Namanya Rahayu yasmina tapi dia lebih suka dipanggil Raya. usianya baru 17 tahun. dia gadis yang baik, periang lucu dan imut. matanya bulat hidungnya tak seberapa mancung tapi tidak juga pesek yah lumayan masih bisa dicubit. mimpinya untuk pulang ketanah air akhirnya terwujud setelah menanti kurang lebih selama 5 tahun. dia rindu tanah kelahirannya dan diapun rindu sosok manusia yang selalu membuatnya menangis. dan hari ini dia kembali, dia akan membuat kisah yang sudah terlewatkan selama 5 tahun ini, tentunya bersama orang yang selalu dia rindukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19_Peringatan
Area sekolah mulai sepi karena memang para siswa sudah berhamburan keluar menuju pintu gerbang. Termasuk Raya dan Gita kedua gadis itu berjalan sambil membicarakan apa saja yang akan mereka beli nanti. Malam ini Gita akan menginap dirumahnya, diapun sudah meminta izin pada orang tuanya. Sebelum pulang kerumahnya mereka akan mampir terlebih dulu ke minimarket untuk membeli bahan bahan yang akan mereka butuhkan.
Raya tidak mungkin kembali ke rumah Hito hanya sekedar untuk meminta makanan atau masakan Mbok Jum. Raya akan mulai mandiri dan mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Soal memasak, walaupun dia hanya bisa masak air dan mie instan Raya akan belajar memasak menu yang lainnya. Tenang saja dia dapat melihat tutorial dari internet untuk memudahkannya.
" Lo bawa motor?" Gita mengangguk lalu memakai helmnya.
" Motor metik kesayangan gue ini. Jarang jarang gue bawa motor. Ini juga ngumpet ngumpet dari nyokap." Jawabnya menyengir kuda. Pasalnya Mama Gita tidak suka anak tunggalnya itu membawa motor ke sekolah. Tau sendiri anaknya sedikit sengklek mirip Cowok dan di tambah bawa motor, udah pasti bakal kebut kebutan. Bukannya mama Gita mengekang putrinya itu, tapi dia terlalu was was takut jika akan terjadi sesuatu pada anaknya itu.
" Yaudah ayo naik." Titah Gita yang sudah siap. Raya sedikit ragu saat ingin menaiki motor Gita. Namun dengan cepat Gita menarik tangan Raya dan menyuruhnya untuk segera naik.
" Pelan pelan lo bawanya. Gue masih pengen idup," Ucap Raya memperingati.
Gita menoleh lalu tersenyum lebar " Gue juga sama masih pengen idup dodol, mana gue belum nikah juga kan!"
" Nikah aja. Lulus juga belom!" Balas Raya menoyor kepala Gita. Raya sudah siap diposisinya begitupun dengan Gita, gadis itu sudah siap membelah jalanan ibu kota.
Dilain tempat nampak seorang pria tengah bersandar pada sebuah tiang yang menjadi penyangga. Salah satu kakinya dia tekuk membiarkan menempel pada dinding. Kedua tangannya dia masukkan kedalam saku celana. Semilir angin menerpa wajahnya, daun kering mulai berguguran terombang ambing jatuh dari ranting.
Cukup lama dia menunggu disana. Menunggu seseorang yang selalu membuatnya ingin pergi jauh dari dunia ini. Tapi kali ini dia tidak ingin pergi, dia akan menghadapinya dan membiarkan apapun yang akan terjadi akhirnya.
" Hito," Hito menoleh cepat saat mendengar seseorang memanggil namanya. Hito menarik punggungnya, berjalan angkuh dengan kedua tangan yang masih dia masukkan kedalam saku celananya.
" Ikut gue." Tanpa basa basi Hito menyuruh orang itu untuk mengikutinya. Keduanya mulai berjalan meninggalkan gedung sekolah menuju buritan sekolah. Setelah sampai pada tempat yang mereka tuju Hito memutar tumitnya menatap datar pada pria yang berada di depannya.
" Jauhin Raya" Ucapnya To The Point. Pria itu yang tak lain adalah Dirga, dia menautkan alisnya membuat kerutan dikeningnya.
" Gue nggak bisa," Mendengar jawaban dari Dirga membuat rahang Hito mengetat secara tiba tiba. Matanya mulai memerah, namun tak membuat Dirga gentar ataupun takut.
" Pengecut!" Maki Hito. Dirga tak membalas makian pria yang berdiri tepat di depan nya, dia lebih memilih diam dan membalas tatapan menghunus milik Hito" Brengsek. Keparat!" Lanjut Hito memakinya.
" Gue ingetin sekali lagi sama Lo, jauhin Raya." Tegas Hito penuh dengan perintah. Dia tidak ingin kembali mendengar penolakan dari Dirga.
" Gue udah bilang, gue nggak bisa."
" Kenapa heum?" Hito menyunggingkan senyum devilnya. Salah satu sudut bibirnya tertarik keatas membuat wajah dinginnya semakin menyeramkan.
" Gue.....
" Nggak bisa jawab kan lo? Sebelum dia terluka lebih baik Lo jauhin dia."
" Tapi...
" Apa lagi huh? Lo itu brengsek. Lo pengen liat dia terluka huh?" Hito mulai tersulut emosi. Dapat di lihat dari nada suaranya yang mulai meninggi. Bukan itu saja, tatapannya pun lebih tak bersahabat lagi " Lo itu pengecut. Jadi stop so peduli sama Raya."
" Gue tulus peduli sama dia, gue juga tulus temenan sama dia. Jadi apa salahnya huh?" Dirga mulai memanas. Diapun mulai membalikkan kata kata Hito.
" Perasaan lo." Tunjuknya tepat pada dada Dirga " Perasaan lo yang salah. Jadi gue ingetin sekali lagi sama Lo, jauhin Raya sebelum di terluka. Karna jika itu terjadi?" Dirga mendongak karena Hito mencengkram kerah bajunya " Gue nggak bakal kasih ampun sama Lo!" Hito menatap dalam pada mata Dirga, memberitahunya bahwa perkataannya itu tidaklah main main.
Hito melepaskan cengkraman itu dengan sedikit mendorong tubuh Dirga, membuat Dirga terhuyung dan nyaris terjungkal jika dia tidak segera menyeimbangkan tubuhnya. Dirga hanya bisa terdiam, menatap kepergian Hito yang mulai jauh dari pandangannya Sebelum Dirga membalas perkataan lawan bicaranya itu.
" Dir, Lo nggak apa apa kan?" Sam teman sekelas sekaligus teman seorganisasinya menghampirinya. Pria itu mengikuti bahkan sempat mendengar apa yang mereka bicarakan tadi.
Sam dan Dirga baru saja selesai rapat membantu pengurus osis periode baru menyusun kegiatan yang akan mereka adakan di sekolah mereka. Karena Sam dan Dirga itu orang terpenting di osis waktu dulu, jadi adik kelas mereka meminta mereka untuk memberikan saran dan masukkan pada mereka.
" Gue nggak apa apa kok," Ucap Dirga.
" Oh iya. Jihan udah nungguin lo di depan." Ucap Sam memberitahu " Dia sempat mau ikutin lo juga kesini tapi gue tahan, lo tau sendirikan Jihan anaknya kaya gimana?"
" Makasih ya. Yaudah kita balik." Ucap Dirga. Jihan itu anaknya suka ngadu, dan kebetulan para orang tua mereka juga berteman seperti orang tua Hito dan Raya. Jadi jika terjadi sesuatu pada Dirga, Jihan akan segera memberitahu Mamanya Dirga.
Di tempat parkir Ciko dan Rian tengah menunggu Hito Saat melihat orang yang mereka tunggu datang Ciko dan Rian pun segera menghampirinya " Gimana?" Tanya Rian.
Hito menggelengkan kepalanya " Dia nolak buat jauhin Raya."
" Terus apa yang bakal lo lakuin?" Tanya Ciko.
" Gue juga nggak tau. Tapi gue udah kasih peringatan sama dia. Gue harap dia bakal berubah pikiran."
" Kenapa Lo nggak minta sama Raya buat jauhin Dirga?" Hito menoleh mendapat pertanyaan itu dari Rian.
" Gue udah pernah nyoba. Namun jawabannya tetap sama."
" Dirga nggak salah, Raya juga nggak salah. Ini hak mereka, mereka bebas untuk berteman ataupun leb....."
" Lo ngomong apa huh?" Hito segera mencengkram kerah baju Ciko. Dia tidak terima dengan ucapan yang baru saja keluar dari Mulut temannya itu.
" Lo pikir gue bersikap seperti ini buat apa huh? Buat kebaikan dia juga!"
" To lepasin. Hito apa apaan sih, lepasin Ciko." Rian berusaha menenangkan Hito, mencegah baku hantam antara kedua temannya itu. Hito mulai melunak melihat kedua temannya yang terdiam dan enggan untuk membuka suara lagi. Hito melepaskan cengkraman itu menggusar rambutnya kasar berakhir dengan membanting helmnya.
" Gue tau, gue juga sadar yang di ucapkan Ciko itu tidak salah. Tapi apa salah kalau gue menjaga perasan Raya? Gue cuma takut dia terluka."
" Tindakan lo nggak salah. Tapi sikap lo yang kasar sama Raya yang salah." Tutur Rian " Sikap lo yang bikin dia jauh dari lo."
Hito tersenyum lalu tertawa sumbang membuat Ciko dan Rian kebingungan " Ck. Gue nggak berharap Raya sama Dirga, kenapa nggak sama yang lain huh? Gue nggak bisa. Kenapa harus sama pria brengsek itu?"
" Tapi gimana kalo Raya menemukan kebahagiaannya bersama Dirga?" Celetuk Ciko
" Tapi Raya belum tentu suka sama Dirga," Serga Rian. Ketiganya saling tatap sampai akhirnya ucapan Hito membuat Rian mengesah pelan.
" Gue melihatnya dan gue merasakannya. Gue yakin Rasa itu akan tumbuh di hati Raya. Gue tau, bahkan dari tatapan matanya saja gue bisa liat kekaguman Raya sama Dirga." Tutur Hito melemah.
" Dan gue pun melihat. Rasa lebih yang Raya berikan buat lo. Gue juga dapat melihatnya kalo Raya takut kehilangan lo." Ujar Rian.
" Rasa lebih? Untuk seorang teman masa kecil bukan takut akan kehilangan seseorang yang terpenting dalam hidupnya. Ingat kedua hal itu sangatlah berbeda." Sangkal Hito membuat Rian kembali mengesah.
Jika menggenggamnya terlalu menyakitkan maka aku akan melepaskannya.