NovelToon NovelToon
Who Am I?

Who Am I?

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sistem
Popularitas:773
Nilai: 5
Nama Author: @Sanaill

Seorang mahasiswa cupu yang hidupnya terkurung oleh penyakit langka, menghembuskan napas terakhirnya di ranjang rumah sakit. Tanpa dia duga, kematian hanyalah awal dari petualangan yang tak terbayangkan. Dia terbangun kembali di sebuah dunia fantasi yang penuh sihir dan makhluk-makhluk aneh, namun dalam wujud seorang anak laki-laki berusia lima tahun bernama Ahlana. Ironisnya, dia terlahir sebagai budak.

Di tengah keputusasaan itu, sebuah Sistem misterius muncul dalam benaknya. Sistem ini bukan hanya memberinya kesempatan untuk bertahan hidup, melainkan juga kekuatan luar biasa: kemampuan untuk meng-copy ras makhluk lain beserta semua kekuatan dan kemampuan unik mereka. Namun, ada satu syarat yang mengubah segalanya: setiap kali Ahlana mengaktifkan kemampuan copy ras, kepribadiannya akan berubah drastis, menyesuaikan dengan sifat alami ras yang dia tiru.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Sanaill, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4: Identitas yang Berubah, Masalah yang Tetap

Rasa malu karena mengenakan gaun tipis berenda itu segera tergantikan oleh rasa lapar yang menusuk dan ancaman yang belum sirna. Kami, yang kini terdiri dari Ahlana dan sekitar dua puluh budak yang berhasil kubebaskan, hanya bisa saling pandang di tengah hutan. Mereka tampak kebingungan, dan aku pun sama bingung. Aku seorang pria yang terjebak di tubuh bocah, dan baru saja berubah jadi perempuan peri—sekarang kembali jadi bocah lagi tapi masih pakai gaun. Ini benar-benar absurd.

“Uhm... Ahlana?” panggil anak laki-laki remaja bernama Kael, yang tampak paling dewasa di antara mereka. “Kita mau ke mana sekarang?”

Aku menghela napas, berusaha berpikir jernih. Perutku keroncongan. “Pertama, kita harus menjauh dari sini. Tuan Grom pasti akan mengerahkan pasukannya. Kedua...” Aku melirik gaun hijau yang membalut tubuhku. “Aku butuh pakaian ganti. Ini... ini tidak cocok.”

Beberapa anak perempuan menahan tawa, sementara yang lain hanya mengangguk setuju. Mereka juga mengenakan pakaian budak yang compang-camping, tapi setidaknya tidak seaneh gaun yang kukenakan.

“Kita bisa mencari desa terdekat,” usul seorang gadis kecil bernama Lyra, matanya berbinar penuh harapan. “Mungkin ada orang baik yang mau membantu kita.”

“Desa?” aku mencibir. “Di dunia seperti ini, ‘orang baik’ itu langka, apalagi yang mau membantu kami budak pelarian.” Pengalamanku sebagai mahasiswa yang terbiasa berpikir logis dan melihat realitas pahit, bercampur dengan sedikit kenangan samar Ahlana tentang dunia keras ini, membuatku skeptis. “Kita harus mandiri. Pertama, cari makanan. Lalu, tempat berlindung. Dan yang terpenting, kita harus tahu lebih banyak tentang hutan ini.”

Aku melirik sekeliling. Pepohonan menjulang tinggi, dan suara-suara binatang aneh mulai terdengar. Ini bukan hutan kota yang bisa kutemukan di bumi. Ini adalah dunia fantasi yang sebenarnya.

[Sistem Reinkarnasi: Pindai Lingkungan. Mengidentifikasi Sumber Daya Potensial...]

[Terdeteksi: Buah Berry Liar (Dapat Dimakan, Rendah Nutrisi). Lokasi: 15 Meter Arah Utara.]

[Terdeteksi: Sumber Air Bersih (Air Mengalir). Lokasi: 30 Meter Arah Barat Daya.]

[Terdeteksi: Hewan Pengerat Kecil (Potensi Makanan, Membutuhkan Perburuan). Lokasi: Tersebar.]

“Oke, dengarkan,” kataku pada kelompok kecil itu, nadaku kembali normal, sedikit kasar tapi tegas. “Kita akan mencari sumber air dulu. Setelah itu, kita cari buah-buahan untuk mengisi perut.” Aku melirik Kael. “Kau, dan beberapa yang lebih besar, ikut aku. Yang lain, tetap bersama Lyra di sini. Jangan berpencar dan jangan membuat suara.”

Kami bergerak perlahan, melewati semak belukar yang rimbun. Aku berjalan di depan, indraku masih terasa sedikit lebih tajam dari sebelumnya, mungkin sisa dari transformasi Peri tadi. Aku bisa mencium bau tanah basah dan daun-daun yang membusuk, serta samar-samar bau air segar. Setelah beberapa saat, kami menemukan sebuah aliran sungai kecil yang jernih.

“Air!” seru seorang anak kecil, langsung berlari hendak minum.

“Tunggu!” teriakku, teringat akan bahaya di dunia fantasi. Aku harus memastikan air itu aman.

[Sistem Reinkarnasi: Pindai Sumber Air. Status: Aman untuk Dikonsumsi.]

“Aman,” kataku, menghela napas lega. Kami semua minum sepuasnya, rasa dingin air itu sedikit meredakan lapar yang membakar perut.

“Sekarang, mari kita cari makanan,” kataku, melirik ke arah utara. “Aku merasa ada buah-buahan di sana.”

Kami berjalan sekitar lima belas meter dan menemukan semak-semak yang penuh dengan buah berry berwarna merah cerah. Aku segera memetiknya dan mencoba mencicipi satu. Rasanya manis, sedikit asam.

[Sistem Reinkarnasi: Buah Berry Liar – Aman Dikonsumsi. Efek: +5 Nutrisi.]

“Ini bisa dimakan,” kataku, mulai memetik lebih banyak. Yang lain segera mengikuti, wajah mereka berbinar senang. Ini adalah makanan pertama mereka yang bukan sisa-sisa busuk dari perkebunan.

Saat kami sedang sibuk memetik buah, sebuah suara mendesing melewati telingaku. Aku refleks menunduk, dan sebatang panah menancap di batang pohon tepat di atasku.

“Sial!” gumamku. “Kita ditemukan!”

Dari balik semak-semak, muncul tiga sosok berjubah gelap, membawa busur dan pedang. Mereka adalah pemburu bayaran, atau mungkin penjaga Tuan Grom yang disewa. Wajah mereka kasar, dengan bekas luka di mana-mana. Salah satu dari mereka tertawa sinis.

“Lihat apa yang kita punya di sini, anak-anak manis,” kata pemburu pertama, yang terlihat seperti pemimpinnya, suaranya serak. “Dan lihat, si kecil ini bahkan pakai gaun. Lucu sekali.”

Aku segera berdiri di depan anak-anak lain, memancarkan aura Ahlana yang provokatif. Ini adalah kesempatan sempurna untuk mencoba kemampuan Sistem lagi. Aku menyeringai.

“Wah, Paman-paman,” kataku, suaraku dibuat-buat seimut mungkin. “Apakah ibumu tahu kalau kalian suka mengganggu anak-anak di hutan? Apa kalian tidak punya pekerjaan lain selain memburu kami yang tidak berdaya?”

Pemimpin pemburu itu mengerutkan kening, geliat kemarahan terlihat di wajahnya. “Beraninya kau, bocah tengik! Akan kucincang kalian semua dan kembalikan bangkai kalian ke Grom!”

[Identifikasi Ancaman: Tingkat Bahaya Tinggi.]

[Target: 3 Pemburu Bayaran (Ras: Manusia Liar) – Level 6, 5, 5.]

[Pindai Ras Terdekat: Hanya Mengidentifikasi Target Hidup Aktif dalam Radius 10 Meter.]

[Ras Terdeteksi: ‘Serigala Bayangan’ – Level 8 (Status: Agresif, Tersembunyi). Jarak: 8 Meter, Arah Timur Laut.]

[Apakah Anda ingin meng-copy Ras ‘Serigala Bayangan’? (Ya/Tidak)]

Serigala Bayangan? Kedengarannya keren! Level 8! Jauh lebih tinggi dari Peri atau Goblin. Tanpa ragu, aku menjawab, “Ya!”

Seketika, tubuhku kembali mengalami transformasi. Kali ini, sensasi yang kurasakan adalah lonjakan kekuatan dan kegesitan yang liar. Otot-ototku menegang, punggungku melengkung sedikit, dan lenganku terasa lebih panjang. Pendengaranku menjadi begitu peka hingga aku bisa mendengar detak jantung para pemburu itu. Aroma hutan yang tadinya samar kini tercium lebih jelas, dan aku bisa membedakan bau tanah, bau darah kering dari senjata mereka, dan bahkan bau keringat ketakutan dari anak-anak di belakangku.

Yang paling mengejutkan, bukan lagi gaun yang melekat di tubuhku. Kain-kain itu terasa menyatu dengan kulit, berubah menjadi bulu hitam kelam yang tumbuh di sekujur tubuhku. Tanganku memanjang, dan kuku-kuku jariku berubah menjadi cakar tajam. Di belakangku, aku merasakan sesuatu yang panjang dan berbulu melambai-lambai—ekor. Dan di kepalaku, telingaku meruncing, dan sebuah moncong kecil terbentuk di wajahku.

Aku, Ahlana, kini adalah seorang... Serigala Bayangan? Dan entah kenapa, aku merasa ingin menggeram, menunjukkan taringku, dan memburu mereka. Insting buas itu menguasai diriku.

“Apa-apaan ini?!” teriak salah satu pemburu, panik. “Monster! Monster serigala!”

Aku tidak menjawab dengan kata-kata. Sebuah geraman rendah keluar dari tenggorokanku, dan seringai yang tadinya provokatif kini menjadi ancaman nyata, memperlihatkan gigi-gigi tajam yang mematikan. Mataku, yang kini berwarna kuning keemasan, menatap mereka dengan tatapan buas.

“Kalian ingin bermain, ya?” batinku, sebuah dorongan kuat untuk menerkam menguasai. “Mari kita lihat siapa yang menjadi pemburu, dan siapa yang menjadi mangsa.”

Aku melompat, bukan lagi dengan keanggunan Peri, melainkan dengan kekuatan dan kecepatan predator. Anak-anak yang kubebaskan menjerit ketakutan, namun para pemburu itu lebih terkejut. Mereka tidak menyangka bocah ingusan yang mereka buru akan berubah menjadi makhluk buas seperti ini. Pertarungan baru saja dimulai, dan kali ini, Ahlana akan menunjukkan taringnya.

To be continue......

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!