dan diberitahu. Zelena membuat dirinya dewasa, lebih dari umur yang sebenarnya.

“Ya, aku tahu ini terlihat tidak nyaman buatmu. Tapi untuk saat ini, aku masih belum bisa menyebutkan alasannya.”

Zelena tersenyum, seolah sudah tahu jawaban dari Leon. Matanya terlihat berkaca-kaca.

“Kak, aku hargai privasi Kakak. Tapi tolong jawab satu pertanyaan ini. Liora... Kakak ada hubungan apa sama dia?”

Leon menepikan mobilnya. Ia sama sekali tidak bisa fokus membawa mobil, karena pembicaraan mereka sudah melebar ke mana-mana. Tapi ini memang seharusnya terjadi. Mereka harus saling terbuka, jika tidak ingin hubungan mereka kandas.

“Aku dan Liora sama sekali tidak punya hubungan khusus seperti yang kamu bayangkan, Zel,” jawab Leon.

Zelena mengangguk, seolah ia sudah paham akan semuanya. Ia sudah membaca situasi ini, dan ia juga sudah menduga jawaban itu akan keluar dari mulut Leon.

Zelena menarik napas panjang. “Dua hari lagi, Kak. Masih ada waktu untuk Kakak batalkan pernikahan kita, dan aku bisa kuliah ke mana pun aku mau.”

Zelena terbawa emosi.

Karena pernikahan ini, dia tidak bisa seperti teman-temannya, yang saat ini sedang sibuk dengan urusan masuk ke kampus impian mereka. Zelena malah sibuk dengan persiapan pernikahannya.

“Zel, aku nggak mau kita gagal nikah. Aku mau kita sama-sama, karena itu adalah tujuanku,” Leon hampir saja membuka rencananya sendiri.

Zelena memalingkan pandangannya. “Kak, kalau memang aku tujuan Kakak, harusnya Kakak bisa milih. Antara aku atau dia.”

Zelena tidak mau menyebut nama Liora, karena baginya dia adalah perusak hubungannya dengan Leon. Tetapi dia belum tahu kebenarannya.

Leon mulai terbawa emosi, karena Zelena tidak paham apa yang ia coba jelaskan.

“Kemarin malam, Liora lebih membutuhkan aku, Zel. Mana mungkin aku biarin orang yang kritis di rumah sakit?”

Zelena mulai marah. Ia membuka pintu mobil.

“Ya udah, Kak. Kalau memang dia yang jadi nomor satu buat Kakak, silakan. Tapi aku nggak mau jadi yang kedua!”

Ia keluar dari mobil.

Leon juga keluar dari mobil dan mengejar Zelena. Karena langkah kakinya cukup cepat, Zelena terbawa emosi, sehingga tidak mendengar teriakan Leon memanggil namanya.

Leon terus berlari, dan akhirnya bisa mengambil tangan Zelena karena jarak mereka sudah cukup dekat.

“Mau ke mana?” ucap Leon, menatap wajah Zelena yang sudah penuh air mata.

Zelena mengusap air matanya dan mengalihkan pandangan.

“Kemana aja, asal nggak ada Kakak,” ucapnya.

Leon memeluk Zelena, mengusap kepalanya, dan menepuk pundaknya secara perlahan-lahan.

“Maafkan aku. Kalau kemarin semua perbuatanku membuatmu merasa ditinggalkan.”

Apa pun yang terjadi, Leon memang harus meminta maaf. Karena jika mereka gagal menikah, maka semua rencana akan gagal. Baik rencana Leon, maupun rencana Ahmad.

Zelena memeluk erat Leon. Ia menggenggam kemeja Leon dengan penuh amarah, dan tangisannya pecah.

Leon hanya diam saja. Ia membiarkan Zelena menangis sampai pakaian yang ia pakai basah, agar emosi dan rasa kesalnya bisa reda.

*

*

*

Di Rumah Sakit

Di rumah sakit tempat Liora dirawat, Kenzo mendatanginya lagi. Tapi kali ini, berbeda. Hari ini dia benar-benar akan masuk dan melihat keadaan Liora, serta memastikan kebenarannya.

Kenzo membuka pintu ruangan rawat Liora dan melihatnya sedang duduk menikmati buah yang sudah dipotong-potong.

“Siapa kau?” ucap Liora saat melihat sosok pria asing masuk ke dalam kamar rawatnya.

Kenzo mendekat. Ia duduk di kursi yang berada di sebelah ranjang tidur Liora.

“Aku teman Leon. Dia meminta aku untuk datang,” jelas Kenzo padahal Leon sama sekali tidak memintanya.

Liora tersenyum. Ia merasa tindakan Leon ini sangat manis. Saat dia tidak bisa berada di sisi Liora, dia mengirimkan temannya untuk memastikan Liora baik-baik saja. Padahal semua itu hanya khayalan Liora saja. Kenzo datang membawa maksud tertentu.

“Baiklah. Di mana Leon dan kapan dia akan datang?”

Kenzo menatap Liora.

“Dia sedang ada urusan. Dia bilang ke aku, dia akan bertemu dengan ayahmu, untuk membahas bisnis.”

Kenzo mulai memancing agar Liora mau bicara.

Liora kaget.

“Leon bertemu dengan ayahku? Apa yang sedang dia rencanakan?”

“Ya. Kalau tidak salah, dia menyebutkan nama Ahmad. Dia ingin bertemu Ahmad,” umpan kedua Kenzo mainkan.

“Iya aku tahu. Ahmad memang ayahku. Tapi kenapa Leon membuat janji bisnis dengannya? Aku tidak suka itu.”

Kenzo terdiam. Akhirnya semua jelas sekarang. Liora dan Zelena adalah adik kakak kandung—satu ibu dan satu ayah. Sedangkan Kenzo hanya saudara satu ayah, beda ibu.

“Kau kenapa diam saja?” ucap Liora karena Kenzo terdiam mendengar jawabannya.

“Tidak. Aku hanya sedikit kaget saja,” jawab Kenzo. Ia tidak tahu harus melakukan apa.

*

*

*l

Di Rumah Baru, Leon dan Zelena,

Zelena dan Leon sudah sampai di tujuan mereka. Sekarang mereka akan melihat rumah yang akan menjadi tempat tinggal serta tempat pulang mereka nantinya.

“Silakan masuk, Tuan, Nyonya,” ucap pegawai yang menemani mereka mengecek rumah.

Leon menggandeng tangan Zelena dan mereka masuk ke dalam. Rumahnya sangat besar dan rapi. Interiornya sangat indah. Bahkan sofa dan meja tertata dengan bagus dan enak dipandang.

“Baik, Nyonya, Tuan. Di lantai satu ini ada ruang keluarga, dapur, dan juga kolam renang di bagian belakang. Serta ada satu kamar tamu,” pegawai itu membawa mereka ke tempat yang disebutkan.

Zelena tidak berhenti tersenyum, karena ini adalah rumah impiannya. Dan sekarang tinggal beberapa hari lagi, dia akan tinggal di sini bersama orang yang dia cintai.

“Selanjutnya, di lantai dua, ada kamar utama dan juga dua ruangan kosong. Satu bisa menjadi kamar anak, dan satu lagi bisa menjadi ruang kerja Tuan,” pegawai itu membuka ruangan dan memperlihatkannya kepada Zelena dan Leon.

“Apakah kamar utama ini kedap suara? Takutnya ada suara yang tidak diinginkan terdengar oleh anak-anak saya,” tanya Leon, yang membuat Zelena salah tingkah.

“Tentu saja, Pak. Setiap kamar utama sekarang sudah kedap suara,” jawab pegawai itu.

“Baik, sekarang saya dan istri saya mau diskusi dulu.”

Pegawai itu tersenyum dan segera meninggalkan mereka agar lebih leluasa berbicara.

“Bagaimana? Kamu udah suka yang ini, atau kita cek yang lain?” ucap Leon menatap Zelena.

Zelena tersenyum. “Ini aja, Kak. Aku suka. Senjanya juga aku suka.”

Leon memeluk Zelena.

“Kita akan tinggal di sini, bersama anak-anak kita.”

Zelena menatap Leon dan mencium bibirnya. Itu berlangsung cukup lama. Mereka berdua menikmatinya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!