Bagaimana jadinya kalau seorang pemuda yang baru berusia 18 tahun, dinyatakan menjadi Narapidana dan di penjara selama 10 tahun lamanya, karena telah menghabisi seseorang demi berusaha untuk menyelamatkan kakaknya dari pemerkosaan yang dilakukan oleh sekelompok pemuda kaya raya. Dan pemuda malang itu bernama Bara Aditama. Bukan hanya penjara saja yang dia dapatkan, tapi banyak ketidakadilan serta penyiksaan yang akan Bara dapatkan. Lalu apakah Bara mampu untuk bertahan? Sedangkan kakaknya yang mengalami Pemerkosaan telah menjadi depresi akibat kejadian yang menimpa dirinya? Lalu apa yang akan Bara lakukan kepada ketiga para penjahat yang masih berkeliaran di luar sana? Akankah Bara berhasil membalaskan dendam nya kepada mereka semua? Dan inilah perjuangan Bara setelah menjadi sang Narapidana.
#bantu like nya kawan dan jngan lupa komennya kasih tau jika ada kesalahan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cimde 123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
keterkejutan orang tua bara
Tanpa terasa hari sudah berganti sore. Dan saat ini jam telah menunjukkan pukul 16.00 wib. Di depan rumah yang lusuh, terlihat pasangan suami istri yang tengah menanti kepulangan putra dan putri mereka. Tapi, entah mengapa sampai saat ini, dua orang yang mereka tunggu kedatangannya, belum juga tiba sampai di rumah.
Ibu Mirna, yang sejak tadi pagi merasa tak enak hati pun, terus mondar mandir kesana kemari. Hingga membuat pak Mahmud ikut bingung saat melihat kelakuan istrinya itu.
"Buk! Ayo duduklah. Sejak tadi kamu terus terusan mondar mandir ke sana kemari." panggil pak Mahmud kepada istrinya.
"Pak. Sejak tadi pagi, aku merasa tak enak hati. Dan sampai sekarang aku juga merasa begitu. Di tambah lagi, kedua anak kita belum ada yang kembali pulang. Aku benar-benar menjadi sangat khawatir pak." jawab ibu Mirna menjelaskan.
Pak Mahmud yang tengah duduk di atas kursi bambu itu, langsung menarik nafas dalam. Jujur saja, dia juga merasakan hal yang sama sejak tadi pagi.
"Sudahlah buk. Kita harus tetap berpikir positif. Mungkin saja pendaftarannya ramai, sehingga Bara belum juga kembali pulang. Begitu pula dengan Nadia, mungkin saja dia sedang menunggu adiknya, yang belum selesai melakukan tes pendaftaran."
Варак маhmud mencoba
memenangkan istrinya itu, hingga membuat ibu Mirna menjadi lebih tenang dan memilih duduk di samping suaminya.
Namun, baru saja mereka merasa tenang, Tiba-tiba saja datanglah ibu Dina yang merupakan bos kerja putrinya di kantin Kampus.
"Selamat sore Pak Mahmud dan ibu Mirna." sapa ibu Dina mengejutkan mereka berdua.
"Ibu Dina. Kok ibu sudah pulang? Lalu di mana Nadia? Apakah dia masih di kampus bu? "
Ibu Mirna langsung bangkit dari duduknya, saat melihat kedatangan wanita tersebut. Sedangkan ibu Dina, yang mendapat pertanyaan itu, hanya bisa menampilkan wajah bingung.
"Bu, pak. Sebenarnya kedatangan saya kemari ingin mengajak kalian untuk datang ke Universitas Samudera. Kebetulan ada sesuatu yang terjadi di sana."
Deggghh....
Mendengar perkataan ibu Dina, jantung dari kedua orang tua itu menjadi berdegub kencang. Lalu, tanpa banyak bertanya mereka berdua pun segera mengikuti langkah kaki ibu Dina yang mengajak mereka keluar dari lorong rumah kontrakan itu.
Sedangkan para warga yang berada di dekat rumah pak Mahmud, hanya bisa menatap penasaran. Tidak biasanya orang lumayan berada seperti ibu Dina mau mengajak keluarga pak Mahmud yang terkenal miskin di kampung mereka.
"Lihatlah. Mau kemana ibu Dina membawa kedua orang tua Bara?" tanya para tetangga saling berbisik pelan.
"Manalah aku tahu. Mungkin saja ibu Dina menjadi baik, karena putri mereka bekerja dengan beliau." jawab ibu satunya yang merupakan tetangga ibu Mirna.
Ibu Mirna dan pak Mahmud, yang melihat pandangan para tetangga menatap kearah mereka pun, berusaha untuk tidak memperdulikannya.
Mereka berdua terus berjalan mengikuti langkah kaki bu Dina menuju keluar dari lorong kontrakan tersebut.
Hingga setibanya di dekat jalan besar, mereka berdua melihat sebuah mobil berwarna abu abu telah terparkir di sana.
"Ayo masuklah ke dalam mobil saya pak, buk." titah ibu Dina sambil membukakan pintu mobilnya.
Dan setelah mereka semua masuk ke dalam mobil yang terparkir di pinggir jalan besar itu, Ibu Dina pun langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan kencang, menuju ke Universitas Samudera yang ada di pusat kota Jakarta.
Di dalam mobil, ibu Dina tampak diam membisu. Sungguh, saat ini dia juga tak kalah panik sama seperti kedua orang tua yang sedang duduk di kursi belakang mobilnya. Setengah jam yang lalu, Ibu Dina mendapatkan telfon dari kepala Kampus, yang memerintahkan dia untuk segera menjemput kedua orang tua dari karyawannya yang tak lain adalah Nadia.
Tentu saja mendapatkan perintah itu membuat hati ibu Dina menjadi tidak tenang, apalagi Kepala kampus tidak mau memberitahu alasan mereka, kenapa harus memanggil kedua orang tua Nadia. Sungguh! Saat ini jantung ibu Dina juga berdetak kencang. Tapi dia tidak mempunyai keberanian untuk mengatakannya kepada pasangan suami istri yang ada di belakangnya itu.
Sedangkan ibu Mirna, yang merasa penasaran memberanikan diri untuk bertanya kepada ibu Dina.
"Bu! Maaf kalau saya lancang. Kalau boleh tahu! Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kami berdua sampai di panggil ke Universitas yang terkenal itu?" tanya ibu Mirna menatap lekat kearah depan.
"Saya juga tidak tahu ada apa bu.
Karena Kepala Kampus tidak menjelaskan apa apa kepada saya."
"Oh, jadi begitu. Tapi, apakah tadi siang putra Kami Bara ada datang untuk menemui kakaknya Nadia? "
"Iya, ada. Sudah, sekarang biarkan saya fokus menyetir. Kalian berdua duduk tenang saja di belakang."
Ibu Dina berbicara dengan nada ketus, membuat kedua orang tua Bara menjadi terkejut dan langsung terdiam. Hingga tak lama berselang, mobil milik ibu Dina sudah tiba di perkarangan kampus, di sana terlihat ada beberapa mobil mewah dan juga mobil kepolisian, yang terparkir di perkarangan tersebut.
"Ya Tuhan! Kenapa ada mobil polisi di sini!"
Kedua mata bapak Mahmud dan ibu Mirna langsung membulat sempurna, saat melihat keberadaan dari mobil kepolisian itu. Begitu juga dengan ibu Dina. Baru kali ini, selama dia berada di kampus, ada mobil polisi yang terparkir di perkarangan tersebut.
"Kenapa ada mobil polisi? Apa yang sebenarnya terjadi? " gumam ibu Dina di dalam hatinya.
Lalu, langkah kaki mereka bertiga mulai menyusuri kampus mewah itu, mereka masuk ke dalam gedung yang bertingkat dan juga megah.
Sesampainya di dalam loby, ada dua orang Bodyguard yang berjaga di sana, yang langsung mendekati mereka bertiga.
"Apakah kalian kedua orang tua Bara?" tanya Bodyguard itu dengan wajah sangar.
"Benar pak. Kami adalah orang tua Bara."
"Kalau begitu, ayo ikut kami.
Sedangkan anda bisa kembali pulang."
titah Bodyguard itu lagi melirik kearah ibu Dina.
Ibu Dina mengangguk mengerti, lalu kedua orang tua Bara kembali berjalan mengikuti kedua Bodyguard tersebut. Mereka menuju ke lantai paling atas dengan menggunakan lift.
Hingga tak lama kemudian, mereka berdua sudah tiba di dalam ruangan yang begitu mewah dan juga berkelas.
"Ayo masuklah. Temui Tuan kami di dalam ruangan."
Wajah pak Mahmud dan ibu Mirna
berubah menjadi sangat ketakutan. Sungguh! Mereka berdua tidak mengerti dengan apa yang terjadi saat ini. Hingga tak lama kemudian, mereka telah duduk tepat di depan meja kerja dari pemilik kampus yang bernama Tuan Adi Herlambang.
Pria itu tampak menatap kearah bu Dina dan pak Mahmud dengan tatapan sinis. Sedangkan di deretan sofa, terdapat dua orang polisi dan dua orang pria berpakaian coklat yang merupakan pegawai di bawah naungan pria tersebut.
"Apakah kalian adalah orang Tuanya Bara dan Nadia?" tanya Tuan Adi Herlambang dengan nada yang begitu tegas.
"Benar pak. Kami berdua adalah kedua orang tua dari Bara dan juga Nadia. Kalau boleh tahu! Ada keperluan
apa bapak memanggil kami berdua pak? Apakah anak saya telah melakukan sesuatu di kampus ini? "
Pak Mahmud mencoba memberanikan diri untuk bertanya kepada pria berwajah garang tersebut, sungguh, walaupun saat ini jantungnya sudah mau copot, tapi sebagai kepala keluarga maka pak Mahmud harus berani mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada kedua anaknya.
Sedangkan Tuan Adi Herlambang yang mendengar pertanyaan pak Mahmud langsung tersenyum miring, tidak dia sangka, kalau pria berpakaian lusuh ini sangat berani untuk bertanya kepada dirinya.
"Baiklah. Aku tidak akan mengulur waktu terlalu lama. Karena, aku juga sudah muak melihat putramu yang bernama Bara. Tepat siang tadi, telah terjadi pertengkaran antara putramu dan putraku yang bernama Ferdy. Dan Putramu telah menusuk putraku menggunakan pisau yang sangat tajam. Bahkan, saat ini putraku dalam keadaan kritis. Aku sungguh tidak bisa menerima kejahatan yang sudah dilakukan oleh putra kalian berdua.
Maka dari itu, aku akan menjebloskan putra kalian yang bernama Bara ke dalam penjara."
Jeduarrrr.....
Kedua mata Ibu Mirna dan pak Mahmud langsung berubah berkaca kaca. Apakah mereka sedang bermimpi? Bagaimana mungkin putra mereka yang sangat baik bisa melakukan hal sekeji itu?
"Tidak! Anda pasti telah memfitnah putra saya! Tidak mungkin putra saya menusuk putra anda dan berusaha untuk menghabisnya! Putraku adalah orang yang sangat baik, itu mustahil bisa terjadi! " tolak Pak Mahmud dengan nada membentak.
"Pak Polisi. Bawa anak itu menghadap ku sekarang juga. Agar kedua orang tua ini tahu, kalau putranya merupakan seorang pembunuh."
"Siap Tuan."
Dengan cepat salah satu petugas itu langsung berlari keluar dari dalam ruangan, dia segera membawa Bara yang masih berlumuran darah di kedua tangan dan bajunya, untuk masuk ke dalam ruangan Tuan Adi Herlambang.
Hingga detik kemudian.....
Deggghhh....
Ibu Mirna dan pak Mahmud langsung luruh dari berdirinya, saat menyaksikan keadaan putra mereka yang sudah sangat berantakan.
"Ya Tuhan Bara......!!!"
Bara kembali meneteskan air mata, dia benar-benar hancur melihat kedua orang Tuanya menjadi lemah tidak berdaya saat melihat dirinya yang penuh dengan noda darah dan luka dibagian wajahnya. Bahkan baju putih yang dia kenakan sudah berubah warna akibat luka dari lengan tangannya serta luka dari perut Ferdy yang dia tusuk menggunakan pisau.
"Bapak ibu, ma'afkan aku...."
ada musuh mengintamu