Ada satu komunitas muda-mudi di mana mereka dapat bersosialisasi selama tidurnya, dapat berinteraksi di alam mimpi. Mereka bercerita tentang alam bawah sadarnya itu pada orangtua, saudara, pasangan, juga ada beberapa yang bercerita pada teman dekat atau orang kepercayaannya.
Namun, hal yang menakjubkan justeru ada pada benda yang mereka tunjukkan, lencana keanggotaan tersebut persis perbekalan milik penjelajah waktu, bukan material ataupun teknologi dari peradaban Bumi. Selain xmatter, ada butir-cahaya di mana objek satu ini begitu penting.
Mereka tidak mempertanyakan tentang mimpi yang didengar, melainkan kesulitan mempercayai dan memahami mekanisme di balik alam bawah sadar mereka semua, kebingungan dengan sistem yang melatari sel dan barang canggih yang ada.
Dan di sini pun, Giziania tak begitu tertarik dengan konflik yang sedang viral di Komunitaz selain menemani ratunya melatih defender.
note: suka dengan bacaan yang berbau konflik? langsung temukan di chapter 20
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juhidin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chap 8 Penculikan
Hen Hen menjejakkan garis pergerakannya saat berkelok ke kanan dan ke kiri demi menghindari pejalan kaki yang ada di sepanjang gang canggih. Dia melesat zig zag di antara orang-orang yang beraktivitas, bahkan dengan mudahnya dia meloncati seorang yang tengah berguling masuk menembus dinding.
Sementara Jihan tetap mengikuti si cepat dengan gaya hantu, melayang di sebelah Hen Hen membiarkan tubuhnya menembusi banyak halangan. Jihan tidak begitu repot, mengambang santai di sepanjang jalan.
Hen Hen sadar kaburnya percuma, namun tetap bergerak dan pura-pura tak melihat Jihan yang menemani.
"Hen kalo bisa ntar nyetel dangdut. Tadi yang hepi lo doang soalnya."
"..?!"
Hen Hen menoleh pada Jihan karena tak paham, sudah genap mempercepat dan memperkuat langkah kaki namun Jihan masih di sebelahnya.
Wezzt! Ngueng!!
"Woy.. Jalan!! Mode pendek! Nyampe bego! Jangan mode sepi!"
Seseorang yang Jihan tembus berteriak dan mengingatkan. Namun saat Jihan lirik anak laki-laki tersebut hilang dari pandangan bersama orang-orang yang sedang berjalan kaki di lorong.
"Hen. Denger tuh. Jalan aja sih. Biar cepet. Lo bisa cerita ke gue sekarang. Napa lo tadi bolos? Apa gara-gara komenan gue soal hubungan lo sama Nina?"
Tak dijawab.
Jihan lihat kaki Hen Hen sudah persis baling-baling heli. Kemudian..
Takh! Jihan langsung gerakkan kaki kananya ke objek yang ditunggui. Akibatnya..
Gubrakh!!! Dgh!!
Gedubrag-gedubruk..!! Dubragh...! Dubrugh!!
Hen Hen jatuh bergulingan tersandung sesuatu yang lebih cepat dari gerak kakinya.
Jihan lihat suatu alat milik Hen Hen terlepas, namun tak mempedulikan kelereng putih itu, dia lebih peduli pada kondisi Hen Hen yang terus terjungkal hingga meninggalkan jejak bentur di lantai.
BRUGH!!
Bunyi hantam terdengar cukup keras di dinding ruang heksa ini. Saking cepatnya Hen Hen berlari, sekali jatuh langsung menggelincir hingga menabrak halangan dengan kerasnya.
Bahu Hen Hen, kepalanya, leher, pergelangan kaki, dan anggota gerak lain masih utuh tak terlepas.
Jihan amati dengan seksama jejak di lantai yang mungkin kulit dari tubuh Hen Hen, serbuk hitam tersebut mencair dari keringnya, mendapati "salju" hitam yang meleleh.
Di depan dinding, tempat Hen Hen terhantam, beberapa cahaya memotret namun mereka yang muncul itu lalu cuek berjalan.
Bahu Hen Hen tampak gelap tanpa lapisan kulitnya, hanya terlihat serat-serat atau garis-garis ototnya, juga daging di sekitar ketiak tersebut transparan.
Hen Hen bangun dari terkaparnya lalu berkata sesuatu tanpa peduli pada penampilan dan kerusakan kulit tubuhnya.
Zwwt!! Srtth! Muncul severtikal garis sinar putih dan langsung terbelah membuka lapisan.
Jihan masih bisa melihat Hen Hen walau terhalang media pintu yang ada.
Tubuh Hen Hen menampakkan siluetnya dilihat dari posisi Jihan yang berada di seberang pembatas. Lapisan yang Hen Hen panggil layaknya monitor transparan yang menyala untuk menampilkan tubuhnya di balik layar sinar-x.
"Hen tunggu!"
Hen Hen tetap masuk. Jihan tahu aksinya walau terhalang portal, siapapun bisa tahu melalui lapisan tersebut yang menayangkan sinar tepi dari siluet Hen Hen.
Pintu "lift" masih menggangga, memperlihatkan gang milik lokasi sebuah RT, di situ tampak ada rumah-rumah warga yang berdempetan tapi sepi tak ada manusia.
Jihan bingung dengan serbuk hitam bekas bentur di lantai, kelereng putih, Hen Hen, juga terlebih Ira yang dia tinggalkan di ruang pemantauan.
"Masuk. Red alert, Bos. Dia (Hen Hen) mau full privat. Masuk."
Lawang pintu, yang sedang aktif tengah bergerak menutup, sudah tinggal satu jengkal. Jihan belum memutuskan pilihan, tampaknya sedang menunggui Ira yang belum juga kelihatan di lorong.
"Boss, masuk. Haduh.. Gue ngebaca, lagi ada segel buatmu plus orang lainnya. Merah."
Weztt!
Jihan melesat masuk tepat ketika dua garis sinar yang dibahas itu menyatu.
Di atap rumah, Hen Hen memegangi pangkal lengannya, membiarkan bubukan hitam melesat dari portal, menutupi kulitnya.
Saat asyik memijat-memijat begitu, Hen Hen berhenti dan lemas badan. "Pemulihan" kulitnya gagal sebab sumber "pasir" untuknya telah ditutup, dia tak bisa lagi mengambil bagian yang ditinggalkannya di lorong.
"Tadi orang.. Tapi kenapa malah si Nana yang kena pegelnya?" tanya Jihan, bicara sendiri.
Di depan tiang satu rumah, Jihan tengadah mengamati Hen Hen, masih dalam kebingungannya sejak dari lorong kantor Elci.
"Boss, terus selam. Kau udah kehubung sama April. Dia (April) nyontek algoritma gue, siaga di waktu makan."
"Eh, iya. Gelang karet. Pril, plis dong bilangin ke Ira. Gue lagi ada kepo yang ngeresahin. Yang mungkin masalahnya dari komen gue pas latihan. Bilang ke Ira, gue udah gak sabar pokoknya."
"Dia (Ira) lagi ngedenger, Han."
"Haa? Ini sambungan lokal emang?" sadar Jihan.
"Ya, Haaan. Ira lagi di (garis waktu) sini. Diculik."
"?!"
Di tempatnya berdiri Hen Hen menoleh, mendengar percakapan. Dia pun mendapati Jihan. Hen Hen segera meloncat pergi dari lokasi selagi Jihan masih dalam kebingungan.