Lionel Danny, adalah pria berpengaruh yang kejam. Karena dendam ia terpaksa menikahi putri musuhnya sendiri.
Namun, tepat setelah pernikahan selesai dilangsungkan, ia justru menghabisi seluruh keluarga istrinya, Maura.
Karena benci dan dendamnya akhirnya Maura sengaja mendekati pria kaya raya bernama Liam. Siapa sangka jika Liam benar-benar jatuh hati kepada Maura.
Mungkinkah Danny luluh hatinya dan berusaha merebut kembali miliknya?
Bagaimana jadinya jika ternyata Liam justru pria yang lebih kejam dari Danny?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lintang Lia Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Kejam
Mendung datang tiba-tiba, seakan menyelimuti hati Maura yang sedang di dera duka.
Gadis itu hanya bisa diam dan termenung memikirkan bagaimana kondisi adiknya. Ia masih tak percaya pada Danny. Bagaimana jika seandainya pria itu justru menyuruh orang untuk membunuh adiknya?
Membayangkan saja Maura ketakutan.
Pintu kamar berderit, tak lama kemudian terlihat Danny sedang berdiri di ambang pintu. Maura tersentak dibuatnya. Gadis itu langsung berdiri, lalu melangkah mundur.
Setiap melihat Danny, ia selalu menjaga jarak aman. Dan hal itu membuat Danny tak suka.
"Kenapa?" tanya Danny seraya terus memperhatikan pergerakan Maura tanpa kedip.
"Jauhi aku, pernikahan kita ini hanya pura-pura, Danny! Ingat itu!" seru Maura memperingati.
Danny tak peduli.
Melihat Maura mundur, bukannya berhenti melangkah ia justru berjalan maju. Tepat setelah kira-kira selangkah di depan Maura, ia meraih tengkuknya. Lalu mendaratkan ciuman. Maura tak suka.
Gadis itu terus meronta, lalu mendorongnya dengan kasar. Mata Danny merah menyala, setelah sempat terhuyung, ia semakin mengamuk. Lalu menarik paksa hingga Maura terjatuh ke ranjang.
Napas perempuan cantik itu masih memburu, tetapi ia berpikir cepat. Tanpa pikir panjang, ia menendang area sensitif Danny.
BUGH!
"Aaaaaaaarghhh," erangnya, kesakitan sambil menegangi bagian yang sakit.
Setelah berhasil lepas dari kungkungan Danny ia langsung berlari menghindar.
Sementara itu, para bodyguard Danny yang mendengar suara teriakan Tuannya langsung berlari menerobos kamar.
"Ada apa Tuan?" tanya salah satu orang kepercayaan Danny sambil berlari mendekat ketika Danny kesakitan.
Tak lama berselang mereka melihat Maura yang terlihat ketakutan dengan rambut acak-acakan dan bersandar di sudut tembok.
Tanpa menunggu jawaban dan perintah Danny lagi, akhirnya mereka menghampiri dan menjambak rambut Maura.
"Heh! Apa yang kamu lakukan!" Salah seorang dari mereka terlihat begitu murka dan mencekik Maura hingga gadis itu terdesak di tembok dan meringis kesakitan.
Kepala Maura terus menggeleng dan menatap ke arah Danny.
"Beraninya kamu! Jangan sentuh wanitaku!" ancam Danny sambil melotot dan menunjuk ke arah orang pria bertubuh kekar itu.
"Tapi, Tuan," selanya dengan suara terbata.
"Kuperingatkan, jangan ada yang ikut campur atau berani menyakitinya. Atau kalian akan mendapatkan hukuman yang setimpal dariku!" Danny langsung beranjak berdiri.
Lalu ia menarik Maura yang masih kesakitan dan memegangi lehernya akibat bekas cekikan.
Danny memeriksa leher Maura yang meninggalkan bekas tangan dan berwarna merah.
Danny terlihat murka. Lalu....
PLAK!
"Ampun, Tuan Danny. Saya hanya ingin menjaga Anda," kilahnya membela diri.
"Tapi dia istriku, apa kamu lupa?" Kini giliran Danny yang mencekiknya hingga tubuh pria kekar itu terangkat.
Karena ketakutan, Maura memilih diam dan memejamkan mata, ia bersembunyi tepat di belakang punggung Danny.
Menyadari hal itu, Danny langsung melepaskan.
"Keluar dari kamarku sekarang juga. Aku tidak mau kesalahan yang sama akan terulang. Ingat, jangan ada yang menyentuh Maura!"
Mereka semua keluar. Dan kini hanya menyisakan Danny dan Maura di dalam kamar. Pemuda tampan itu langsung berjalan cepat dan mengunci pintu.
Seketika napas Maura langsung memburu. Ia panik sekaligus takut. Meski begitu perepuan itu pasrah ketika Danny mengangkat tubuhnya ke ranjang.
Maura berpikir, hal buruk apalagi yang akan ia terima setelah ini. Danny pasti akan melampiaskan kemarahannya.
Ia memejamkan matanya saat Danny mengikis jarak tepat menindih di atas tubuhnya.
Namun, menit kemudian pria itu beranjak dan menjauh, beberapa menit setelahnya kembali lagi.
"Jangan takut, aku tidak akan menyakiti kamu. Aku hanya mau mengoleskan salep agar lehermu tidak lebam." Buku jemari Danny menyapu bagian leher Maura perlahan.
Ada rasa tak biasa yang pemuda itu rasakan.
'Ada apa denganku, Maura. Kenapa aku begitu baik padamu? Aku bahkan tega menghabisi seluruh keluargamu, tetapi demi kamu ... aku rela menunda kematian adikmu. Ada apa denganku?' Batin Danny bertanya-tanya.
Maura masih diam membisu. Ia memalingkan wajah ke arah luar jendela. Seperti biasa, ia memang selalu menghindari tatapan Danny sejak pertama pertemuan.
"Istirahatlah, aku akan menjagamu sembari bekerja. Aku akan duduk di sofa biar kamu ngerasa nyaman, ya? Pejamkan matamu," terang Danny.
"Apa aku boleh tanya?" Maura berbicara dengan suara gemetar.
Tampaknya ia mengalami trauma ringan atas rentetan tragedi yang mendera seluruh keluarganya.
"Katakan," sahut Danny, dingin.
"Aku ingin tahu kondisi Yura. Aku ingin bertemu dan berbicara padanya. Hanya aku keluarga yang tersisa satu-satunya. Aku tidak ingin dia merasa sendirian dan ketakutan. Aku hanya ingin memastikan dia aman."
Danny tersenyum getir. "Dia aman di sana, aku sudah menyuruh lima orang pengawal berjaga secara bergantian. Besok saja, aku sendiri yang antar."
Maura mengangguk pelan. "Terimakasih."
Lalu akhirnya ia memejamkan matanya.
***
Entah berapa lama ia tertidur pulas. Saat membuka mata, tiba-tiba hari sudah berganti malam. Ia melihat Danny menanggalkan handuk yang semula terlilit di pinggangnya, lalu menggantinya dengan piyama.
Dari pantulan cahaya cermin, rupanya pria kasar itu menyadarinya. Ia tersenyum simpul.
"Sudah bangun?" tanyanya.
Maura tersentak.
"Aku hanya tidak sengaja melihatmu," kilahnya gengsi.
"Aku tahu kamu mulai mengagumi keindahan otot-otot kekarku secara diam-diam, Maura. Kamu boleh menyentuhnya jika kamu mau." Danny meletakkan jemari Maura tepat di dada bidangnya.
Sontak saja Maura langsung menariknya. Tak lama berselang, keduanya mendengar suara pintu diketuk.
"Permisi Tuan, Danny. Apakah makan malam Nyonya perlu disiapkan sekarang?" tanya salah seorang pelayan.
Kening Danny berkerut sesaat, lalu ia melirik Maura.
"Kau mau makan di meja makan atau di kamar? Maaf tadi aku makan malam duluan. Aku gak tega lihat kamu tidur."
"Aku tidak lapar," tolak Maura.
Gadis itu masih tetap keras kepala. Ia selalu menunjukkan sikap tak sukanya atau memancing kemarahan Danny. Ya. Itu memang tujuannya.
Danny langsung menghela napas berat. Ia sudah tahu jika Maura akan mengatakannya.
"Dasar tidak tahu diuntung!" dengkusnya, kesal sembari menatap Maura.
"Bawa masuk ke sini!" perintah Danny kemudian.
Tak lama kemudian, bukannya pelayan yang datang membawa makanan, tetapi justru salah seorang bodyguard yang datang mendekati Danny.
"Maaf Tuan, operasinya dinyatakan berhasil. Tapi Yura dinyatakan koma."
Rupanya pria itu sedang memberikan laporan tentang adik Maura. Gadis itu terhenyak.
"Koma? Bawa aku ke sana. Dia pasti mengira sedang sendirian. Tolong bawa aku ke sana, Danny," pinta Maura dengan tatapan memohon.
Danny tersenyum getir. "Aku suka jika kamu memohon begini. Jadilah patuh, agar aku menuruti keinginan kamu, Maura. Kau ... tidak boleh keluar dari kamar ini."
Mata Maura memerah.
"Bajingan, dasar pria kejam! Dia adikku satu-satunya yang tersisa, Danny. Kamu terlalu keras bagaikan batu. Jangan harap ada orang yang mencintaimu. Kau bajingan kejam!" rutuknya dengan sorot mata merah bercampur air mata.
update lebih bnyk lgi sehari 2-3 bab hehe...