NovelToon NovelToon
(Bukan) Pengantin Idaman

(Bukan) Pengantin Idaman

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Berbaikan / Pengantin Pengganti / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Edelweis Namira

Pernikahan antara Adimas Muhammad Ibrahim dan Shaffiya Jasmine terjalin bukan karena cinta, melainkan karena sebuah perjodohan yang terpaksa. Adimas, yang membenci Jasmine karena masa lalu mereka yang buruk, merasa terperangkap dalam ikatan ini demi keluarganya. Jasmine, di sisi lain, berusaha keras menahan perasaan terluka demi baktinya kepada sang nenek, meski ia tahu pernikahan ini tidak lebih dari sekadar formalitas.

Namun Adimas lupa bahwa kebencian yang besar bisa juga beralih menjadi rasa cinta yang mendalam. Apakah cinta memang bisa tumbuh dari kebencian yang begitu dalam? Ataukah luka masa lalu akan selalu menghalangi jalan mereka untuk saling membahagiakan?

"Menikahimu adalah kewajiban untukku, namun mencintaimu adalah sebuah kemustahilan." -Adimas Muhammad Ibrahim-

“Silahkan membenciku sebanyak yang kamu mau. Namun kamu harus tahu sebanyak apapun kamu membenciku, sebanyak itulah nanti kamu akan mencintaiku.” – Shaffiya Jasm

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAGIAN 8

Alarm tubuh pada dasarnya akan mengikuti ritme tubuh sesuai dengan rutinitas. Tubuh juga akan memberikan alarm ketika ia sudah mulai kehabisan baterainya. Pun jika terlalu lelah ia akan memberikan sinyal untuk berhenti, walaupun sebenarnya itu seringkali diabaikan. Jika terlalu banyak istirahat dan kurang bergerak maka tubuh juga akan memberikan sinyal akan banyaknya penyakit yang menumpuk.

Itulah yang Jasmine renungkan semalam. Tubuhnya sudah memberikan sinyal untuk istirahat sejak kemarin sore. Namun ia lebih memilih mengabaikannya dan berakhir dengan terlambatnya ia makan malam sehingga membuat asam lambungnya kambuh. Beruntung walaupun suaminya sangat membencinya namua Adimas tetap mau membantunya semalam.

Awalnya ia mengira memang akan berakhir tidur di sofa dengan kondisi badan yang belum membaik. Namun Jasmine tidak berhenti tersenyum saat Adimas terus memaksanya untuk bertukar tempat tidur. Meskipun dengan bahasa yang jauh dari kata lemah lembut dan raut wajah yang bersahabat, namun tetap saja itu membuat Jasmine senang.

Setidaknya pagi ini, ketika Jasmine membuka matanya selepas tidur nyenyak, kini ia mendapati dirinya masih terbaring di tempat tidur Adimas. Tubuhnya terasa lebih ringan, sakit lambungnya pun sudah jauh berkurang. Ia menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan, mengingat kejadian semalam.

Aroma tubuh Adimas masih melekat di bantal dan tempat tidur. Jasmine terus berdoa dalam hati, mungkin sekarang ia hanya bisa memeluk guling Adimas, semoga suatu hari nanti ia bisa memeluk Adimas sepuasnya. Tanpa mendengar omelan, tatapan tajam dan wajah judes Adimas.

Jasmine segera bangkit dan melangkah menuju sofa. Pencahayaan kamar masih begitu temaram dan dinginnya cukup menusuk kulit. Jasmine berjongkok di dekat sofa. Lelaki itu kini masih terlelap di sofa dengan posisi tubuh menyamping, selimutnya agak turun dari bahu.

"Semoga Allah melunakkan hatimu, Mas. Kan sayang wajah ganteng kayak gini malah ngomong judes terus sama istrimu," ujar Jasmine sambil menopang dagunya dengan tangannya yang ia tumpukan pada lututnya.

Ia terus menatap suaminya dengan lembut. Jemarinya menari-nari di atas angin seolah sedang menyusuri wajah Adimas secara langsung.

"Kok aku baru tahu ya, kalau kamu seganteng ini. Kemana aja aku selama ini?"

Jasmine seperti orang gila. Menatap Adimas dalam keadaan terlelap dan berbicara sendiri seperti orang kurang waras.

"Maaf, ya, aku mencuri menatapmu seperti ini. Kalau kamu tahu, kamu pasti akan marah-marah dan menatapku seperti ingin membunuhku." Setelah mengatakan itu, Jasmine pun berdiri. "Kamu udah kayak orang gila, Jas. Malah bicara sendiri. Kayaknya aku harus buru-buru sholat."

Senyum manisnya masih melekat di bibirnya. Ia lalu segera menuju kamar mandi. Ia mengambil air wudhu dan menunaikan sholat malam yang tertunda.

Lama ia berdoa. Meminta segala kebaikan dan keberkahan untuk rumah tangganya. Ia yakin, suatu saat suaminya akan berbalik mencintainya. Ia meminta kekuatan untuk menghadapi segala ujian dalam hidup terutama untuk rumah tangganya.

 Ia terus mengaminkan setiap doanya. Tak lupa juga ia berdoa untuk kedua orang tuanya yang telah kembali ke pangkuan Ilahi. Setelahnya, ia duduk di pojok kamar, mengaji dengan suara lirih sampai azan subuh berkumandang dari kejauhan.

Setelah selesai, Jasmine berdiri dan menoleh ke arah Adimas. Lelaki itu masih tampak terlelap, meski napasnya mulai berubah ritmenya. Dengan hati-hati, Jasmine berjalan mendekat. Ia harus segera membangunkan Adimas.

“Mas Adimas…” panggilnya pelan ketika azan mulai berkumandang lebih jelas.

Namun baru saja bibirnya mengucapkan namanya, tubuh Adimas sudah lebih dulu bergerak. Lelaki itu bangkit perlahan. Lalu segera berdiri dan tanpa sepatah kata, berjalan ke kamar mandi tanpa menatap Jasmine sedikit pun. Jasmine menunduk, menahan rasa perih yang mulai merayap perlahan.

Walau hatinya terus menanamkan agar selalu kuat, namun sisi perempuannya membuatnya mengeluarkan air mata di ujung matanya.

Tak lama, Adimas keluar dalam pakaian rapi khas seorang yang ingin sholat. Jasmine dengan cepat menyeka air matanya. Sementara Adimas sempat menatap Jasmine sekilas, lalu berkata singkat, “Saya ke masjid."

Jasmine mengangguk pelan. “Iya. Hati-hati di jalan.”

Adimas tidak menjawab. Pintu kamar pun tertutup kembali, meninggalkan Jasmine sendiri.

Ia memandangi pintu itu sejenak sebelum tersenyum tipis. “Mungkin... bahasa cintanya memang begini,” gumamnya lirih, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa sikap dingin Adimas adalah bentuk perhatian yang belum bisa ditunjukkan secara langsung.

"Kuat, Jasmine. Kamu kuat seperti bibinya Rasulullah. Shaffiya binti Abdul Mutholib," ucapnya lirih. "Penuhi yakinmu kepada Rabb-mu. Maka takdirmu juga akan sebaik yakinmu itu," ucapnya lirik sambil menyeka air matanya... lagi.

...****************...

"Adimas mana, Jasmine?"

Jasmine yang sedang menuangkan minuman ke gelasnya sempat menoleh pada Eyang Ningsih. Sebelum menjawab ia minum terlebih dulu.

"Mas Dimas ada di kamar, Eyang," jawab Jasmine lembut. "Sebentar lagi beliau turun, Eyang. Tadi lagi siap-siap untuk ke kantor," lanjutnya kemudian.

"Adimas tadi ke masjid, ya?" Kali ini Bunda Raya yang bertanya.

Jasmine menatap perempuan berwajah teduh tersebut. Lalu ia mengangguk. "Iya, Bunda."

"Tumben. Biasanya dia sholatnya di rumah." timpal Bunda Raya lagi.

"Laki-laki kan utamanya di masjid, Bunda."

Jasmine dan yang lainnya pun menoleh. Adimas sudah rapi dengan stelan kerjanya dan tas kerjanya. Ia berjalan dengan langkah yang begitu mantap menuju meja makan lalu segera duduk di samping Jasmine.

Perempuan itu kemudian segera mengisi piring Adimas dengan nasi goreng dan ayam goreng. Setelah itu segera ia letakkan dan persilahkan Adimas untuk makan. Namun lelaki itu hanya mengangguk lalu menatap para orang tua yang ada di meja makan.

"Kami akan pindah besok. Rumah yang Eyang siapkan sudah selesai direnovasi. Jadi kami akan tinggal di sana."

Jasmine menoleh pada Adimas. Rumah? Ia sendiri tidak mengetahui perihal itu. Lagi pula kenapa harus buru-buru pindah? Berbagai pertanyaan itu berkecamuk di pikirannya.

Namun bukan Jasmine yang kemudian bertanya atau pun protes, melainkan Eyang Ningsih.

"Kamu yakin? Maksud Eyang sampai dengan Adrian pulang, kalian bisa di sini dulu."

Adrian itu adiknya Adimas. Itulah yang Jasmine ketahui dari neneknya. Keluarga Ibrahim mempunyai dua penerus lelaki, yaitu Adimas Muhammad Ibrahim dan Adrian Mumtaz Ibrahim.

"Sudahlah, Ma. Kalau memang Adimas mau pindah ya udah. Toh dia di sini juga bakalan jarang pulang." Pak Khalid yang sedari diam pun bersuara.

Lelaki itu seperti Adimas versi tua. Sorot tajam matanya hingga raut wajahnya mirip.

Jasmine tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Namun sorot tajam ayah mertuanya, lalu tangan Adimas yang berada di bawah meja pun mengepal. Lelaki itu seperti sedang menahan amarah.

"Tapi dia harus di sini, Yah. Sebentar lagi Adrian pulang. Setidaknya Adimas bisa menyambut kedatangan adiknya setelah lama tidak bertemu," Bunda Raya berkata lembut.

"Jasmine? Kamu bagaimana?" tanya Eyang Ningsih. Cara eyangnya Adimas ini memperlakukannya sangat mirip dengan neneknya.

Jasmine menoleh sebentar pada Adimas yang diam menatap ayahnya. "Jasmine akan ikut apapun keputusan Mas Dimas, Eyang."

Eyang Ningsih terdiam. Lalu menghela napasnya. "Baiklah. Kalian bisa pindah segera."

Seperti keputusan telak, namun Jasmine bisa melihat jelas wajah Adimas lebih lega setelah itu.

Kini Adimas bisa duduk tenang di ujung meja. Tatapannya masih setajam biasa, tapi kali ini tidak ada penolakan ketika Jasmine menuangkan minuman untuknya. Ia bahkan langsung menyuapkan makanan yang tadi Jasmine siapkan.

Di hadapan keluarganya, Adimas memang berubah. Ia tidak menyentak, tidak menolak. Ia seperti suami yang baik. Sangat berbeda dengan yang biasanya Jasmine lihat.

Selesai sarapan, Adimas bersiap berangkat kerja. Ia berdiri dan Jasmine refleks ikut berdiri, berjalan bersamanya ke pintu luar. Adimas melirik Jasmine yang berjalan di sisinya. Namun lelaki itu tetap diam tanpa suara.

Hingga ketika sudah sampai di ambang pintu, Jasmine segera mencium punggung tangan Adimas. Namun tiba-tiba Jasmine membeku. Ia bisa merasakan bahwa Adimas mencium keningnya. Jantung Jasmine berdebar kencang. Hingga tiba-tiba suara dingin itu menusuk telinganya.

"Jangan beritahukan Eyang dan yang lainnya. Saya melakukan ini hanya untuk mereka, bukan kamu."

Jasmine terdiam. Namun dengan cepat ia menguasai dirinya. Senyum cantiknya tetap melekat di wajahnya seiring dengan lambaian tangannya mengantarkan Adimas bekerja.

Setelah Adimas berlalu dengan mobilnya, Jasmine masuk kembali ke rumah besar keluarga Ibrahim. Saat ia kembali ke meja makan, ayah mertuanya sudah bersiap akan bekerja. Diikuti oleh sang ibu mertua yang setia mengantarkan suaminya seperti yang tadi Jasmine lakukan.

Mata Jasmine terus menatap kedua orang yang begitu hangat memperlakukan satu sama lain. Tanpa sadar, senyum tipisnya muncul. Ada secuil harapan suatu saat nanti ia dan Adimas bisa seperti itu.

"Semoga kamu dan Adimas bahagia selalu, ya. Adimas memang sekaku itu. Tapi ia baik dan penyayang. Walaupun terkadang sisi itu tertutup oleh sifatnya yang dingin." Eyang Ningsih menepuk bahunya lalu mengusap punggung tangannya dengan lembut.

"Aamiin Eyang. Terima kasih doanya," jawab Jasmine pelan sambil mengulas senyum.

"Gimana kalau kalian bulan madu aja. Eyang bisa minta Bunda untuk memesan tiket umroh."

"Iya, Ma. Aku juga setuju. Jadi cucuku made in Jeddah." Tiba-tiba saja Bunda Raya muncul dengan wajah bahagia.

Tidak ada cara lain selain tersenyum kikuk menanggapi perkataan dua perempuan tersebut. Andai mereka tahu apa yang terjadi sebenarnya. Pikiran Jasmine melayang entah kemana. Ia memang mendambakan untuk bulan madu di sana. Namun bagaimana mungkin Adimas mau? Lelaki itu, ah. Ia saja pusing bagaimana menjelaskannya.

"Dimas, Jasmine maunya bulan mau ke Mekkah. Sekalian umroh. Kamu atur jadwalnya, ya."

Jasmine langsung menoleh saat Eyang Ningsih sudah menelpon Adimas.Ningsih. Gerakannya sungguh tiba-tiba dan begitu cepat. Bahunya langsung merosot karena ia tahu, Adimas akan kembali mengomeli dirinya setelah ini.

1
Lia Yulia
kasian jasmin
Jeng Ining
hemmm sudh kudugem, klo Rindu ke dapur krn panas dimas dn rama ngomongin Jasmine, kmudian mw cari masalah dn playing victim 🙄
Edelweis Namira: Tapi realitanya emg suka gitu, yg terbiasa buat masalah akan selalu dianggap tukang buat masalah sekalipun ia gak salah
total 1 replies
Jeng Ining
cahbodo kamu Dim, kalo emng kalem bakalan tau diri, ga bakal peluk² laki org apalagi di rumh si laki yg pasti jg ada bininya😮‍💨😏
Edelweis Namira: Adimas emg bodoh emang
total 1 replies
Jeng Ining
haiyyyaaahhh.. gimana nasibnya ituh bawang, gosong kek ayam tadi kah🤭👋
Jeng Ining: 🤟😂😂/Facepalm/
Edelweis Namira: suka speechless emang kalo suami modelan Adimas
total 2 replies
Lembayung Senja
knp ndak up date..crita satunya juga ndak dlanjut
Fauziah Rahma
padahal tidak
Fauziah Rahma
penasaran? kenapa bisa sebenci itu
Edelweis Namira: Pernah dispill kok di awal2.
total 1 replies
Alfatihah
nyesek
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!